Cerita Batu Batangkup

Diposting pada

Pengertian dan Lokasi Batu Bantakup

Batu belah merupakan sebuah batu besar yang terletak lebih kurang 35 km dari Takengon tepatnya di desa “Penarun”, Kabupaten Aceh Tengah. Konon ceritanya batu ini dapat menelan siapa saja yang bernyanyi menggunakan bahasa gayo didekatnya dan batu itu akan terbelah dan menarik orang tersebut kedalamnya. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat.


Sejarah Batu Bantakup

Dahulu kala di desa penarun  hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari seorang ayah,ibu dan dua orang anaknya. anak yang sulung berusia 7 tahun, sedangkan adik nya masih balita. kehidupan keluarga itu sangat miskin, mata pencaharian sang ayah adalah bertani. pada waktu senggang setelah mengerjakan sawahnya, sang ayah selalu berburu ke hutan.

Ketika saat makan siang tiba, si anak sulung merajuk karena tidak ada ikan sebagai lauk nasinya. anak itu terus merengek rengek, sehingga membuat sang ibu menjadi sedih dan memerintahkan si anak mengambil sendiri belalang yang berada di lumbung. Kemudian pergilah si anak ke lumbung dengan hati yang gembira untuk mengambil beberapa ekor belalang.

Tetapi ketika ia membuka pintu lumbung, belalang tersebut berterbangan, dengan girangnya si anak menangkap beberapa ekor belalang yang hendak di serahkan ke ibunya agar dimasak sebagai lauk pada siang itu. sehingga ia lupa untuk menutup lumbung tersebut kembali menyebabkan semua belalang yang ada di dalam lumbung terbang ke luar semuanya.

Ketika sang ayah pulang berburu, ia kelihatan amat lelah dan kesal, karena seharian berburu ke hutan dan tidak mendapatkan hasil buruan seekor hewan pun yang bisa menjadi santapan mereka. Kekesalan dan kecewaanya itu berubah menjadi kemarahan ketika istrinya mengatakan bahwa semua belalang yang ada di lumbung lepas terbang.

Si ayah sangatlah marah mengingat sangat lama ia mengumpulkan belalang-belalang tersebut, dan sekarang semuanya lenyap, hilang karena kelalaian sang istri dan anaknya. Dalam keadaan lupa diri, sang ayah memukuli ibu dari anak-anaknya sampai babak belur kemudian menyeretnya ke luar rumah dan si ayah mengambil parang yang berada dekatnya dan memotong payudara ibu dari anak nya itu.


Cerita Legenda Batu Batangkup Dari Riau

Alkisah, di suatu dusun di Indragiri Hilir, Riau hiduplah seorang janda tua bernama Mak Minah. dia hidup bersama ke-3 anaknya. Anak pertama dan keduanya adalah laki-laki, bernama Utuh dan Ucin. Sementara anak ke-3 adalah seorang perempuan, bernama Diang.

Cerita Batu Batangkup

Sejak suaminya wafat, Mak Minah-lah yang bekerja keras untuk menghidupi ketiga anaknya itu. Walaupun sudah tua, Mak Minah masih bersemangat dan bekerja keras. Setiap pagi, dia telah bangun memasak dan mencuci. Sesudah pekerjaan rumah beres, Mak Minah segera berangkat ke hutan untuk mencari kayu bakar untuk dijual ke pasar. Hasil penjualannya tersebut yang dipakai untuk memenuhi kebutuhannya dan ke-3 anaknya.

Ketika Ketiga anak Mak Minah masih kanak-kanak Mereka sangat nakal dan pemalas. Sehari-hari mereka kerjanya hanya bermain. Mereka tak pernah membantu ibunya yang sudah tua dan mulai sakit-sakitan. Mereka tak merasa iba melihat ibunya setiap hari bekerja keras mencari nafkah untuk menghidupi mereka. Bahkan mereka sering membantah nasihat ibunya sampai membuat Mak Minah bersedih.

Pada suatu sore ke-3 anak Mak Minah sedang asyik bermain tak jauh dari rumah mereka. Utuh, Ucin, Diang ! teriak Mak Minah memanggil ke-3 anaknya. Walaupun mereka sudah mendengar panggilan ibunya, ke-3 anak itu diam saja. Anak-anakku, Pulanglah! Hari sudah sore, kata Mak Minah.

