Legenda Damarwulan

Diposting pada

Pewayangan diartikan sebagai salah satu kebudayaan khas Jawa yang biasanya dipentaskan dalam bentuk wayang kulit yang terbuat dari kulit hewan. Atau juga dapat dipentaskan dalam bentuk Ketropak. Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan di desa Katekan III sudah ada sejak zaman nenek moyang.

Pada zaman dahulu, telah terjadi pertempuran antara Damar Wulan dan Minak Jinggo. Kekuatan yang telah dimiliki oleh Damar Wulan ternyata tidak mampu mengalahkan kesaktian dan keampuhan yang dimiliki oleh Minak Jinggo. Satu-satunya Pusaka yang dapat mengalahkan dan menghancurkan Minak Jinggo adalah Pusaka “Wesi kuning”.

Untuk mendapatkan Pusaka Wesi Kuning tidaklah mudah, Damar Wulan harus bertapa di suatu Gua. Lalu di tempat Gua yang disebut “Palu Ombo” telah dijadikan tempat bertapa Damar Wulan untuk mendapatkan pusaka “Wesi Kuning”. Pusaka itu diyakini mempunyai kekuatan yang sangat besar yang dapat memusnahkan Minak Jinggo. Akhirnya Damar Wulan telah berhasil mendapatkan Pusaka Wesi Kuning setelah bertapa selama 40 hari. Setelah mendapatkan Pusaka itu, Damar Wulan kembali bertarung dengan Minak Jinggo. Dengan pertarungan yang sangat dahsyat, akhirnya Minak Jinggo dapat dikalahkan dengan Pusaka Wesi Kuning yang dimiliki oleh Damar Wulan. Setelah itu Damar Wulan memutuskan untuk bertempat tinggal di tempat pertapaannya yaitu Palu Ombo.

Dan setiap tanggal 10 Syuro masyarakat di desa Katekan III selalu mengadakan “Slametan” atau biasa disebut “Bancaan”. Karena menurut nenek moyang, hal itu dapat mencegah terjadinya bencana yang akan terjadi di desa Katekan III yang tepatnya di dusun Pager  Gunung (tempat tinggal Penulis). Jadi, sampai sekarang ini di desa Katekan III tidak ada warga atau masyarakat yang berani melanggar Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan.

Warga atau masyarakat di desa Katekan III biasanya mengadakan Pentas Seni Pewayangan dengan tokoh Ariyo Penangsang, Mahabarata atau yang lain selain Tokoh Damar Wulan. Hal itu untuk menjaga keselamatan yang mementaskan Pewayangan ataupun masyarakat sekitar di desa Katekan III.

Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan sudah menjadi tradisi turun-temurun dari nenek moyang ke anak cucunya di desa Katekan III.

legenda dama wulang


 

Legenda Damarwulan

Berdasarkan Pada Serat Kanda, terjadilah peperang antara kubu seorang yang memilik nama Ratu Kencanawungu yang merupakan Penguasa dari Kerajaan Majapahit Barat dengan melawan seorang yang bernama Menak Jingga atau minak Jinggo yakni Penguasa dari Blambangan Majapahit Timur.

Minakjingga ini adalah seorang yang memiliki gelar adipati Blambangan, dia adalah seorang yang mempunyai kekuatan dan juga kesaktian yang hebat dan tidak tertandingi.  Dan di memilik sebuah rencana yakni akan melakukan sebuah pemberontakan terhadap Kerajaan Majapahit yang pada waktu itu di pimpin oleh seorang ratu yang cantik jelita yakni bernama Ratu Ayu Kencana Wungu. Karena Sang Ratu sudah mengetahui rencana dari Minakjingga, akhirnya sang Ratu kemudian mengadakan sebuah sayembara yang bertujuan untuk menangkal ancaman serangan dari Minakjingga. Selanjutnya ada yang ikut dalam sayembara itu dan dia merupakan seorang pemuda yang bernama Damarwulan.

Baca Juga :  Jaringan Hewan

Dan singkat cerita akhirnya Menak Jingga kemudian berhasil dikalahkandan tewas di tangan Damarwulan, yakni seorang kesatria hebat yang dikirim oleh Ratu Kencanawungu. Sesudah itu, Damarwulan kemudian menikah dengan Ratu Kencanawungu yang selanjutnya Tahta Kerajaan berhasil menjadi miliknya dan menjadi seorang raja dari kerajaan Majapahit yang memiliki gelar  Prabu Mertawijaya.

