Cerita Rakyat Jambi

Diposting pada

Cerita Rakyat Sejarah Asal-Usul Angso Duo

Konon, pada masa Jambi masih merupakan bagian dari kerajaan Pagaruyung yang berada dibawah naungan kerajaan Majapahit, ada seorang putri cantik bernama Putri Selaras Pinang Masak. Ia bertempat tinggal di hulu sungai Batanghari, yang membelah wilayah Jambi.

Karena tidak mau tunduk kepada kekuasaan Majapahit, yang saat itu akan berpisah dari kerajaan Pagaruyung, maka ia pun melarikan diri dan dikejar-kejar oleh tentara Majapahit. Di dalam perjalanannya itu ia mendapat petuah, untuk mencari lokasi baru untuk tempat tinggalnya kelak . Lalu sesuai dengan petunjuk yang diperolehnya, ia melepaskan dua ekor angsa, jantan dan betina di sungai Batanghari. Dan melihat di mana kedua angsa itu berhenti berenang, sebagai titik lokasi untuk mendapatkan kepastian di mana ia harus membangun istana yang baru. Pengganti istana yang ditinggalkannya di Pagaruyung.

Akhirnya ia melihat kedua angsa berhenti, di sebuah daratan . Dan di sanalah ia membangun istananya kembali. Lalu sejak itu, legenda tentang Angsa Dua , atau Angso Duo dalam dialek Jambi, menjadi terkenal dan tercatat dalam sejarah berdirinya kerajaan Melayu Jambi . Benar tidaknya kisah ini, wallahu alam…karena ini adalah hikayat turun temurun yang tetap hidup dalam masyarakat Jambi.

cerita rakyat sejarah asal usul Angso Duo versi lainnya:

konon jaman dahulu kala sekitar tahun 1500an, hiduplah seorang raja kerajaan melayu yang bernama Orang kayo Itam yang sakti dan Pemberani (mungkin nama ini sekaligus menjelaskan kekayaan dan bentuk fisiknya). Orang Kayo Itam ini menikahi Putri dari Temenggung Merah Mato dari Sumatra Barat (Pagaruyung) yang bernama Putri Mayang Mangurai.

Sebagai Hadiah pernikahan, Mertuanya memberikan sepasang Angsa jantan dan betina serta Perahu Kajang Lako. Mereka disuruh untuk melepaskan Sepasang angsa tersebut ke sungai Batanghari dan mengikuti kemanapun kedua angsa tersebut berenang. Bila Angsa itu berhenti dan membuat sarang untuk bertelur, maka lokasi tempat berhentinya Angsa itu adalah lokasi untuk membentuk kerajaan baru. Singkat cerita, akhirnya mereka menemukan lokasi kerajaan baru tersebut yang kini dikenal sebagai Kota Jambi. Makanya Kota jambi dikenal juga sebagai Tanah Pilih.. ya, tanah yang dipilih oleh angsa..

Angso Duo atau Dua Angsa ciri khas hewan yang selalu tampak atau menghiasi daerah jambi. Ikon Angso Duo begitu akrab dengan masyarakat jambi. Patung yang melambangkan Angso Duo banyak terdapat dalam Propinsi jambi khususnya Kota Jambi.


Cerita Putri Tangguk

Putri Tangguk adalah seorang petani yang tinggal di Negeri Bunga Tanjung, Kecamatan Danau Kerinci, Provinsi Jambi, Indonesia. Ia memiliki sawah hanya seluas tangguk, [1] tetapi mampu menghasilkan padi yang sangat melimpah. Pada suatu hari, Putri Tangguk dikejutkan dengan sebuah peristiwa aneh di sawahnya. Ia mendapati tanaman padinya telah berubah menjadi rerumputan tebal. Mengapa tanaman padi Putri Tangguk secara ajaib berubah menjadi rumput? Temukan jawabannya dalam cerita Putri Tangguk berikut ini!

* * *

Alkisah, di Negeri Bunga, Kecamatan Danau Kerinci Jambi, ada seorang perempuan bernama Putri Tangguk. Ia hidup bersama suami dan tujuh orang anaknya. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia bersama suaminya menanam padi di sawahnya yang hanya seluas tangguk. Meskipun hanya seluas tangguk, sawah itu dapat menghasilkan padi yang sangat banyak. Setiap habis dipanen, tanaman padi di sawahnya muncul lagi dan menguning. Dipanen lagi, muncul lagi, dan begitu seterusnya. Berkat ketekunannya bekerja siang dan malam menuai padi, tujuh lumbung padinya yang besar-besar sudah hampir penuh. Namun, kesibukan itu membuatnya lupa mengerjakan pekerjaan lain. Ia terkadang lupa mandi sehingga dakinya dapat dikerok dengan sendok. Ia juga tidak sempat bersilaturahmi dengan tetangganya dan mengurus ketujuh orang anaknya.

Pada suatu malam, saat ketujuh anaknya sudah tidur, Putri Tangguk berkata kepada suaminya yang sedang berbaring di atas pembaringan.