Ke-3 anak itu masih asyik bermain tanpa menghiraukan panggilan emaknya. Tidak lama kemudian, Mak Minah kembali memanggil mereka. Utuh, Ucin, Diang! Pulanglah! Hari telah gelap. Hari ini ibu kurang enak badan. Masaklah untuk makan malam!” kata Mak Minah. Setelah panggil kepada ke-3 anaknya, Mak Minah kembali merebahkan tubuhnya yang lemas ke kasur. Setelah menunggu beberapa saat, ke-3 anaknya masih saja asyik bermain. Mereka tak menghiraukan panggilan ibunya. Beberapa saat menunggu, saat anaknya tidak mau berhenti bermain. Akhirnya, Mak Minah pergi ke dapur untuk memasak, walaupun badannya sangat lemas.

Tidak lama kemudian makanan sudah siap. Mak Minah kembali memanggil ke-3 anaknya. Utuh, Ucin, Diang Pulanglah, Nak! Makan malam kalian telah Emak siapkan. Setelah mendengar makan malam mereka siap, baru mereka pergi dan berhenti bermain. Kemudian, ke-3 anak tersebut, langsung menuju ke dapur menyantap makanan yang telah disiapkan ibunya. Dengan lahapnya, mereka menghabiskan semua makanan itu tidak menyisakan sedikitpun untuk ibunya. Setelah mereka makan, bukannya membantu emaknya mencuci piring mereka malah kembali bermain.

Malam semakin larut Sakit Mak Minah malah semakin parah. Semua badannya terasa pegal-pegal dan sangat lemah karena kecapean bekerja seharian. Utuh, Ucin, Diang! Tolong pijitin Emak, Nak! kata Mak Minah memanggil anaknya. Tapi, anak-anaknya pura-pura tak mendengar Mereka tetap saja bermain sampai larut malam tanpa kenal waktu.

Mak Minah sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi, kecuali meratapi nasibnya. Ya Tuhan, tolonglah hamba! Sadarkanlah ke-3 anak-anakku, supaya mereka mau perduli pada ibunya yang tak berdaya ini,Mak Minah berdoa sambil meneteskan air mata  Setelah berdoa, Mak Minah pun tertidur lelap.

Baca Juga :  Pengertian Mandiri

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Mak Minah telah bangun memasak nasi dan lauk yang banyak untuk anak-anaknya. Usai itu, tanpa memberitahu anaknya Mak Minah pergi ke tepian sungai di dekat gubuknya. Dia mendekati sebuah batu yang konon dapat berbicara seperti manusia. Batu itu juga dapat membuka dan menutup seperti kerang,Orang-orang menyebutnya dengan nama Batu Batangkup.

Di depan batu tersebut, Mak Minah berlutut dan memohon kepada batu itu supaya menelan dirinya. Wahai Batu Batangkup, telanlah aku. aku sudah tidak sanggup lagi hidup bersama ke-3 anak saya yang tak mau mendengar nasihat, kata Mak Minah.

Apakah kau tak menyesal, Mak Minah? kata Batu Batangkup. Lalu, bagaimana nasib ke-3 anakmu?”Batu Batangkup kembali bertanya.

Biarlah mereka hidup sendiri tanpa saya. Mereka juga sudah tak mau perduli pada saya, jawab Mak Minah.

Baiklah, bila itu yang kau inginkan  kata Batu Batangkup.

Dalam waktu sekejap, Batu Batangkup langsung menelan tubuh Mak Minah dan hanya menyisakan rambutnya yang panjang sampai masih tampak di luar.

Sementara itu, saat hari menjelang sore, ke-3 anak Mak Minah pulang dari bermain. Mereka bergegas menyantap makanan yang telah disiapkan Mak Minah. Mereka heran, karena ibunya mereka belum juga pulang. Karena melihat persediaan makanan masih banyak, mereka masih tak peduli dengan emak mereka.

Menjelang hari ke-2, persediaan makanan mereka telah habis. Sementara Mak Minah belum kunjung pulang ke rumah. Ke-3 anaknya pun kebingungan mencari Mak Minah karena mereka telah kelaparan. Setelah mencari ke sana ke mari, mereka tak kunjung menemukan Mak Minah. Maafkan kami, Emak! Kami sangat menyesal menyiakan-nyiakan Emak ratap ke-3 anak itu. Sampai larut malam, mereka terus meratap serta menangis karena kelaparan. Namun, karena kecapaian seharian bermain, akhirnya mereka pun tertidur lelap.

