Sistem Pendidikan dan Problematika Indonesia

Diposting pada

Kualitas Pendidikan

Kualitas pendidikan di Indonesia masih dikategorikan rendah jika dibandingkan negara berkembang lain di ASEAN seperti Malaysia, Thailand dan Filipina. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari peringkat Humand Development Indeks (HDI) Indonesia yang masih berada di urutan ke 111 dari 185 negara (Depdiknas: 2009). Indikator rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia tersebut terlihat dari rendahnya kualitas komponen- komponen pendidikan, yaitu:

a) Rendahnya Mutu Pendidik/ Guru (kompetensi, kinerja maupun profesionalisme) Program sertifikasi yang telah berjalan belum berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme. Sertifikasi sudah berpengaruh terhadap kesejahteraan guru, namun belum meningkatkan profesionalisme guru. Kualitas standarisasi kualifikasi akademik pendidik juga belum berhasil karena banyak guru yang belum sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam undang- undang.

b) Kualitas Lulusan / Output Pendidikan yang masih rendah. Siswa sebagai Input maupun Output pendidikan belum mampu memperoleh standar nilai murni minimal yang ditetapkan pada Ujian Nasional pada jenjang sekolah dasar, tingkat menengah maupun tingkat atas . Kemampuan kompetensi sikap, karakter dan keterampilan/ vokasi (soft and hard skill) belum dijadikan sebagai standar kelulusan, karena standar kelulusan masih berorientasi pada kompetensi akademik kurikulum.

c) Belum diterapkan 8 Standar Nasional Pendidikan pada semua jenjang pendidikan. Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar pendidik, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian belum diterapkan oleh semua sekolah.

d) Masih terdapat sarana dan prasarana pendidikan yang belum memadai dan rusak. Sekolah di daerah terpencil dengan letak geografis yang sulit, akan mengalami kendala yang lebih besar dalam penyediaan sarana prasarana pendidikan.

e) Kelengkapan media belajar dan sumber informasi berbasis teknologi yang masih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah sekolah di Indonesia. Akses informasi dan teknologi masih dinikmati di perkotaan, belum terjadi pemerataan. Selain itu, masih banyak guru yang belum bisa mengoptimalkan teknologi dalam pendidikan.


Relevansi Pendidikan

Relevansi pendidikan yang dimaksud adalah kesesuaian hasil pendidikan (output) dengan kebutuhan dunia kerja. Relevansi pendidikan di Indonesia masih mengalami permasalahan karena lulusan pendidikan yang dihasilkan pendidikan hanya dipersiapkan untuk memiliki bekal kemampuan akademik, sedangkan yang dibutuhkan di dunia kerja adalah lulusan relevan yang memiliki keterampilan/ skill (Umar: 2010). Indikator permasalahan relevansi pendidikan tersebut adalah:

a) Kurikulum belum disesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja. Perbandingan antara “supply” yang memadai terhadap “demand” dunia kerja masih timpang. Di satu sisi terdapat kekosongan peluang kerja dan menunggu hasil
pendidikan (output), disisi lain terjadi kelebihan kapasitas (overloaded) menghasilkan pengangguran terdidik .

b) Kurikulum yang belum relevan dengan pengembangan potensi daerah. Standar pelaksanaan pendidikan di Indonesia, hanya berpusat pada standar isi kurikulum, sedangkan keadaan dan kebutuhan potensi antar suatu daerah tidaklah sama, akibatnya banyak potensi daerah yang belum dikembangkan oleh hasil lulusan pendidikan.

c) Sekolah kejuruan/ vokasi masih berorientasi pada keterampilan reparasi konsumsi. Banyak sekolah kejuruan yang belum diarahkan untuk mengembangkan atau menciptakan produk yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Sedangkan sekolah kejuruan di luar negeri sudah dipersiapkan untuk menciptakan produk teknologi Selain itu,rasio jumlah sekolah kejuruan yang ada di Indonesia masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan jumlah sekolah reguler/ umum maupun keagamaan. Permasalahan yang muncul dalam pendidikan vokasi adalah relevansi dasar pendidikan yang telah dimiliki sering tidak sesuai dengan pengembangan vokasi yang diperoleh.