“Bang! Adik sudah capek setiap hari menuai padi. Adik ingin mengurus anak-anak dan bersilaturahmi ke tetangga, karena kita seperti terkucil,” ungkap Putri Tangguk kepada suaminya.

“Lalu, apa rencanamu, Dik?” tanya suaminya dengan suara pelan.

“Begini Bang! Besok Adik ingin memenuhi ketujuh lumbung padi yang ada di samping rumah untuk persediaan kebutuhan kita beberapa bulan ke depan,” jawab Putri Tangguk.

“Baiklah kalau begitu. Besok anak-anak kita ajak ke sawah untuk membantu mengangkut padi pulang ke rumah,” jawab suaminya.

“Ya, Bang!” jawab Putri Tangguk.

Beberapa saat kemudian, mereka pun tertidur lelap karena kelelahan setelah bekerja hampir sehari semalam. Ketika malam semakin larut, tiba-tiba hujan turun dengan deras. Hujan itu baru berhenti saat hari mulai pagi. akibatnya, semua jalan yang ada di kampung maupun yang menuju ke sawah menjadi licin.

Usai sarapan, Putri Tangguk bersama suami dan ketujuh anaknya berangkat ke sawah untuk menuai padi dan mengangkutnya ke rumah. Dalam perjalanan menuju ke sawah, tiba-tiba Putri Tangguk terpelesat dan terjatuh. Suaminya yang berjalan di belakangnya segera menolongnya. Walau sudah ditolong, Putri Tangguk tetap marah-marah.

“Jalanan kurang ajar!” hardik Putri Tangguk.

“Baiklah! Padi yang aku tuai nanti akan aku serakkan di sini sebagai pengganti pasir agar tidak licin lagi,” tambahnya.

Setelah menuai padi yang banyak, hampir semua padi yang mereka bawa diserakkan di jalan itu sehingga tidak licin lagi. Mereka hanya membawa pulang sedikit padi dan memasukkannya ke dalam lumbung padi. Sesuai dengan janjinya, Putri Tangguk tidak pernah lagi menuai padi di sawahnya yang seluas tangguk itu. Kini, ia mengisi hari-harinya dengan menenun kain. Ia membuat baju untuk dirinya sendiri, suami, dan untuk anak-anaknya. Akan tetapi, kesibukannya menenun kain tersebut lagi-lagi membuatnya lupa bersilaturahmi ke rumah tetangga dan mengurus ketujuh anaknya.

Pada suatu hari, Putri Tangguk keasyikan menenun kain dari pagi hingga sore hari, sehingga lupa memasak nasi di dapur untuk suami dan anak-anaknya. Putri Tangguk tetap saja asyik menenun sampai larut malam. Ketujuh anaknya pun tertidur semua. Setelah selesai menenun, Putri Tangguk pun ikut tidur di samping anak-anaknya.

Pada saat tengah malam, si Bungsu terbangun karena kelaparan. Ia menangis minta makan. Untungnya Putri Tangguk dapat membujuknya sehingga anak itu tertidur kembali. Selang beberapa waktu, anak-anaknya yang lain pun terbangun secara bergiliran, dan ia berhasil membujuknya untuk kembali tidur. Namun, ketika anaknya yang Sulung bangun dan minta makan, ia bukan membujuknya, melainkan memarahinya.

“Hei, kamu itu sudah besar! Tidak perlu dilayani seperti anak kecil. Ambil sendiri nasi di panci. Kalau tidak ada, ambil beras dalam kaleng dan masak sendiri. Jika tidak ada beras, ambil padi di lumbung dan tumbuk sendiri!” seru Putri Tangguk kepada anak sulungnya.

Oleh karena sudah kelaparan, si Sulung pun menuruti kata-kata ibunya. Namun, ketika masuk ke dapur, ia tidak menemukan nasi di panci maupun beras di kaleng.

“Bu! Nasi dan beras sudah habis semua. Tolonglah tumbukkan dan tampikan padi!” pinta si Sulung kepada ibunya.

“Apa katamu? Nasi dan beras sudah habis? Seingat ibu, masih ada nasi dingin di panci sisa kemarin. Beras di kaleng pun sepertinya masih ada untuk dua kali tanak. Pasti ada pencuri yang memasuki rumah kita,” kata Putri Tangguk.

“Ya, sudahlah kalau begitu. Tahan saja laparnya hingga besok pagi! Ibu malas menumbuk dan menampi beras, apalagi malam-malam begini. Nanti mengganggu tetangga,” ujar Putri Tangguk.

Usai berkata begitu, Putri Tangguk tertidur kembali karena kelelahan setelah menenun seharian penuh. Si Sulung pun kembali tidur dan ia harus menahan lapar hingga pagi hari.

Keesokan harinya, ketujuh anaknya bangun dalam keadaan perut keroncongan. Si Bungsu menangis merengek-rengek karena sudah tidak kuat menahan lapar. Demikian pula, keenam anaknya yang lain, semua kelaparan dan minta makan. Putri Tangguk pun segera menyuruh suaminya mengambil padi di lumbung untuk ditumbuk. Sang Suami pun segera menuju ke lumbung padi yang berada di samping rumah. Alangkah terkejutnya sang Suami saat membuka salah satu lumbung padinya, ia mendapati lumbungnya kosong.