Keesokan harinya, ke-3 anak tersebut kembali mencari emak mereka. Setelah menyusuri sungai yang tidak jauh dari rumah mereka sampailah mereka di depan Batu Batangkup. Alangkah terkejut saat mereka melihat rambut emaknya terurai di sela-sela Batu Batangkup.

Wahai Batu Batangkup! Keluarkanlah Emak kami dari perutmu. Kami membutuhkan Emak kami kata ke-3 anak itu. Batu Batangkup pun diam saja. Namun ke-3 anak itu terus meratap memohon supaya ibu mereka dilepaskan.

Tidak! Kalian hanya membutuhkan ibu kalian hanya saat lapar. Kalian tidak pernah mau membantu dan mendengar nasihat ibu kalian kata Batu Batangkup. Ke-3 anak itu pun terus meratap dan menangis.

Batu Batangkup! Kami berjanji untuk membantu emak serta mematuhi nasihat emak kami,kata Utuh menangis. Iya, Batu Batangkup, kita berjanji sambung Uci dan Diang, kemudian keduanya turut menangis.

Baiklah, ibu kalian akan aku keluarkan karena kalian telah berjanji. Namun bila kalian mengingkari janji, ibu kalian akan kutelan kembali, kata Batu Batangkup mengancam. Mereka pun setuju dengan perjanjian itu. Batu Batangkup lalu mengeluarkan Mak Minah dari perutnya. Utuh, Ucin dan Diang langsung memeluk Mak Minah.

Maafkan Utuh, Emak! kata Utuh minta maaf. Maafkan Uci juga, Mak! Uci berjanji akan mematuhi nasihat Emak, kata Uci. Iya, Mak! Diang pun minta maaf Diang berjanji akan membantu Emak! kata Diang. Sudahlah, Anakku! Kalian telah Emak maafkan, kata Mak Minah menjawab dengan haru. Usai itu, mereka pun pulang dengan perasaan gembira, karena mereka dapat berkumpul kembali.

Sejak saat itu, setiap hari ke-3 anak itu rajin membantu Mak Mina bekerja. Utuh dan Uci membantu ibunya mencari kayu bakar di hutan untuk di jual ke pasar. Sementara Diang, sibuk di rumah menyiapkan makanan untuk ibunya dan kedua abangnya. Mak Minah amat gembira dan bahagia melihat perubahan perilaku anaknya.

Tetapi sayang, kebahagiaan itu hanya berlangsung beberapa hari. Perilaku ke-3 anaknya itu kembali berubah. Malah, mereka semakin nakal dan pemalas. Utuh dan Uci tak pernah lagi membantu emaknya mencari kayu bakar. Demikian juga Diang, di tidak pernah memasak di rumah. Bahkan, mereka semakin berani membantah nasihat ibu mereka. Hal tersebut membuat hati Mak Minah semakin sedih.

Pada suatu malam, Mak Minah memasak nasi serta lauk cukup banyak. Nampaknya, Mak Minah sudah tak tahan melihat perilaku anaknya. Pada saat tengah malam, di saat ketiga anaknya sedang tertidur lelap, Mak Minah mau kembali ke Batu Batangkup. Sebelum berangkat, Mak Minah mencium serta menyelimuti anaknya satu per satu.

Dengan perasaan sedih, Mak Minah meninggalkan ke03 anaknya. Di depan Batu Batangkup, Mak Minah berlutut serta memohon, Wahai, Batu Batangkup! Telanlah saya kembali Mereka sudah tidak mau menghormatiku lagi, kata Mak Minah pasrah. Tak menunggu lama, Batu Batangkup pun menelan Mak Minah.

Keesokan harinya, ke-3 anaknya kembali bermain seperti biasanya. Mereka tak menghiraukan ibunya. Dikiranya, ibunya pergi ke hutan mencari kayu. Yang penting untuk mereka, saat lapar makanan telah siap. Menjelang sore hari, Mak Minah belum juga pulang ke rumah. Mereka kemudian tersadar, ternyata mereka sudah melanggar janji yang pernah mereka sepakati untuk tak nakal lagi.