Baca Juga :  Makanan Khas dari Indonesia


Elitisme Pendidikan

Elitisme pendidikan adalah kecenderungan penyelenggaraan pendidikan yang menguntungkan terhadap suatu kelompok. Dalam praktik di lapangan, elitisme pendidikan dapat dilihat dari kastanisasi pendidikan (Nugroho: 2010). Sekolah sebagai lembaga pendidikan bersifat inklusif, hanya dapat diakses dan diperuntukkan bagi golongan masyarakat tertentu. Contoh bentuk elitisme pendidikan adalah:

  • Muncul sekolah berlabel standar nasional dan internasional.
  • Munculnya sekolah inklusif seperti home schooling
  • Sekolah yayasan/ golongan tertentu yang hanya diperuntukkan satu golongan
  • Biaya masuk pendidikan tinggi yang masih tinggi
  • Sudah mulai muncul sekolah kalangan ekomoni kelas atas

Sistem Manajemen Pendidikan yang belum diterapkan dengan baik

Yang dimaksud dengan sistem manajemen pendidikan adalah sistem tata kelola
pendidikan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan secara
sistematis, taat azaz dan konsisten (Nurdin: 2007). Pendidikan di Indonesia belum dikelola
dengan baik sehingga berdampak pada proses pendidikan secara keseluruhan. Permasalahan
yang terjadi dalam sistem manajemen penddikan di Indonesia antara lain:

  • Perencanaan kebijakan awal yang belum tepat.
  • Pelaksanaan sistem pendidikan yang belum maksimal
  • Pemberian „reward” dan “punishment” yang masih subyektif
  • Kurangnya model keteladanan/ karakter pemangku kebijakan pendidikan
  • Sosialisasi peraturan, dasar hukum dan kebijakan yang belum diterapkan dengan baik

Kesenjangan Pendidikan

Kesenjangan pendidikan yang dimaksud adalah tingkat pemerataan akses dan perolehan pendidikan skala nasional. Dalam kesepakatan Millenium Development Goal’s (MDG’s) dijelaskan bahwa semua anak usia belajar wajib memperoleh pendidikan pada tahun 2020 (Budimansyah: 2009). Kesenjangan pendidikan masih terjadi karena ketimpangan tingkat kemajuan daerah. Indikator kesenjangan pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari:

a) Masih tingginya disparitas Angka Partisipasi Kasar (APK) tingkat pendidikan dasar di daerah tertinggal, terpencil dan terdalam (NTT, NTB dan Papua). Prosentase pendidikan di provinsi tersebut masih dibawah angka 50%, sementara rata- rata APK nasional 75% dari jumlah wajib belajar.

b) Masih tingginya proporsi buta acara/ melek huruf penduduk usia belajar (15 tahun keatas) pada tahun 2009 masih sebesar 5,97 % dari penduduk Indonesia. Meskipun program pemberantasan buta aksara sudah dilaksanakan, namun secara nasional hanya mampu turun sebesar 1,05% pada tahun 2010.

c) Wajib belajar pendidikan dasar yang belum diperoleh semua lapisan masyarakat.


Manajemen Anggaran Pendidikan yang belum tepat sasaran

Permasalahan pendidikan yang saat ini menjadi perhatian masyarakat adalah permasalahan penggunaan dan wujud anggaran pendidikan. Alokasi anggaran biaya pendidikan sebesar 20% dari APBN apabila dikelola dengan baik dan terencana, akan berdampak pada peningkatan kemajuan pendidikan di Indonesia (Sutomo: 2009). Indikasi permasalahan manajemen anggaran pendidikan terlihat dari:

  • Pemenuhan standar minimal sarana dan prasarana sekolah yang belum terwujud
  • Masih terdapat sekolah yang rusak
  • Rasio sumber belajar dengan siswa belum proporsional
  • Proyek pengembangan sekolah masih belum sesuai dengan perencanaan awal.
  • Gaji guru non PNS yang masih jauh dari UMR
  • Beasiswa peningkatan kualifikasi guru yang belum tepat
  • Beasiswa bagi siswa yang kurang mampu belum tersalurkan dengan baik
  • Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi Yang Semakin Pesat Ternyata