Baca Juga :  Bahaya Narkoba Bagi Pelajar

“Hei, ke mana padi-padi itu?” gumam sang Suami.

Dengan perasaan panik, ia pun memeriksa satu per satu lumbung padinya yang lain. Namun, setelah ia membuka semuanya, tidak sebutir pun biji padi yang tersisa.

“Dik…! Dik…! Cepatlah kemari!” seru sang Suami memanggil Putri Tangguk.

“Ada apa, Bang?” tanya Putri Tangguk dengan perasaan cemas.

“Lihatlah! Semua lumbung padi kita kosong. Pasti ada pencuri yang mengambil padi kita,” jawab sang Suami.

Putri Tangguk hanya ternganga penuh keheranan. Ia seakan-akan tidak percaya pada apa yang baru disaksikannya.

“Benar, Bang! Tadi malam pencuri itu juga mengambil nasi kita di panci dan beras di kaleng,” tambah Putri Tangguk.

“Tapi, tidak apalah, Bang! Kita masih mempunyai harapan. Bukankah sawah kita adalah gudang padi?” kata Putri Tangguk.

Usai berkata begitu, Putri Tangguk langsung menarik tangan suaminya lalu berlari menuju ke sawah. Sesampai di sawah, alangkah kecewanya Putri Tangguk, karena harapannya telah sirna.

“Bang! Pupuslah harapan kita. Lihatlah sawah kita! Jangankan biji padi, batang padi pun tidak ada. Yang ada hanya rumput tebal menutupi sawah kita,” kata Putri Tangguk.

Sang Suami pun tidak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya tercengang penuh keheranan menyaksikan peristiwa aneh itu. Dengan perasaan sedih, Putri Tangguk dan suaminya pulang ke rumah. Kakinya terasa sangat berat untuk melangkah. Selama dalam perjalanan, Putri Tangguk mencoba merenungi sikap dan perbuatannya selama ini. Sebelum sampai di rumah, teringatlah ia pada sikap dan perlakuannya terhadap padi dengan menganggapnya hanya seperti pasir dan menyerakkannya di jalan yang becek agar tidak licin.

“Ya… Tuhan! Itukah kesalahanku sehingga kutukan ini datang kepada kami?” keluh Putri Tangguk dalam hati.

Sesampainnya di rumah, Putri Tangguk tidak dapat berbuat apa-apa. Seluruh badannya terasa lemas. Hampir seharian ia hanya duduk termenung. Pada malam harinya, ia bermimpi didatangi oleh seorang lelaki tua berjenggot panjang mengenakan pakaian berwarna putih.

“Wahai Putri Tangguk! Aku tahu kamu mempunyai sawah seluas tangguk, tetapi hasilnya mampu mengisi dasar Danau Kerinci sampai ke langit. Tetapi sayang, Putri Tangguk! Kamu orang yang sombong dan takabbur. Kamu pernah meremehkan padi-padi itu dengan menyerakkannya seperti pasir sebagai pelapis jalan licin. Ketahuilah, wahai Putri Tangguk…! Di antara padi-padi yang pernah kamu serakkan itu ada setangkai padi hitam. Dia adalah raja kami. Jika hanya kami yang kamu perlakukan seperti itu, tidak akan menjadi masalah. Tetapi, karena raja kami juga kamu perlakukan seperti itu, maka kami semua marah. Kami tidak akan datang lagi dan tumbuh di sawahmu. Masa depan kamu dan keluargamu akan sengsara. Rezekimu hanya akan seperti rezeki ayam. Hasil kerja sehari, cukup untuk dimakan sehari. Kamu dan keluargamu tidak akan bisa makan jika tidak bekerja dulu. Hidupmu benar-benar akan seperti ayam, mengais dulu baru makan….” ujar lelaki tua itu dalam mimpi Putri Tangguk.

Putri Tangguk belum sempat berkata apa-apa, orang tua itu sudah menghilang. Ia terbangun dari tidurnya saat hari mulai siang. Ia sangat sedih merenungi semua ucapan orang tua yang datang dalam mimpinya semalam. Ia akan menjalani hidup bersama keluarganya dengan kesengsaraan. Ia sangat menyesali semua perbuatannya yang sombong dan takabbur dengan menyerakkan padi untuk pelapis jalan licin. Namun, apalah arti sebuah penyesalan. Menyesal kemudian tiadalah guna.

* * *

Demikian cerita Putri Tangguk dari Provinsi Jambi. Cerita di atas tergolong mitos yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Di kalangan masyarakat Jambi, mitos ini sering dijadikan nasihat orang tua kepada anak-anaknya agar tidak menyia-nyiakan padi.

Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah keburukan sifat sombong dan takabbur. Sifat ini tercermin pada sikap dan perilaku Putri Tangguk yang telah meremehkan padi dengan cara menyerakkannya di jalan yang licin sebagai pengganti pasir. Akibatnya, hidupnya menjadi sengsara karena padi-padi tersebut murka kepadanya.