Baca Juga :  Dampak Korupsi Bagi Negara

Ke-3 anak itu bergegas berlari ke Batu Batangkup. Maafkan kami, Batu Batangkup! Kami sangat menyesal. Keluarkanlah ibu kami dari perutmu! kata ke-3 anak itu sambil menangis.

Kalian memang anak nakal Kali ini aku tak akan memaafkan kalian kata Batu Batangkup dengan kesal. Batu Batangkup lalu menelan ketiga anak itu. Kemudian tubuh ke-3 anak itu sudah masuk di dalam perutnya, Batu Batangkup itu langsung masuk ke dalam tanah. Sampai sekarang Batu Batangkup tersebut tidak pernah muncul lagi.


Naskah Drama Batu Bantakup

Pade zaman dulu, di sebuah dese bername Indragiri Hilir hiduplah seorang jande bername Mak Minah yang hidup bersame ketige anaknye. Mereke hidup serbe kekurangan. Suami Mak Minah dah lame meninggal dunie. Kehidupan Mak Minah sungguh menyedihkan, penderitaan hidupnye setelah suaminye meninggal di persulit oleh ketige anaknye yang selalu bersikap kasar padanye.
Mak Minah bekerje sebagai pencari kayu bakar, di umurnye yang dah tue pekerjaan ni jadi susah sangat untuknye. Dan ketige anaknye tak pernah mau membantu Mak Minah mencari kayu bakar di hutan. Kerje mereke hanya mengeluh dan membuat Mak Minah menangis.
Suatu hari, ketige anak Minah menageh bende-bende mahal yang tak mampu di beli Mak, akhirnye, ketige anak durhake tu, membentak Mak Minah dan membuat Mak Minah kembali menanges.

Dayang : “Mak, bile mak nak belikan aku baju baru, kawan aku kat samping rumah tu dibelikan emaknya baju sutra cantik. (Sambil memainkan kukunya)
Dulang : “Aku juge nak beli sepatu baru. Sepatu aku dah usang.”
Diyang : “Kalau aku nak beli mainan baru. Dari dulu mak tak pernah belikan aku mainan.”
Mak Minah : “Nak, rase hati mak pun nak belikan ape yang kalian cakap tu, tapi ape daye, mak tak punye duit.”
Dayang : “Alah alasan. Cakap je mak tu tak nak kabulkan pinte kami, ye kan?”
Dulang : “Ntah. Mak ni pelit sangat.”
Diyang : “Kalau ayah ade, pasti die bise belikan kami ape yang kami nak, tak macam mak.”

Lalu ketige anak itu pun pergi bermain, tanpe memperdulikan emaknye yang menangis sendirian.

Mak Minah : “Ya Tuhan, ape salah awak ni? Kenape budak-budak awak sendiri bicare macam tu pade hambe.

***
Pade siang berikutnye ketige anak Mak Minah pergi bermain tanpe mau membantu Mak Minah mencari kayu bakar di hutan. Tapi sayangnye tak de yang nak bermain dengan mereke karena mereke miskin.

Diyang : “Kami boleh ikut maen tak?”
Teman Bermain 1 : “Eh, ade budak miskin.” (berkacak pinggang)
Teman Bermain 2 : “Merusak suasane je.”
Teman Bermain 1 : “Ntah, dah tak seronok lah.”
Dayang : “Hey, kami ni memang miskin. Tapi tak lah nak kami hidup miskin. Kau orang salahkan je mak kami tu.”
Dulang : “Betul tu. Sebab die lah kami ni miskin.”
Teman Bermain 2 : “Sudahlah. Pergi sane. Kami tak nak main dengan budak macam kau orang.”
Teman Bermain 1 : “Kau orang dengan kami ni berbede, kite tak setingkat lah.”
Teman Bermain 2 : “Betul tu, pergi sane. Permainan ni cume untuk budak kaye macam kami je. Pergi!!”

Dayang dan adik-adiknye pun pergi dari sane dengan hati mengutuk. Mereke kesal pade ibunye. Mereke kire, mereke hidup miskin karene salah ibunye.

Dayang : “Huh, gare-gare Mak, awak tak dapat main dengan budak kaye tu, ini semue salah Mak!!” (Menghentak-hentakkan kakinya)
Diyang : “Iye kak, kalau Mak tak miskin, kita pasti bise main dengan budak kaye tu.”
Dulang : “Dah lah, kite main setatak di tempat lain je.”