Siapakah sesungguhnya Damarwulan, Pahlawan Kerajaan Majapahit itu?


Perang Paregreg, 1404-1406

Menurut sejarah dari dalam Kerajaan Majapahit, yakni pada sekitar tahun 1404-1406 itu pernah terjadi suatu peperangan yakni sebuah perang saudara, dan hal itu adalah penyebab utama sehingga menimbulkan kemunduran dari kerajaan Majapahit.

Pada saat itu terjadi saling berhadapan antara Majapahit istana barat yang dipimpin oleh seorang bernama Wikramawardhana, yang melawan Majapahit istana timur yang dipimpin seorang bernama Bhre Wirabhumi.

Yang dalam perjalannya kemudian Bhre Wirabhumi dikenal dan dianngar yakni sebagai Menak Jingga atau Menakjinggo, maka yang memang pantas disebut dengan Ratu Kencanawungu, merupakan seorang permaisuri  dari Wikramawardhana. Karena berdasarkan dengan catatan dari sejarah, bahwa permaisuri dari Wikramawardhana itu yakni yang ber nama Kusumawardhani.

Menurut para kalangan sejarawan kalau ada sebuah pendapat jika Kusumawardhani itu wafat sebelum terjadi Perang Paregreg ini, tetapi hal tersebut merupakan keliru, karena jika menurut Serat Pararaton, ia itu meninggal pada tahun 1351 Saka atau pada tahun 1429 M.

  • Pangeran Ratnapangkaja merupakan sosok dari Damarwulan menurut Sejarah

Berdasarkan dari sebuah berita Pararaton, bahwa tokoh dari Ratnapangkaja merupakan Bhre Kahuripan yang pada saat Paregreg, dialah yang menjadi seorang panglima perangnya dari Kedaton barat Trowulan yang kemudian dia berhasil untuk menghancurkan dari pusat Kedaton Timur.

Dan selanjutnya Pangeran Ratnapangkaja akhirnya menikah dengan Puteri Suhita atau Ratu Kencanawungu II, dan dia adalah anak tiri dari Maharani Kusumawardhani atau Ratu Kencanawungu I.

Dan pada akhirnya Batara Parameswara Aji Ratnapangkaja selanjutnya naik Tahta jadi Pemimpin dari kerajaan Majapahit menggantikan dari mertua tirinya, serta langsung memerintah Majapahit yakni pada 1429 M – 1437 M.

Wallahu a’lamu bishshawab


Catatan Penambahan :

  1. Puteri Suhita merupakan seorang anak dari seorang bernama Wikramawardhana dari isteri selir-nya itu yang bernama Bhre Daha, yakni puteri Bhre Wirabumi.

Namun menurut versi lain, berdasarkan dengah naskah ”Tedhak Poesponegaran”, kalau Ratu Puteri Suhita merupakan seorang anak dari Sri Prabu Wikramawardhana yakni seorang selir dari putri Sunda yang memiliki nama Citraresmi.

Dari hasil perkawinan tersebut, lahir pula adik dari Puteri Suhita, yang bernama Dyah Kertawijaya yang nantinya akan menurunkan Raja-Raja di Pulau Jawa. Menurut menurut kabar burung,  kalau Citraresmi merupakan seorang putri Senapati Sutraja yang diceritakan gugur pada sebuah peristiwa Bubat.

  • Dan Menurut versi Pararaton,bahwa ibu Aji Ratnapangkaja merupakan Surawardhani atauBhre Kahuripan, yakni adik dari Wikramawardana. Dan ayahnya itu adalah Raden Sumirat atau dikenaldengan nama Bhre Pandansalas, yang memiliki gelar dengan Ranamanggala.

Dampak Jika Ada Warga Atau Masyarakat yang Melanggar Warisan Nenek Moyang Tentang Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan.

Sampai sekarang ini belum ada warga atau masyarakat yang telah berani melanggar tradisi Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan. karena hal itu untuk menjaga keselamatan warga atau masyarakat di desa Katekan III.

Baca Juga :  Pencernaan

Konon, jika ada salah seorang warga atau masyarakat yang melanggar Larangan Pementasan dengan Lakon Damar Wulan maka akan terjadi musibah bagi seseoarang itu sendiri atau masyarakat sekitar Katekan III.

Bagi diri sendiri.