  • menyebabkan permasalahan terhadap pendidikan. Indikator ini terlihat dari:
  • Tingginya angka kenakalan dan penyimpangan pelajar
  • Sistem informasi berbasis internet dalam kebijakan maupun peraturan dari pemerintah
    belum diimbangi dengan sarana teknologi di lembaga pendidikan/ instansi
  • Akselerasi TIK belum dimasukkan/ dihubungkan dalam kebutuhan materi pendidikan

sistem pendidikan di indonesia

Indonesia adalah negara yang mutu pendidikannya masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan sesama Negara tetangga pun kualita SDM bangsa Indonesia masuk dalam peringkat yang paling rendah. Hal ini dikarenakan pendidikan di Indonesia belum bisa berfungsi secara maksimal. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus segera diperbaiki supaya bisa menciptakan generasi yang memiliki keunggulan dalam berbagai macam bidang supaya bangsa Indonesia bisa bersaing dengan bangsa lain supaya tidak semakin tertinggal dikarenakan arus global yang berjalan cepat.

Untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia diperlukannya sistem pendidikan yang responsif. Perbaikan itu dilaksanakan mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus menerapkan sistem pendidikan dan pola kebijakan yang sesuai dengan keadaan Indonesia saat ini.

Baca Juga :  Komponen Biotik Yang Khas Dalam Ekosistem


Sistem Pendidikan yang di Anut di Indonesia


  1. Sistem Pendidikan Indonesia yang Berorientasi Pada Nilai.

Sistem pendidikan ini sudah diterapkan sejak sekolah dasar. Disini siswa diberi pengajaran kejujuran, tenggang rasa, kedisiplinan, dsb. Nilai tersebut disampaikan melalui pelajaran Pkn, bahkan nilai ini juga disampaikan pada tingkat pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.


  1. Indonesia Menganut Sistem Pendidikan Terbuka.

Menurut sistem pendidikan ini, siswa di tuntut untuk bisa bersaing dengan teman, berfikir kreatif dan inovatif


  1. Sistem Pendidikan Beragam.

Di Indonesia mempunyai beragam suku, bahasa, daerah, budaya, dll. Serta pendidikan Indonesia ada 3 macam yakni pendidikan formal, non-formal dan informal.


  1. Sistem Pendidikan Yang Efisien Dalam Pengelolaan Waktu.

Pada Kegiatan Belajar Mengajar(KBM) waktu di atur supaya Siswa tidak merasa terbebani dengan materi pelajaran yang disampaikan karena waktunya terlalu singkat atau sebaliknya.


  1. Sistem Pendidikan Yang Disesuaikan Dengan Perubahan Zaman.

Dalam sistem ini, bangsa Indonesia harus menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan pendidikan saat ini. Oleh karena itu, kurikulum di Indonesia sering dirubah dari waktu ke waktu, hingga saat ini Indonesia menggunakan kurikulum K13.


Problem di Bidang Pendidikan


  1. Pemerataan Pendidikan

Pada Saat ini bangsa Indonesia masih mengalami masalah pemerataan dibidang pendidikan. Hal ini dikarenakan pendidikan di Indonesia hanya bisa dirasakan oleh kaum menengah ke atas. Supaya pendidikan di Indonesia tidak semakin terpuruk, maka pemerintah harus membuat kebijakan yang tepat. Contohnya, adanya kebijakan wajib belajar 9 tahun. Kebijakan ini dilaksanakan mulai dari bangku SD hingga SMP. Pemerintah membuat kebijakan dengan meratakan tenaga pendidik di setiap wilayah.


  1. Biaya Pendidikan

Keadaan ekonomi Indonesia yang semakin buruk berdampak pada sistem pendidikan di Indonesia. Banyak sekali anak yang tidak dapat sekolah  karena biaya pendidikan yang mahal. Maka dari itu,supaya bangsa Indonesia tidak semakin tertinggal, Pemerintah mulai mengeluarkan kebijakan dana BOS, yang diberikan kepada peserta didik di tingkat SD dan SMP. Hal tersebut bertujuan untuk membebaskan biaya SPP atau membuat kebijakan free-school bagi pendidikan dasar. Dengan dikeluarkan kebijakan tersebut, di harapkan semua pendidikan bisa dirasakan di semua kalangan masyarakat Indonesia.