Akhirnye, mereke pun bermain setatak di tempat lain. Mereke main sampai mereke merase lapa. Dayang dan kedue adiknya pun segera pulang kerumah.

Diyang : “Kak, Diyang lapa ni.”
Dulang : “Dulang pun lapa.”
Dayang : “Akak pun dah lapa, jom lah kita balek.”

Setibenye di rumah, ketige anak yang tak tau diri tu makan tanpe memikirkan ibunye yang tengah kelelahan.
Tibe-tibe datanglah tetangge mereke yang kaye raye. Mereke masuk tanpa meminte izin.

Anak 1 : Ade kucing makan ikan
Rupenye ikan memakan nasi
Budak miskin sedang makan
Makan nasi tapi dah basi”

Anak 2 : Si pak cik sedang berduke
Memakai baju hitam gulite
Cantik nian baju mereke
Sudah lusuh berlubang pule.”

Mak Minah : “Kami ni memang miskin. Tapi janganlah orang berade macam kalian ni menghine kami. (Menangis)
Tetangga 2 : “Alah.. Tak tau miskin. Kau orang tak bise bergaul dengan orang kaye.”
Tetangga 1 : “Mari lah balek. Tak tahan awak dengan hawe rumah ni.”

Setelah tetangge mereke pergi, ketige anak Mak Minah kembali menghardik Mak Minah.

Dayang : “Itu Mak. Mak dihine oleh tetangge kite yang kaye tu. Ape mak tak malu? Kami malu mak.”
Dulang : “Betul tu. Kami malu punye mak macam mak!!”
Mak Minah : (Menangis)
Diyang : “Mak ni, bise nye cume menangis je.”
Dulang : “Dah lah. Masih baik kite pergi bermain.”
Dayang : “Hm Betul tu. Jom.”

Mak Minah masih tetap menangis. Dia tak sangke, anaknye bise cakap kasar macam tu.

Baca Juga :  Kualitas Penduduk

Mak Minah : “Ya Allah. Kemarin mereke menghardik hambe karne hambe tak sanggup penuhi pinte mereke. Hambe masih sabar. Tapi sekarang mereke kate mereke malu punye mak macam hambe. Hambe dah tak tahan ya Allah.”

Keesokan harinye Mak Minah menyiapkan makanan yang banyak dan segere pergi ke tengah hutan, tempat sebuah batu besar berade.
Konon, batu tu dapat terbelah dan menelan manusie. Karena itulah batu itu diberi name “Batu Belah Batu Betangkup”.

Mak Minah : “Wahai batu belah batu betangkup, telanlah aku.”
Batu : “Kenape aku mesti telan engkau?”
Mak Minah : “Aku dah tak sanggup hidup bersame ketige anakku. Mereke kasa dan dah tak nak hormat lagi pade aku. (Sambil Menangis)
Batu : “Masuklah!”

Batu pun terbelah dan Menelan Mak Minah, yang tersise hanyelah beberape helai rambut Mak Minah.

Sementare itu ketige anak Mak Minah tak peduli dimane Mak Minah. Sepulang bermain, mereke hanye memakan makanan yang di siapkan oleh Mak Minah lalu kembali bermain.

Diyang : “Kak kemane Mak?” (Celingak-celinguk)
Dulang : “Iye kak, kemane Mak? Dari tadi tak ade nampak pun.”
Dayang : “Mesti die pegi cari kayu baka kat hutan. Biakan je lah. Nantik die balek lah tu.” (Sambil mengunyah nasi.)

Keesokan harinye, mereke mulai lapar dan makanan yang disediakan Mak pun dah habis.

Dulang : “Kak, dulang lapa.” (Mengelus perutnye)
Diyang : “Ha’ah lah kak, Diyang pun lapa sangat.” (Ikut-ikutan mengelus perutnya)
Dayang : “Same, akak pun lapa sangat. Kemane lah mak ni, sejak kemarin tak de nampak. Jom lah kite cari mak kat hutan.”

Akhirnye mereke mencari Mak ke hutan. Setelah lame mencari akhirnye mereke menemukan helai rambut mak Minah yang diapit oleh batu betangkup.