Dari sini dapat dipetik sebuah pelajaran bahwa harta dan pekerjaan dapat membuat seseorang lalai, lengah, dan tidak waspada dalam berbuat, sehingga mengakibatkan kebinasaan dan malapetaka. Orang yang memiliki sifat-sifat tersebut biasanya akan menyadari kesalahannya setelah tertimpa musibah. Sebagaimana dikatakan dalam ungkapan Melayu, “ingat setelah kena” (Tennas Effendy, 1995: 87). Hal ini tampak pada sikap dan perilaku Putri Tangguk, yang baru menyadari dan menyesali semua perbuatannya setelah tertimpa musibah, yakni padi ajaib enggan untuk kembali dan tumbuh lagi di sawahnya.


Cerita Orang Kayo Hitam ~

Dia, Orang Kayo Hitam, seorang yang terkenal. Namun sebagai seorang raja, ayah beliau konon kabarnya berasal dari buah nyiur gading. Pada zaman dahulu di negeri Jambi ini, ada sebatang nyiur gading yang hanya berbuah lima. Kelima buah nyiur tersebut sampai batangnya tua tetap tidak gugur-gugur. Begitu batang nyiur tadi akan tumbang karena sudah sangat tua, yang rupanya masa hidupnya sudah berakhir, kelima buah nyiur tersebut gaib berubah menjadi manusia. Empat menjelma menjadi laki-laki, dan seorang perempuan. Lelaki yang tertua menjadi raja Mataram yang kedua raja di Jambi bernama Datuk Temenggung empat Tiang Bungkuk berkuasa di Ranah Minang, yang kelima, yang paling bungsu, seorang wanita bernama Puteri Mayang Mengurai.

Datuk Temenggung Mareha Mata kelak mempunyai lima orang anak. Yang tertua bernama Orang Kayo Hitam, yang kedua Orang Kayo Pinagi, ketiga Orang Kayo Gemuk, keempat Orang Kayo Padataran, dan yang paling bungsu seorang wanita bernama Puteri Pinang Masak. Pada masa itu negeri Jambi berhubungan baik dengan kerajaan Mataram.

Raja Mataram kebetulan berasal dari negeri Jambi sendiri, yang dahulunya penjelmaan buah nyiur gading. Sudah menjadi kebiasaan pada waktu itu, setiap tahun, Kerajaan Jambi mengirim upeti ke Mataram berupa pekasam keluang dan pekasam pacat. Tetapi ketika Orang Kayo Hitam naik takhta, kebiasaan itu dihentikannya. Tentu saja raja negeri Mataram sangat marah. Dan ketika itu baginda sudah tahu bahwa berbuat demikian ialah raja Jambi sendiri, yang bernama Orang Kayo Hitam, segeralah disusunnya suatu rencana untuk menyerang Jambi.

Untuk menyerang Jambi tidak mudah. Karena itu baginda mendirikan pusat latihan tentara di Mataram. Pelatih tentara yang dipersiapkan tersebut dipercayakan kepada sembilan orang hulubang yang dianggap tangguh. Di lain pihak untuk membunuh Orang Kayo Hitam, sengaja dibuat sebuah keris yang ditempa sembilan tempaan, dan harus selesai dikerjakan selama sembilan kali Jumat.

Orang Kayo Hitam, dalam pada itu, sudah tahu pula segala rencana pamannya raja Mataram tersebut. Maka dibulatkannya tekadnya untuk segera berangkat ke Mataram. Perlengkapan yang dibawanya, tombak bermata tiga berhulu tentang tenggeris bujang sebuah, jala sutera, seekor burung tiga warna, hitam, putih, dan merah.

Kelima barang tersebut ditaruhnya baik-baik di dalam perahu yang akan dipakainya untuk berlayar. Ikut bersama Orang Kayo Hitam ialah adiknya sendiri, Orang Kayo Pingai. Adiknya ini mempunyai sifat yang lain dari pada yang lain. Kalau sudah makan akan segera jatuh tertidur dengan pulasnya. Tak satu pekerjaan pun yang disenanginya. Dan memang ia tak suka bekerja.

Orang yang mengerti betul akan sifat-sifatnya ini hanyalah kakaknya sendiri. Orang Kayo Hitam. Kepada Orang Kayo Hitamlah semua kehendaknya dapat disalurkan. Orang Kayo Hitamlah dapat memberinya makan kenyang. Itulah sebabnya kemana saja Orang Kayo Hitam pergi. Orang Kayo Pingai telah turut pula. Ia tak hendak tahu sedikit pun dengan persoalan kakaknya itu, apalagi bila kakaknya dalam kesulitan.

Baru saja Orang Kayo Hitam sampai di pelabuhan Mataram, ia disambut dengan tembakan meriam. Tapi Orang Kayo Hitam yang sudah berubah rupa menjadi anak yang kudisan, tak cedera sedikit pun oleh tembakan tadi. Melihat keadaan yang demikian, baginda raja segera memerintahkan kesembilan hulubalangnya menangkap anak kecil yang baru datang itu. Tapi ketika mereka sampai dipelabuhan, bau busuk menusuk-nusuk hidung, menyebabkan mereka tak dapat mendekat ke perahu anak kecil tadi. Mereka pun kembali ke tempat raja di pemusatan latihan.

