Budaya Politik Di Indonesia

Diposting pada

Pengertian Budaya Politik

Budaya Politik adalah pola perilaku sebuah masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat di setiap harinya.

Budaya Politik

Ciri-ciri Budaya Politik

  • Adanya sebuah sistem yang mengatur kekuasaan, contohnya undang-undang dan konstitusi.
  • Adanya kegiatan partai politik sebagai bentuk partisipasi masyarakat di bidang politik.
  • Adanya gejolak dan tanggapan dari masyarakat tentang pembuatan kebijakan dan penyelenggaraan pemerintahan.
  • Adanya sistem pengalokasian sumber daya masyarakat.

Macam-macam Bentuk Budaya Politik


  • Budaya Politik Parokial

Budaya politik parokial ditandai dengan rendahnya minat, wawasan, serta partisipasi masyarakat pada semua hal yang berhubungan dengan politik dan penyelenggaraan pemerintahan. Contoh budaya politik parokial bisa ditemukan pada masyarakat pedalaman yang masih menganut sistem adat dan kepercayaan tradisional yang dipimpin oleh ketua adat dan para tetua.

Ciri-ciri:

  • Ruang lingkup terbatas.
  • Anggota masyarakat sama sekali tidak ada minat pada hal-hal yang berhubungan dengan politik dan pemerintahan.
  • Tidak adanya peranan politik yang bersifat eksklusif.
  • Anggota masyarakat tidak mempunyai pengetahuan mengenai adanya kewenangan pusat yang dikendalikan oleh pemerintah.
  • – Masyarakat tidak mempunyai ekspektasi apapun pada sistem politik.
  • – Sistem politiknya bersifat afektif.

  • Budaya Politik Kaula

Berbanding terbalik dengan masyarakat yang menganut budaya politik parokial, masyarakat budaya politik kaula bisa dikatakan mempunyai pengetahuan umum pada politik dan penyelenggaraan pemerintahan. Hanya saja, partisipasi masyarakat dalam tipe budaya politik tersebut masih terbilang cukup rendah. Masyarakat yang menganut budaya politik parokial patuh pada peraturan pemerintah, Tetapi banyak yang tidak melibatkan dirinya secara langsung dalam kegiatan politik seperti pemilihan umum.

Ciri-ciri:

  • Masyarakat tau akan adanya otoritas dari pemerintah,
  • Masyarakat cenderung patut pada aturan apapun yang dibuat pemerintah dan enggan memberikan kritik atau masukan pada penyelenggaraan pemerintahan yang membuat kebijakan.
  • Sikap masyarakat yang cenderung pasif dalam berbagai macam kegiatan politik.
  • Tingkat ekonomi dan sosial masyarakat tergolong maju, tetapi partisipasi dalam kegiatan politik masih dibilang rendah.

  • Budaya Politik Partisipan

Tipe budaya politik yang satu ini bisa dikatakan sebagai budaya politik yang paling ideal di antara tipe yang lainnya. Kesadaran masyarakat pada politik dan pemerintahan relatif tinggi dan ditandai dengan partisipasi aktif masyarakat dalam hal pembuatan kebijakan dan pemilihan pemimpin. Masyarakat dalam sistem budaya politik partisipan tau bahwa sekecil apapun partisipasi yang diberikan masyarakat dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan bisa memberikan dampak yang besar bagi keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara. Intinya, masyarakat dalam budaya politik kaula tau sepenuhnya tentang adanya sistem politik serta otoritas yang mengelolanya.

Baca Juga :  Cara Kerja Enzim

Ciri-ciri:

  • Warga paham akan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara,
  • Warga cenderung lebih kritis dalam menanggapi di setiap kebijakan yang diambil pemerintah serta perilaku para pemegang kekuasaan.
  • Warga tau bahwa dirinya mempunyai kekuatan dan hak untuk menyetujui atau tidak menyetujui sebuah kebijakan yang diterapkan pemrerintah.
  • Munculnya keinginan masyarakat untuk ikut berperan dalam kegiatan politik, misalnya bergabung ke dalam sebuah organisasi politik.
  • Hubungan pemerintah dan warga negara bisa dikatakan harmonis.