  1. Kualitas Pendidikan

Permasalahan yang paling mendasar ialah  masalah mutu pendidikan. Karena sekarang ini pendidikan kita masih jauh tertinggal kalau di bandingkan dengan negara-negara lain. Hal tersebut di buktikan dengan banyaknya tenaga pendidik yang mengajar tetapi tidak sesuai dengan bidangnya. Selain itu, tingkat kejujuran dan kedisiplinan siswa masih rendah.

Contohnya: masih adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan saat mengikuti Ujian Nasional siswa malah lebih memilih mendapat jawaban secara instan, misalnya membeli jawaban soal UN. Oleh karena itu, mutu pendidikan harus diperbaiki sebaik munkin, maka pemerintah membuat kebijakan yang mengenai peningkatan mutu pendidik. Yang dilakukan dengan cara mengevaluasi ulang tenaga pendidik supaya sesuai dengan syarat untuk menjadi pendidik. Selain itu, pemerintah harus meningkatkan sarana dan prasarana, contonya memperbaiki fasilitas gedung, memperbanyak buku, dll.


Bentuk Dan Penyebab Masalah Pendidikan


  1. Pembelajaran Yang Terpaku Pada Buku Paket (Kurikulum Buku Paket)

Indonesia telah berganti beberapa kurikulum. Hampir setiap Menteri Pendidikan mengganti kurikulum lama dengan kurikulum yang baru. Pembelajran di sekolah sejak dulu memakai kurikulum buku paket. Sejak era 60 – 70an, pembelajaran di kelas tidak jauh berbeda. Di sini kita melihat peran guru statis, tidak inofatif, apalagi  inspiratif.


  1. Model Pembelajaran Ceramah

Model pembelajaran yang menjadi favorit guru mungkin hanya satu, yaitu metode berceramah. model pembelajaran ini sebenarnya sudah usang, tetapi masih banyak kita temui praktiknya dalam kelas. Model pembelajaran seeperti itu menjadikan posisi murid sebagai objek yang di jejali pengetahuan. Imbasnya kemampuan bernalar para murid semakin tak terlatih, dan digantikan oleh kemampuan berhafal saja.


  1. Kurangnya Daya Dukung Sarana Prasarana Dari Regulator

Sebenarnya, perhatian pemerintah itu masih kurang untuk memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Perhatian terhadap pendidikan kurang dihargai jasanya, kurang diperhatikan kesejahteraannya, kurang memberi peningkatan. Dan juga kurangnya pengawasan pemerataan alokasi dana untuk pendidikan, menjadikan hal tersebut salah satu penyebab sulit berkembangnya pendidikan di Indonesia.


  1. Peraturan Yang Membelenggu

Peraturan yang membelenggu ini berkaitan dengan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seharusnya, sekolah memiliki kurikulum masing-masing sesuai dengan karakteristiknya. Namun apa yang terjadi karena tuntutan RPP, silabus “membelenggu” kreatifitas guru dan sekolah dalam mengembangkan kemampuannya. Administrasi – administrasi yang “membelenggu” guru, yang menjadikan guru lebih terfokus pada administrator sehingga guru lupa fungsi utama lainnya sebagai motivator, akselerator, mediator, dan fasilitator

Baca Juga :  Struktur Akar


  1. Suasana Kelas Yang Kurang Aktif

Pembelajaran di ruang kelas sepertinya sudah diseragamkan. Murid duduk rapi, tangan dilipat di meja, dan mendengarkan guru menjelaskan. Murid dipaksa mendengar dan menerimma informasi sejak pagi hingga siang. Sementara kompetensi bertanya tak disentuh. Suasana begitu kaku dan tidak  kondusif untuk pembelajaran yang merdeka dan berkualitas.


  1. Kurang Kreatifnya Pendidik ( Guru )

Salah satu ciri Negara Finlandia yang merupakan Negara dengan kualitas pendidikan tertinggi, dalam ujian guru memberikan soal terbuka. Siswa boleh menjawab soal dengan membaca buku. DI Indonesia Itu tak bisa dilakukan karena nanti banyak yang menyontek. Guru Indonesia belum siap menerapkan ini karena masih kesulitan membuat pertanyaan terbuka. Soal terbuka seolah – olah menjadi beban berat. Lebih baik membuat soal tertutup atau soal pilihan ganda, menilainya mudah, begitu kira – kira pemikiran para guru.