Jika ada salah seorang warga yang mementaskan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan maka akan berakibat :

  • Mengalami kematian bagi orang yang telah melanggarnya.
  • Jika acara Pernikahan, Pernikahannya tidak akan langgeng.

Bagi masyarakat sekitar, konon akan terjadi :

  • Banjir besar.
  • Gunung meletus.
  • Ular dan air akan terus keluar bertaburan dari letusan Gunung.
  • Atau akan mengalami kemarau panjang.

Tanggapan Masyarakat dengan Adanya Larangan Pementasan Pewayangan Dengan Tokoh Damar Wulan

Menurut masyarakat, tradisi atau adat yang secara turun-temurun oleh nenek moyang ada baiknya dilestarikan, dijaga dan dipatuhi agar di desa Katekan III tidak terjadi bencana. Meski sebenarnya keselamatan, rejeki serta jodoh sudah ada yang mengatur yaitu Allah SWT tapi tidak ada salahnya jika warga masyarakat di desa Katekan III terus melestarikan dan menjaga tradisi atau adat yang diwariskan nenek moyang kepada anak cucunya yang ada di desa Katekan III.

Walau kebenaran Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan di desa Katekan III tidak diketahui secara pasti, tetapi kita harus menghargai dan mentaati adat atau tradisi budaya yang telah diwariskan nenek moyang kepada kita. Peranan masyarakat sangat penting untuk menjaga kelestarian adat itu agar tradisi budaya yang ditinggalkan nenek moyang tidak hilang dengan perkembangan zaman yang semakin modern.


Cerita Rakyat Jawa Timur Dongeng Damar Wulan

Alkisah dahulu kala terdapat sebuah desa yang terpencil jauh dari Negeri Majapahit. Di sana hidup seorang brahmana bernama Begawan Tunggulmanik. la tinggal bernama cucunya yang sangat tampan bernama Damarwulan.

“Cucuku, pergilah engkau ke Kota Raja Majapahit,” kata Begawan Tunggulmanik kepada Damarwulan pada suatu pagi. Damarwulan menyambut permintaan kakeknya dengan penuh keraguan. Namun Begawan Tunggulmanik menyarankan supaya Damarwulan menemui pamannya yang bernama Logender yang menjabat sebagai patih di Kerajaan Majapahit.

Damarwulan dengan berat hati meninggalkan desanya tercinta. Setelah menempuh perjalanan panjang akhirnya Ia tiba di Kota Raja Majapahit dan sampai di kediaman Patih Logender.

“Hhm…, jadi kamu yang bernama Damarwulan?” tanya Patih Logender.

“Ya, Paman,” jawab Damarwulan dengan hormat. Kemudian Ia menceritakan asal-usulnya dengan jelas. Kehadiran Damarwulan tidak disukai oleh kedua anak lakilaki Patih Logender yang bernama Layang Kumitir dan Layang Seta. Namun anaknya yang ketiga, bernama Dewi Anjasmara menerimanya dengan penuh perhatian. Bahkan kemudian Dewi Anjasmara jatuh cinta kepada Damarwulan dan akhirnya mereka menikah.

Sementara itu, Ratu Kencanawungu, yang memimpin Negeri Majapahit sedang mengalami kemelut. Adipati Minakjingga dari Kadipaten Blambangan bertekad mempersunting Ratu Kencanawungu yang jelas-jelas sudah menolaknya.

Sang Ratu pun memanggil Patih Logender untuk membicarakan hal itu.

“Paman Patih, saya mendapat berita bahwa ada seorang pemuda dari desa yang sangat sakti bernama Damarwulan. Aku ingin Ia bersedia melawan Minakjingga yang bengis itu.” kata Ratu Kencanawungu meminta kerelaan Patih Logender untuk melepas menantunya berjuang melawan Minakjingga

 “Sri Ratu Kencanawungu mengirimkan ksatria yang sangat sakti dan tampan untuk bertemu Adipati Minakjingga,” bisik orang-orang yang melihat Damarwulan melangkah melewati gerbang kerajaan. Berita itu Iangsung tersebar ke seluruh penjuru Blambangan dan akhirnya sampai ke telinga Adipati Minakjingga. Damarwulan pun kemudian menghadap Adipati Minakjingga dan menyampaikan tantangannya untuk perang tanding.

Baca Juga :  Konferensi Asia Afrika

“Ha..ha..ha.., tanding melawanmu? Apa Ratu Kencanawungu tidak salah kirim orang?” Adipati Minakjingga meremehkan Damarwulan yang sangat tampan tetapi badannya tidak sekekar dirinya. Kemudian mereka menuju alun-alun di tengah kota.