Dulang : “Akak,akak. Tengok ni. Di depan batu betangkup ni ada selendang.”
Dayang : “Ini kan selendang Emak.”
Diyang : “Akak, kat batu betangkup ni ade rambut manusie.”
Dayang : “Ini kan rambut Mak.”
Dulang : “Kenape rambut mak ada di batu ni?”
Diyang : “Jangan-jangan Mak ditelan batu betangkup.”
Dayang : “Mari kite minte batu betangkup keluarkan emak.”
Diyang : “Batu Belah Batu Betangkup, aku mohon keluarkan Emak.” (menangis)
Batu 3 : “Tak bise. Mak kalian kate, die dah tak sanggup hidup dengan anak durhake macam kau orang.”
Dayang : “Kami janji takkan durhake dan cakap kasar lagi pada mak.” (menangis)
Dulang : “Iye, kami janji akan membantu mak mencari kayu bakar kat hutan.”
Batu 3 : “Kalian janji?”
Dayang, Diyang, Dulang : “Iye, kami janji.” (Serentak)

Batu pun terbuke dan Mak Minah keluar dari dalam batu tersebut. Mereke segere pulang ke rumah mereke di dese. Keesokan harinye, ketige anak mak minah tu benar-benar membantu Mak mencari kayu bakar kat hutan.

Mak Minah : “Dayang, Dulang Diyang. Jom bantu mak cari kayu baka kat hutan.”
Dayang, Dulang, Diyang : “Jom Mak.” (Menggendeng Mak Minah.)

Tapi sayangnye, suatu hari mereke merase lelah mencari kayu baka setiap saat kat hutan. Akhirnye mereke kembali menolak untuk membantu mak Minah dan kembali bersikap kasar pade Mak.

Mak minah : “Nak, mari kite cari kayu baka kat hutan.”
Dayang : “Tak nak. Kami penat lah Mak. Setiap mase cari kayu baka. Tapi kite tetap tak kaye-kaye.”
Mak Minah : “Nak, kite tak boleh mengeluh. Kite mesti berusahe dan berdo’e.”
Diyang : “Tak nak lah. Kami nak main je. Lebih seronok.”
Dulang : “Betul tu. Kami nak main dulu. (Mendorong Mak Minah sampai terjatuh.)

Mak Minah tak sangke anaknya kembali durhake kepadenye, karne tak sanggup, Mak Minah kembali pergi ke tengah hutan tempat Batu Betangkup berade.

Mak Minah : “Batu Belah Batu Betangkup, telanlah saye makanlah saye.” (Menangis.)
Batu : “Kenape aku mesti telan engkau lagi?”
Mak Minah : “Ketige anakku masih tetap durhake dan tak patuh pade aku.”
Batu : “Kalau begitu masuklah.”

Batu pun kembali terbuke dan menelan Mak Minah.
Sementare tu, ketige anak Mak Minah segere pulang ke rumah dalam keadaan lapa. Tapi sayang Mak Minah belum sempat menyiapkan makanan untuk mereke.

Diyang : “Kak, dimane Mak?”
Dulang : “Iye kak, dimane Mak. Dulang lapa sangat ni.”
Dayang : “Pasti Mak pergi ke Batu itu lagi, jom kite ke sane.”

Dayang dan kedue adiknya pun segere pergi ke hutan tempat batu betangkup berade, mereke kambali menangis dan memohon pade batu betangkup supaye Mak mereke bise kembali.

Dayang : “Batu belah batu betangkup, kumohon keluarkan Emak.” (menangis)
Batu : “Kalian memang anak durhake. Kalian butuh Emak kalian hanye saat kalian lapa. Setelah perut kalian kenyang, kalian kembali durhake pada Mak kalian.”
Dulang : “Tidak. Kami janji takkan durhake pade Mak lagi.”
Batu : “Kalian juge berkate macam tu kmase tu. Tapi ternyate kalian berduste.”
Diyang : “Tidak. Kami betul-betul berjanji.”
Batu 1 : “Tidak!!! Kalian pembohong. Sebagai gantinye aku akan menelan kalian juge.”


demikianlaha artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Cerita Batu Batangkup : Pengertian, Lokasi, Sejarah, Legenga Beserta Naskah Drama Batu Bantakup, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya

Posting pada SD