Baca Juga :  Penyimpangan Pada Orde Baru

Pada hari Jumat pertama, baginda raja bersama seorang mpu pandai besi telah berada di sebuah gua batu tempat yang letaknya oleh seorang jua pun. Maklumlah rahasia kegunaan keris yang akan dikerjakan mpu tersebut tak boleh diketahui oleh siapa saja. Ketika baginda telah meninggalkan gua batu, dan yang ada di dalamnya hanya mpu seorang, anak kecil kudisan tadi telah muncul begitu saja disana. Mpu pandai besi tadi sangat terkejut melihat kedatangan anak kecil yang tak diduga-duganya sebelum itu.

“Eh, mengapa engkau sampai di sini?” Mpu pandai besi bertanya kepada anak kecil kudisan yang telah berdiri dengan beraninya di dalam gua bersamanya. “Anak siapa engkau gerangan hingga tersesat sampai kemari ?”

“Hamba tidak tersesat, Mpu!”jawab anak tersebut. “Ketahuilah oleh Mpu, bahwa Mpu berada hamba pasti bersama Mpu pula. Yang ingin hamba tanyakan, apa yang sedang Mpu kerjakan di dalam gua batu ini seorang diri?”

“Tidakkah nampak olehmu bahwa aku sedang membuat keris? Keris ini terbuat dari besi yang diramu di sembilan desa, dan di tempa sembilan tempaan, yang harus selesai selama sembilan kali Jum’at, kata Mpu itu. “Untuk apa keris yang demikian aneh itu?”

Pertanyaan tersebut tidak dijawabnya sedikitpun oleh Mpu pandai besi itu. Ia tanpa menoleh meneruskan pekerjaannya. Mengetahui pertanyaannya tak akan dijawab oleh Mpu tua pandai besi tadi, segeralah ia minta diri. Sebentar kemudian ia telah sampai kembali di perahunya. Didapatinya adiknya Orang Kayo Pingai mendengkur tidur dengan nyenyaknya.

Semenjak itu, anak kecil tadi tak lagi pergi kemana-mana. Ia sudah tahu keris yang dikerjakan mpu tua akan selesai delapan kali Jum’at lagi. Waktunya dihabiskannya di perahu saja, bermain dengan kelima barang bawaannya yang dibawanya dahulu dari Jambi. Penduduk negeri Mataram tak hendak mendekat karena bau busuk selalu tercium dengan lantang dari perahu yang tertambat itu. Menurut perkiraan mereka pastilah anak kecil yang dihinggapi kudis ganas tersebut akan mati juga akhirnya seorang diri. Apa gunanya dijenguk kesana. Kalau penyakit tersebut sebangsa penyakit menular, tentu amat berbahaya untuk didekati. Biarlah anak tersebut mati menurut panggilan nasibnya. Ketika jangka sembilan Jum’at sudah tiba, anak kecil itu pergilah kembali ke gua batu tempat mpu sedang membuat keris dahulu.

“Ha, engkau sudah datang pula!” kata mpu pandai besi kepadanya.

“Apakah hamba tidak boleh melihat keris itu?” jawabnya. Kalau hamba boleh melihatnya, tentu boleh pula memegangnya agak sebentar,” kata anak itu lagi.

“Tidak boleh!” bentak mpu tersebut, “Nanti diketahui raja.”

“Tidak apa-apa, Mpu” kata anak itu, “Mana mungkin raja mengetahuinya. Kita hanya berdua saja di dalam gua ini.”

Begitulah anak lelaki kecil itu mengugut-ugut terus serta membujuk-bujuk mpu pembuat keris. Hingga akhirnya keris tersebut ditunjukkannya juga kepada anak kecil yang cerdik itu.

“Berapa upah yang Mpu terima dari raja untuk membuat keris ini!”

“Kulub” katanya kepada anak kecil setelah ia berada di perahu di pelabuhan. “Boleh tak boleh aku akan bersembunyi disini. Dapatkah engkau menerimaku?” “Tentu” jawab anak kecil diperahu tersebut. “Datuk dapat terbaring didalamnya. Percayalah kepada hamba, tak seorang pun yang akan dapat melihat Datuk.”

Anak kecil kudisan yang telah lama bermukim di pelabuhan tersebut mulai membersanilan diri pergi ke gelanggang tempat tentara Mataram melakukan latihan. Ketika ia sampai disana semua orang mengejeknya sejadi-jadinya. Kebanyakan di antara mereka marah kepada anak kecil tersebut. Anak kecil tadi dengan anak ayam jantan yang terkepit diketiaknya tidak berbuat sesuatu apa. Ia hanya berdiam diri saja, biarpun ejekan dan caci maki menjadi-jadi dilontarkan orang banyak. Kudis yang melekat ditubuhnya digaruk-garuknya juga, menyebarkan bau busuk, yang makin menimbulkan marah orang banyak.