“Akulah utusan Ratu Kencanawungu yang datang untuk membunuhmu,” tantang Damarwulan dengan gagah berani.

“Aku terima tantanganmu, dan jangan menyesal melawanku ya!” teriaknya berang. Dengan senjata andalannya yaitu Gada Besi Kuning Minakjingga langsung memukul Damarwulan yang tidak bersenjata. Sungguh sangat menyedihkan, Damarwulan seketika jatuh tersungkur tidak sadarkan diri lagi diiringi ejekan dan tawa Minakjingga yang menggema.

Melihat kejadian itu Wahita dan Puyengan yaitu dua selir Minakjingga memohon belas kasihan.

“Maaf Tuanku, pertempuran yang baru saja berlangsung sungguh tidak seimbang. Tuanku terlalu kuat dan bukan lawan yang sebanding dengannya. Mohon ampuni dia,” kata mereka sambil bersimpuh di hadapan Minakjingga yang sudah siap mengayunkan senjatanya lagi. Kedua selir itu terus memohon agar Damarwulan jangan dibunuh.

Mendengar permohonan kedua selirnya, Minakjingga pun meninggalkan Damarwulan yang masih terkapar tak berdaya. Wahita dan Puyengan segera menolong dan menyadarkan Damarwulan. Ternyata kedua selir itu juga berharap Damarwulan akan mampu mengalahkan Minakjingga. Keduanya menceritakan bahwa mereka sangat tersiksa menjadi selir Minakjingga yang bengis itu.

“Tapi, bagaimana aku bisa mengalahkan dan membunuhnya? Segala kemampuanku ternyata sia-sia,” tanya Damarwulan kepada kedua wanita itu.

Wahita dan Puyengan membeberkan rahasia bahwa Minakjingga hanya bisa mati dengan cara dibunuh menggunakan pusaka andalannya sendiri yaitu Gada Besi Kuning. Keduanya berjanji akan membantu mencuri pusaka itu.

Setelah mengalahkan Damarwulan maka Minakjingga mengadakan pesta pora. la makan dan minum sepuas-puasnya sampai akhirnya Ia mengantuk dan langsung tertidur pulas.

“Hurr,…hurrr….grrrk…,” suara dengkur Minakjingga terdengar menggelegar tiada henti. Diam-diam Wahita dan Puyengan segera menyusup untuk mencuri Gada Besi Kuning yang ada di samping Minakjingga. Begitu pulasnya Ia tidur sampai Ia tidak menyadari kehadiran kedua selirnya. Akhirnya mereka berhasil mendapatkan Gada Besi Kuning lalu secepatnya menyerahkannya kepada Damarwulan.

Damarwulan yang sudah mulai pulih kekuatannya, menyerukan tantangan lagi kepada Minakjingga. Wahita dan Puyengan segera membangunkan Minakjingga. la tergagap menghadapi tantangan itu dan langsung meninju Damarwulan sekuat tenaga. Damarwulan pun jatuh terkapar di tanah. Namun kemudian Ia mampu bangun dan berdiri tegak lagi berkat Gada Besi Kuning di tangannya.

Minakjingga kaget menyadari pusakanya ada di tangan musuhnya. Belum hilang rasa kagetnya, tiba-tiba Damarwulan menghantam kepalanya memakai Gada Besi Kuning. Seketika itu jugs Minakjingga roboh dan tidak pernah bisa bangun lagi.

Setelah berhasil membunuh Minakjingga, Damarwulan segera menghadap Sri Ratu Kencanawungu.

“Aku sangat senang kau dapat mengalahkan Minakjingga yang bengis itu,” sambut Ratu Kencanawungu dengan bangga. Sesuai dengan sayembara yang telah diumumkan oleh Ratu Kencanawungu, bahwa apabila ada perempuan yang dapat mengalahkan Minakjingga maka Ia akan diangkat menjadi saudara. Sedangkan apabila yang mengalahkannya adalah laki-laki, maka Sri Ratu Kencanawungu bersedia menjadi istrinya. Dengan demikian maka Damarwulan pun menjadi suami Ratu Kencanawungu.


demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Legenda Damarwulan : Cerita Rakyat, Pengertian, Pementasan, Catatan, Dampak Kepada Masyarakat, Tanggapa, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.

Posting pada SD