  1. Paradoks kebijakan UN ( Ujian Nasional )

Apakah UN yang dilakukan tidak lebih dari tiga hari, dengan tiga mata pelajaran ( Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris ) dapat dijadikan standar mutu pendidikan Indonesia

Tidak ada sedikitpun ruang untuk kecerdasan – kecerdasan yang lain untuk menjadi penentu kelulusan seseorang. Karena itu tidak aneh jika sekarang para peserta didik mengalami depresi  berat. Cita – cita besar membangun bangsa Indonesia kandas disebabkan sistem UN yang tidak memihak.


Solusi Mengatasi Masalah Pendidikan


  1. Membentuk Badan Pengawas di tiap – tiap wilayah

Dari beberapa masalah yang telah ada, sebagian besar disebabkan oleh tidak adanya pengawasan bagaimana jalannya suatu pendidikan di sebuah wilayah. Seharusnya dengan diadakannya lembaga pengawasan dan juga penempatan anggota pengawas di lembaga pendidikan. Dengan begitu, pengawas tersebut dapat melakukan evaluasi terhadap lembaga yang ditempatinya. Dengan sering diadakannya evaluasi terhadap metode pembelajaran, kualitas pendidik, alokasi dana bantuan pendidikan, dapat membantu mengontrol jalannya pengembangan potensi peserta didik secara optimal. Serta dapat memberikan hukuman tegas terhadap para pelaku tindak penyelewengan terhadap pendidikan   ( malpraktek pendidikan ).


  1. Pelatihan dan Penilaian Guru Secara Intensif

Pengadaan pelatihan dan penilaian kompetensi guru dalam mengajar secara intensif diharapkan dapat meningkatkan kualitas guru. Jadi tidak hanya murid yang dinilai perkembangannya, namun juga bagaimana para guru melakukan pengajaran kepada muridnya. Sehingga tidak hanya murid yang mendapat tantangan untuk berkembang, namun juga para guru.


  1. Menyukseskan Program Pemerintah SM3T

Dengan program yang telah diadakan ini, diharapkan penyeleksian pada calon guru semakin baik. Jadi para calon guru ini semakin terbukti kualitasnya. Dan juga dengan program ini pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia dapat terlaksana dengan baik. Karena kita tahu, pengembangan pendidikan hanya terfokus pada daerah Ibukota saja pada tiap provinsi.


  1. Fokus Terhadap Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar bagaikan pondasi pada bangunan. Kuatnya suatu bangunan sangat bergantung pada pondasi. Seperti pendidikan yang diterapkan oleh Negara Finlandia, mereka sangat memperhatikan secara detail perkembangan peserta didik pada pendidikan dasar. Karena jika peserta didik dapat memahami pendidikan dasar secara optimal dan mantap, untuk jenjang berikutnya peserta didik hanya fokus terhadap kejuruan saja tanpa mengulang materi pendidikan dasar. Sehingga dapat menghasilkan tenaga ahli sesuai profesinya.


  1. Kurangi dan Berantas Korupsi

Menurut laporan BPK tahun 2003, Depdiknas merupakan lembaga pemerintah terkorup kedua setelah Departemen Agama. Laporan ICW menyebutkan bahwa korupsi dalam dunia pendidikan dilakukan secara bersama-sama dalam berbagai jenjang mulai tingkat sekolah dinas, sampai departemen. Pelakunya mulai dari guru. Kepala sekolah, kepala  dinas,dan seterusnya. Sekolah yang diharapkan menjadi benteng pertahanan yang menjunjung nilai kejujuran.


  1. Berikan Sarana dan Prasarana Yang Layak

Menurut kepmendikbud No. 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah harus memiliki persyaratan minimal untuk menyelenggarakan pendidikan dengan serba lengkap dan cukup, seperti luas lahan, perabot lengkap, peralatan laboratorium, infrastruktur, dan sarana olahraga yang lengkap dan memadai.


demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Sistem Pendidikan dan Problematika Indonesia : Kualitas, Relevansi, Elitisme, Manajemen Yang Baik, Kesenjangan, Kemajuan Teknologi, Problem, Bentuk, Penyebab, Solusi, semoga artikel ini dapat menambah wawasan anda semua.

Posting pada SD