“Baik kita bunuh anak kecil kudisan itu,” kata salah seorang hulubalang yang delapan kepada kawan-kawannya. “Apa yang engkau ketahui anak kecil?” serunya pula.

“Tak sesuatu pun yang hamba ketahui Datuk” jawab anak tersebut sambil menggaruk-garuk kudisnya.

“Kalau demikian mengapa engkau kemari?” bentak salah seorang hulubalang yang delapan.

“Hamba ingin bermain-main bersama ayam hamba ini,” jawab anak itu. Mendengar tutur anak kudisan itu tertawa semua orang yang ada di tempat latihan itu.

Seorang yang dikelihatannya amat garang, berkata dengan lantang, “Jawab pertanyaanku, bedebah! Kalau tidak engkau kubunuh. Permaianan apa yang engkau kuasai?”

“Hamba tak menguasai sesuatu permainan pun” jawabnya.

“Engkau pandai main ini” tanya hulubalang garang itu pula menirukan gerakan orang bersilat.

“Hamba tak pandai, Hamba hanya pandai sekedar memainkan kayu.

“Dimana engkau simpan kayumu itu? tanya hulubalang.

“Di dalam perahu di pelabuhan,” jawab anak itu.

Engkau tunggulah disini anak kotor!” kata hulubalang tersebut. “Biar kami yang akan mengambilnya.”

Maka pergilah hulubalang yang delapan ke pelabuhan menjemput kayu yang dikatakan anak kecil tadi. Tetapi alangkah kecewa mereka, karena yang mereka temukan hanya perahu kecil yang kosong. Mereka pun kembali ke tempat latihan dengan marah yang berapi-api. Ingin rasanya mereka hendak menghabisi anak kecil itu pada saat itu juga.

“Engkau betul-betul seorang pendusta besar!” bentak salah seorang hulubalang yang baru kembali bersama kawan-kawannya.”Engkau katakan kayumu di perahu, ternyata engkau hanya ingin mempermainkan kami. Engkau rupanya ingin mengacau. Baik engkau kami bunuh bersama ayammu sekali.”

“Ayam hamba ini pandai berkokok!” jawab anak kecil itu tanpa menaruh rasa takut sedikit jua pun. “Kalau hendak mencoba boleh kita coba.” Kemudian dihamburkannya anak ayam kecil itu… cikcikeiaaaap, ayam itu berkokok dengan lucunya. Semua orang terdiam keheranan. “Nah, hanya demikianlah kepandaian hamba, Tuk”

Para hulubalang pelatih tentara banyak tadi, sangat marah menyaksikan gelagat anak kecil yang menjengkelkan mereka. Serentak mereka menyeret anak tersebut menuju pelabuhan. Di kapalnya teracung mata-mata pedang yang berkilat-kilat tertimpa cahaya matahari.

Tunggulah sebentar!” kata anak lelaki tersebut kepada kedelapan hulubalang yang memuncak amarah mereka. “Simpanlah dahulu semua pedang Datuk-datuk”. Ia pun mengikatkan ayamnya ketiang layar perahunya.

“Sekali ini engkau benar-benar kami bunuh”’ bentak pemimpin hulubalang tersebut. “Engkau telah mempermainkan kami.

“Inilah kayu yang Datuk-datuk pinta” jawabnya. Serentak dengan itu dilibaskannya tangkai tombaknya kepada hulubalang delapan yang mengelilinginya sehingga mati semua.

Setelah semua hulubalang tersebut tewas semuanya, ia langsung melenting kedaratan dan bergegas ke tempat latihan. Dia mengamuk dan menewaskan semua tentara yang sedang berlatih disana. Dihabiskannya dalam waktu yang cukup pendek. Tinggallah sekarang raja seorang diri, dengan memendam rasa marah. Tak diketahui baginda bahwa anak kecil tersebut anak kemenakannya sendiri.

“Engkau mungkin berhajat hendak menguasai kerajaanku. Buyung!” kata baginda dengan marah. “Tapi ketahuilah olehmu bahwa selagi hayatku masih ada tak mungkin kuserahkan kepadamu.”

Anak kecil tersebut tidak tersinggung mendengar ucapan pamannya. Dibujuknya juga pamannya supaya jangan terlanjur begitu. Tetapi raja Mataram nampaknya tak memperdulikan sedikit jua pun bujukan tersebut. Bahkan baginda tiba-tiba menangkap dan menghempaskannya. Tujuh hari tujuh malam lamanya.

Dilanjutkannya menggunakan senjata tujuh hari tujuh malam pula. Namun semua senjata patah-patah, anak kecil tersebut belum juga cedera. Ia malahan belum membalas. Kemudian ia direndam pula dalam sumur selama tujuh hari tujuh malam, namun ia belum juga binasa, dan ia belum juga melawan.