Budaya Politik Di Indonesia


  1. Adanya Sistem Hierarki

Sistem hierarki biasanya banyak ditemukan pada kelompok masyarakat atau suku yang menganut sistem patriarki contohnya masyarakat Jawa. Hierarki pada masyarakat ini ditandai dengan adanya stratifikasi sosial yaitu penguasa dan rakyat kebanyakan. Kedua lapisan stratifikasi sosial ini dipisahkan oleh tatanan hierarki yang ketat, contohnya pola perilaku dan cara berbicara. Para penguasa atau golongan kelas atas bisa memakai bahasa yang kasar pada masyarakat golongan kedua. Sebaliknya, masyarakat golongan kedua dituntut untuk bisa mengendalikan tingkah laku dan cara bicara mereka saat berhadapan dengan golongan atas.


  1. Kecenderungan Patronase

Kecenderungan patonase mempunyai arti hubungan politik yang bersifat individual; misalnya bisa ditemukan pada hubungan antara patron dan klien. Patron adalah istilah bagi golongan yang mempunyai sumber daya berupa kekuasaan, jabatan, dan materi, sedangkan klien mempunyai sumber daya yang berupa tenaga, loyalitas, dan dukungan. Patron mempunyai sumber daya lebih besar sebab dapat menguasai klien dan menciptakan ketergantungan pada diri klien atas sumber daya berupa kuasa yang dimiliki patron.


  1. Kecenderungan Neo-Patrimonisalistik

Budaya politik di Indonesia pun menunjukkan adanya kecenderungan ke arah neo-patrimonisalistik yang merujuk pada bentuk eksistensi budaya serta tradisi bangsa di tengah kemunculan ideologi modern contohnya demokrasi beserta segala atributnya, salah satunya ialah birokrasi.


Komponen-Komponen Budaya Politik

Seperti dikatakan oleh Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr., bahwa budaya politik merupakan dimensi psikologis dalam suatu sistem politik. Maksud dari pernyataan ini menurut Ranney, adalah karena budaya politik menjadi satu lingkungan psikologis, bagi terselenggaranya konflik-konflik politik (dinamika politik) dan terjadinya proses pembuatan kebijakan politik. Sebagai suatu lingkungan psikologis, maka komponen-komponen berisikan unsur-unsur psikis dalam diri masyarakat yang terkategori menjadi beberapa unsur.

Menurut Ranney, terdapat dua komponen utama dari budaya politik, yaitu orientasi kognitif (cognitive orientations) dan orientasi afektif (affective oreintatations). Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen obyek politik sebagai berikut.

Orientasi kognitif :  yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.

Baca Juga :  Akulturasi Kebudayaan Islam

Orientasi afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan pe-nampilannya.

Orientasi evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.


Proses Sosialisasi Politik

Perkembangan sosiologi politik diawali pada masa kanak-kanak atau remaja. Hasil riset David Easton danRobert Hess mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, belajar politik dimulai pada usia tiga tahun dan menjadi mantap pada usia tujuh tahun. Tahap lebih awal dari belajar politik mencakup perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan,, seperti “keterikatan kepada sekolah-sekolah mereka“, bahwa mereka berdiam di suatu daerah tertentu.

Anak muda itu mempunyai kepercayaan pada keindahan negerinva, kebaikan serta kebersihan rakyatnya. Manifestasi ini diikuti oleh simbol-simbol otoritas umum, seperti agen polisi, presiden, dan bendera nasional. Pada usia sembilan dan sepuluh tahun timbul kesadaran akan konsep yang lebih abstrak, seperti pemberian suara, demokrasi, kebebasan sipil, dan peranan warga negara dalam sistem politik.

Sosialisasi politik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses dengan jalan mana orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi pada politik.  Adapun sarana alat yang dapat dijadikan sebagai perantara/sarana dalam sosialisasi politik, antara lain :

  • Keluarga (family)

Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien dan efektif adalah di dalam keluarga. Di mulai dari keluarga inilah antara orang tua dengan anak, sering terjadi “obrolan”  politik ringan tentang segala hal, sehingga tanpa disadari terjadi tranfer pengetahuan dan nilai-nilai politik tertentu yang diserap oleh si anak.


  • Sekolah

Di sekolah melalui pelajaran civics education (pendidikan kewarganegaraan), siswa dan gurunya saling bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang mengandung nilai-nilai politik teoritis maupun praktis. Dengan demikian, siswa telah memperoleh pengetahuan awal tentang kehidupan berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis.


  • Partai Politik

Salah satu fungsi dari partai politik adalah dapat memainkan peran sebagai sosialisasi politik. Ini berarti partai politik tersebut setelah merekrut anggota kader maupun simpati-sannya secara periodik maupun pada saat kampanye, mampu menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu generasi ke generasi berikutnya. Partai politik harus mampu men-ciptakan “image” memperjuangkan kepentingan umum, agar mendapat dukungan luas dari masyarakat dan senantiasa dapat memenangkan pemilu.