Datuk Darah Putih

Dahulu di Jambi, ada sebuah kerajaan yang memiliki hulubalang bernama Datuk Darah Putih. karena jika dia terluka, darah yang keluar akan berwarna putih. Ia hulubalang yang jujur, pandai, dan berani. Suatu hari, Raja memerintahkan Datuk Darah Putih membentuk pasukan inti kerajaan. Dalam waktu singkat, Datuk Darah Putih berhasil mengumpulkan puluhan prajurit pilihan, lalu melatih kemampuan perang mereka. setahun berlatih, seluruh anggota pasukan inti telah menjadi prajurit yang tangguh dan pemberani.

Baca Juga :  Sikap Positif Terhadap Pancasila

Raja pun memerintahkan datuk untuk berperang. seluruh pasukan bersiap dengan segala peralatan perang. Keesokan harinya, Datuk Darah Putih bersama pasukannya berangkat ke Pulau Berhala dengan menggunakan tiga buah jongkong (perahu) besar. istri Datuk Darah Putih yang sedang hamil tua, ikut mengantar pasukan kerajaan tersebut sampai ke pelabuhan.

Beberapa saat kemudian, ketiga jongkong tersebut berlayar menuju ke Pulau Berhala. Setelah Datuk Darah Putih dengan pasukannya sampai di Pulau Berhala, mereka langsung mengatur strategi, membuat benteng-benteng pertahanan, dan tempat pengintaian. Keesokan harinya, tampak dari kejauhan iring-iringan kapal pasukan Belanda akan memasuki Selat Berhala.

Ketika iring-iringan kapal Belanda memasuki Selat Berhala, ketiga jongkong pasukan kerajaan langsung meluncur ke arah kapal-kapal Belanda. Saat jongkong-jongkong tersebut merapat, Datuk Darah Putih beserta pasukannya segera berlompatan masuk ke dalam kapal-kapal Belanda sambil menebaskan pedang dan menusukkan keris ke arah musuh. Pasukan Belanda yang mendapat serangan mendadak itu menjadi panik. Mereka tidak sempat lagi menggunakan bedil mereka. Untuk mengimbangi serangan dari pasukan kerajaan, mereka menggunakan pedang panjang. Namun karena dalam keadaan tidak siaga, mereka pun tidak berdaya dan menagaku kalah. Pasukan Datuk Darah Putih merayakan kemenangan itu.

Tiga hari kemudian, tampak iring-iringan tiga kapal besar dengan jumlah serdadu yang lebih banyak sedang memasuki Selat Berhala. Namun, hal itu tidak membuat Datuk Darah Putih gentar. Ia pun segera menyiapkan pasukannya untuk menghadang mereka. Pasukan Datuk Darah Putih segera menaiki jongkong-jongkong lalu meluncur dan merapat ke kapal-kapal Belanda. Kali ini, mereka menghadapi musuh yang lebih berat. Jumlah pasukan Belanda lebih banyak dibanding pasukan kerajaan, sehingga pertempuran itu tampak tidak seimbang. Di haluan kapal, tampak Datuk Darah Putih dikeroyok oleh tiga orang serdadu Belanda.

Tidak lama, ia pun mulai terdesak dan tiba-tiba lehernya tersabet pedang seorang serdadu Belanda. Keluarlah darah putih dari lehernya itu,tapi ia tetap melakukan perlawanan. Namun pada akhirnya mereka mumdur ke pulau Berhala Datuk Darah Putih segera mendapatkan perawatan. Sesampainya di sana, ia didudukkan di tempat yang aman dan tersembunyi. Para prajurit telah berusaha menutup luka pimpinannya, namun darah putih tetap saja keluar.

“Tolong carikan aku batu sengkalan untuk menutupi luka di leherku ini!” perintah Datuk Darah Putih. Dengan sigap, salah seorang prajurit segera mencari batu itu. Tidak berapa lama, prajurit itu pun kembali membawa sebuah anak batu sengkalan yang tipis, lalu menempelkannya pada luka di leher Datuk Darah Putih. Darah putih itu pun berhenti seketika. Begitu lukanya tertutup batu sengkalan, Datuk Darah Putih bangkit, lalu melompat ke atas jongkong. Meskipun masih terluka, Datuk Darah Putih mampu melakukan perlawanan. Tidak berapa lama, akhirnya seluruh serdadu Belanda tewas. Namun, di balik kemenangan itu tersimpan rasa sedih melihat keadaan Datuk Darah Putih yang terluka parah. Mereka pun kembali ke benteng pertahanan di Pulau Berhala sambil memapah Datuk Darah Putih.


Cerita Putri Cermin Cina

Alkisah Pada Jaman dahulu kala di daerah Jambi ada sebuah negeri yang dipimpin oleh seorang Raja yang bernama Sutan Mambang Matahari. Sutan memiliki seorang anak laki-laki bernama Tuan Muda Selat serta seorang anak perempuan bernama Putri cermin Cina. Tuan Muda Selat adalah pemuda yang rupawan tapi sifatnya sedikit ceroboh. Sementara Putri Cermin Cina merupakan seorang putri yang cantik jelita, baik hati, dan lemah lembut.