Khusus pada masyarakat primitif,  proses sosialisasi terdapat banyak perbedaan. Menurut Robert Le Vineyang telah menyelidiki sosialisasi di kalangan dua suku bangsa di Kenya Barat Daya: kedua suku bangsa tersebut merupakan kelompok-kelompok yang tidak tersentralisasi dan sifatnya patriarkis. Mereka mempunyai dasar penghidupan yang sama dan ditandai ciri karakteristik oleh permusuhan berdarah. Akan tetapi, suku Neuer pada dasarnya bersifat egaliter (percaya semua orang sama derajatnya) dan pasif, sedangkan suku Gusii bersifat otoriter dan agresif. Anak dari masing-masing suku didorong dalam menghayati tradisi mereka masing-masing.

Baca Juga :  Kebijakan Tanam Paksa


Pentingnya Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik

Masalah sentral sosiologi politik dalam masyarakat berkembang ialah menyang­kut perubahan. Hal ini dilukiskan dengan jelas oleh contoh negara Turki, di mana satu usaha yang sistematis telah dilakukan untuk mempengaruhi maupun untuk mempermudah mencocokkan perubahan yang berlangsung sesudah Perang Dunia Pertama. Mustapha Kemal (Kemal Ataturk) berusaha untuk memodernisasi Turki, tidak hanya secara material, tetapi juga melalui proses-proses sosialisasi. Contoh yang sama dapat juga dilihat pada negara Ghana.

Menurut Robert Le Vine, terdapat 3 (tiga) faktor masalah penting dalam sosialisasi politik pada masyarakat berkembang, yaitu sebagai berikut :

  1. Pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang dapat melampauikapasitas mereka untuk “memodernisasi” keluarga tradisonal lewat indus­trialisasi dan pendidikan.
  2. Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilaitradisional antara jenis-jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada nilai tradisonal. Namun, si Ibu dapat memainkan satu peranan penting pada saat sosialisasi dini dari anak.
  3. Adalah mungkin pengaruh urbanisasi,yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan perkasa untuk menumbangkan nilai-nilai tradisional. Paling sedikitnya secara parsial juga terimbangi oleh peralihan dari nilai-nilai ke dalam daerah-daerah perkotaan, khususnya dengan pembentukan komunitas­komunitas kesukuan dan etnis di daerah-daerah ini.

Peran Serta Budaya Politik Partisipan


  • Pengertian Partisipasi Politik

Pembahasan tentang budaya politik tidak terlepas dari partisipasi politik warga negara. Partisipasi politik pada dasarnya merupakan bagian dari budaya politik, karena keberadaan struktur-struktur politik di dalam masyarakat, seperti partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan dan media masa yang kritis dan aktif. Hal ini merupakan satu indikator adanya keterlibatan rakyat dalam kehidupan politik (partisipan).


  • Konsep Partisipasi Politik

Dalam ilmu politik, dikenal adanya konsep partisipasi politik untuk memberi gambaran apa dan bagaimana tentang partisipasi politik. Dalam perkembangannya, masalah partisipasi politik menjadi begitu penting, terutama saat mengemukanya tradisi pendekatan behavioral (perilaku) dan Post Behavioral (pasca tingkah laku). Kajian-kajian partisipasi politik terutama banyak dilakukan di negara-negara berkembang, yang pada umumnya kondisi partisipasi politiknya masih dalam tahap pertumbuhan.

Dalam ilmu politik sebenarnya apa yang dimaksud dengan konsep partisipasi politik ? siapa saja yang terlibat ? apa implikasinya ? bagaimana bentuk praktik-praktiknya partisipasi politik ? apakah ada tingkatan-tingkatan dalam partisipasi politik ? beberapa pertanyaan ini merupakan hal-hal mendasar yang harus dijawab untuk mendapat kejelasan tentang konsep partisipasi politik.

Berdasarkan beberapa defenisi konseptual partisipasi politik yang dikemukakan beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara substansial menyatakan bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan termanifestasikan dalam kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan, atau tidak menekankan pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi politik dilakukan oleh warga negara preman atau masyarakat biasa, sehingga seolah-olah menutup kemungkinan bagi tindakan-tindakan serupa yang dilakukan oleh non-warga negara biasa.


demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Budaya Politik Di Indonesia : Pengertian, Ciri, Macam, Komponen, Proses, Peran, dan Kepentingan Pengembangan, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.

Posting pada SD