Cerita Rakyat Jambi

Pada suatu hari, datanglah saudagar muda ke daerah tersebut, saudagar muda itu bernama Tuan Muda Senaning. Pertama-tama tujuan Tuan Muda Senaning hanya untuk berdagang, tapi saat penjamuan makan Tuan Muda Senaning bertamu dengan Putri Cermin Cina. Pada saat itu Tuan Muda Senaning jatuh hati pada Putri Cermin Cina. Demikian juga, diam-diam Putri Cermin Cina juga menaruh hati pada Tuan Muda Senaning. Putri Cermin Cina menyarankan untuk Tuan Muda Senaning untuk datang kepada ayahandanya Sutan Mambang Matahari untuk melamarnya.

Tak lama kemudian tuan Muda Senaning datang menghadap Sutan Mambang Matahari untuk melamar Putri Cermin Cina. Sutan Mambang Matahari dengan senang hati menerima lamaran Tuan Muda Senaning karena memang Tuan Muda Senaning memiliki pribadi yang baik dan sopan. Namun Sutan Mambang Matahari terpaksa menunda pernikahan Tuan Muda Senaning dengan Putri Cermin Cina selama 3 bulan karena Sutan harus berlayar untuk mencari bekal pesta pernikahan putrinya. Sebelum berangkat berlayar, Sutan Mambang Matahari berpesan kepada Tuan Muda Selat untuk menjaga adiknya dengan baik.

Pada suatu hari, ketika keberangkatan Sutan Mambang Matahari, Tuan Muda Senaning dan Tuan Muda Selat asyik bermain gasing di halaman istana. Mereka tertawa tergelak-gelak makin lama makin asyik sampai  orang yang memdengar juga turut tertawa senang. Hal tersebut membuat Putri Cermin Cina penasaran dan ingin melihat keasyikan kakaknya dan calon suaminya, dia melihat dari jendela. Kehadiran Putri Cermin Cina terlihat oleh 2 orang itu, sambil menoleh kearah jendela, Tuan Muda Senaning melepas tali gasingnya dan Gasing Tuan Muda Senaning mengenai gasing Tuan Muda Selat. Karena berbenturan keras sama keras, gasing Tuan Muda Selat melayang dan terlempar tinggi.

Gasing itu terlempar kearah Putri Cermin Cina yang melihat dari jendela. Gasing tersebut berputar diatas kening Putri Cermin Cina. Putri Cermin Cina pun menjerit kesakitan Kening Putri Cermin Cina berlumuran darah, dia lalu jatuh ke lantai tak sadarkan diri. Semua orang panik serta berusaha menolong Putri Cermin Cina. Tapi takdir berkata lain, Putri yang cantik jelita tersebut akhirnya menghembuskan nafas yang terakhir.

Tuan Muda Senaning sangat merasa bersalah karena kematian Putri Cermin Cina, dia menjadi putus asa serta gelap mata. Dia melihat 2 tombak bersilang di dinding, dengan cepat tombak itu di tarik serta di tancapkan ke tanah dengan posisi mata tombak menghadap ke atas. Lalu Tuan Muda Senaning melompat kearah mata tombak dan seketika itu mata tombak menembus perutnya sampai punggungnya. Kemudian Tuan Muda Senaning meninggal untuk menyusul Putri Cermin Cina.

Semua warga membantu mengurus 2 jenazah orang yang saling jatuh cinta tersebut. Tuan Muda Selat begitu kalut serta bingung. Ayahandanya pasti marah besar kalau mengetahui kejadian tersebut. Kedua jenazah tersebut akhirnya dikuburkan. Jenazah putri Cermin Cina dikubur di tepi sungi, Sementara jenazah Tuan Muda Senaning dibawa anak buahnya ke kapal, dan kapal tersebut berlayar ke seberang. Jenazah Tuan Muda Senaning dikuburkan di tempat tersebut diberi nama dusun Senaning.

Tuan Muda Selat pun merasa bersalah karena kematian adik tercintanya, dia selalu menyalahkan dirinya karena gasingnya, Putri Cermin Cina meninggal dunia. Kemudian Tuan Muda Selat pergi meninggalkan negerinya bersama orang-orang kampung. Orang-orang yang ikut dengannya ditinggal di sebuah tempat dan tempat itu di sebut Kampung Selat. Tapi Tuan Muda Selat pergi tanpa mempunyai tujuan yang jelas.

Tidak lama kemudian Sutan Mambang Matahari sampai di kampungnya. Sutan bingung karena kampungnya begitu sepi, dia menuju istanan tapi hanya tersisa beberapa orang yang menjaga istana beberapa orang yang menjaga istana. Setelah Sutan tau tentang kejadian sebenarnya, Sutan Mambang Matahari merasa sedih, kemudian dia beserta pengikutnya pergi meninggalkan kampungnya, mereka pergi ke dusun seberang serta mendirikan kampung disana. Kampung tersebut terletak diantara kubur Tuan Muda Senaning, dan kapal Tuan Muda Selat Kampung tersebut bernama Dusun Tengah Lubuk Ruso.

demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Cerita Rakyat Jami : Asal Usul Angso Duo, Putri Tangguk, Orang Kayo Hitam, Datuk Darah Putih, Putri Cermin Cina, semoga aritiekel ini bermanfaat bagi anda semuanya.

Posting pada SD