Pengertian Sungai Mahakam
Mahakam merupakan nama sebuah sungai terbesar di provinsi Kalimantan Timur yang bermuara di Selat Makassar. Sungai dengan panjang sekitar 920 km ini melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu, hingga Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di bagian hilir. Di sungai hidup spesies mamalia ikan air tawar yang terancam punah, yakni Pesut Mahakam.
Sungai Mahakam sejak dulu hingga saat ini memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya sebagai sumber air, potensi perikanan maupun sebagai prasarana transportasi.
Asal-Usul Sungai Mahakan
Dahulu, di hulu Sungai Mahakam, ada sebuah pondok besar dihuni oleh tiga orang bersaudara. Saudara tertua adalah seorang gadis bernama Siluq, kedua bernama Ayus, serta yang bungsu bernama Ongo. Mereka mempunyai tabiat serta keahlian yang berbeda-beda, kecuali si bungsu yang masih kecil. Siluq ialah gadis yang gemar melakukan bebelian (ritual adat) dan bedewa (memuja dewa) guna mencari kesaktian. Hampir setiap hari gadis itu bersemedi sampai terkadang lupa makan dan minum.
Sementara itu, Ayus yaitu seorang remaja lelaki yang ceroboh serta suka ikut campur urusan kakaknya. Ayus mempunyai badan besar dan kuat. Pohon besar bisa dengan mudah dicabutnya. Langkah kakinya sangat panjang sehingga ia bisa berlari secepat angin. Sedangkan si Bungsu yang masih berumur belasan tahun tidak mempunyai keahlian apapun kecuali makan dan tidur.
Suatu malam, Ayus dan Ongo tidak bisa tidur karena tilam (kasur) dan bantal mereka basah. Karena hujan lebat turun semalam suntuk sehingga mengakibatkan atap rumah mereka bocor, air hujan pun masuk ke dalam pondok mereka. Siluq tidak merasakan datangnya hujan dikarenakan sedang khusyuk bebelian dan bedewa.
Pagi harinya, Ayus dan Ongo ingin ke hutan untuk mencari daun serdang untuk mengganti atap rumah mereka yang rusak. Saat itu, Siluq trelihat masih bebelian dan bedewa. Sebenarnya, Ayus merasa kesal dengan kelakukan kakaknya seolah-olah tidak menghiraukan keadaan rumah mereka.
“Kak Siluq, hari sudah siang!” seru Ayus, “Aku dan Ongo ingin ke hutan mencari daun serdang. Selesai bebelian, kakak yang memasak untuk makan siang!”
Mendengar suara adiknya, Siluq pun terkejut dan sadar dari semedinya. Ia merasa kecewa karena semedinya belum selesai tetapi sudah dibangunkan adiknya.
“Baiklah, aku nanti yang akan memasak,” jawab Siluq kemudian berpesan pada kedua adiknya, “Sepulang dari hutan, jangan sekali-kali kalian membuka tutup periuk. Cukup kalian tambahkan kayu bakar apabila memang apinya mulai kecil.”
“Baik, Kak,” jawab Ayus dan Ongo.
Ketika Ayus dan Ongo berangkat ke hutan, Siluq mengambil beberapa lembar daun padi untuk dimasak. Setelah dibersihkan, daun padi itu di masukkan ke dalam periuk yang sudah diisi air. Dan ia kembali melanjutkan semedinya dan berdoa pada dewa supaya daun padi yang dimasak berubah menjadi nasi.
Menjelang siang, Ayus dan Ongo kembali dari hutan dengan membawa daun serdang. Mereka terlihat lelah dan lapar. Ayus pun langsung ke dapur. Alangkah kecewanya ia ketika melihat periuk nasi masih terjerang di atas tungku.
“Kenapa pancinya masih di atas tungku? Atau Jangan-jangan nasinya belum matang,”gumam Ayus .
Karena Ayus penasaran maka ia pun membuka penutup panci tersebut. Betapa terkejutnya ia ketika melihat panci itu yang di dalamnya hanya ada beberapa lembar daun padi dan sebagian lainnya berupa nasi. Takut ketahuan oleh kakaknya, ia dengan cepat menutup panci itu.
Siluq baru saja selesai bebelian. Kemudian ia pergi ke dapur untuk memastikan apakah nasinya sudah tanak atau belum. Begitu dibuka penutup panci itu, dilihat masih ada beberapa lembar daun padi yang tersisa.
“Hai, bukankah seharusnya nasi ini sudah matang semua? Tetapi, kenapa masih ada lembar daun padi yang tersisa?” gumam Siluq heran, “Ini pasti perbuatan Ayus. Anak itu sudah melanggar pesanku.”
Siluq terlihat sangat marah. Karena perilaku adiknya itu, kini kesaktian memasak daun padi menjadi nasi telah hilang. Karena kesal, ia segera menghampiri Ayus yang sedang duduk beristirahat di samping pondok mereka.
“Hai, Ayus. Kamu sudah melanggar pesanku. Tidak ada guna lagi kita tinggal bersama. Lebih baik aku pergi dari sini. Aku akan tinggal di dekat pusat air. Di sana aku bisa bebas bebelian dan bedewa tidak ada yang mengganggu,” kata Siluq.
Usai berkata demikian, Siluq mengemas pakaiannya. Sebelum pergi, ia membawa ayam jantan sakti kesayangannya. Kemudian Siluq menyusuri sungai menuju hilir dengan menggunakan rakit. Sebelum berangkat, ia berpesan kepada adik-adiknya.
“Aku harus pergi sekarang. Jaga diri kalian baik-baik,” ujar Siluq.
Ayus terdiam. Ia menyesal atas perilakunya yang mengakibatkan kakaknya pergi. Ketika melihat rakit Siluq melaju dialiran sungai, dengan cepat ia berlari untuk menghadang kakaknya. Ayus kemudian mengambil batu-batu besar dan melemparkannya ke tengah Sungai Mahakam sampai terbentuk bendungan. Rakit Siluq pun mulai melambat ketika sudah dekat bendungan itu, ia menyuruh ayam saktinya berkokok.
“Berkokoklah, ayamku!” seru Siluq.
Ayam jantan itu pun berkokok dengan suara yang bisa menghancurkan bendungan Ayus. Rakit Suliq kembali melaju menuju ke hilir. Ayus kembali berlari kencang mendahului kakaknya untuk membuat bendungan lagi. Ketika ayam milik kakaknya berkokok lagi, bendungan itu hancur berkeping-keping. Hal tersebut terjadi berulang-ulang sampai rakit Siluq tetap bisa menghilir karena kesaktian suara kokok ayamnya.
Rakit yang tumpangi Siluq terus melaju sampai akhirnya tiba di muara Sungai Mahakam. Ayus tidak bisa lagi membuat bendungan karena tidak ada batu-batu besar di daerah itu. Dengan kekuatannya, ia menambak kuala sungai dan mengambil lumpurnya serta mencabut nipah-nipah yang tumbuh di pinggir sungai. Nipah-nipah tersebut lalu ditanam pada tambak buatannya sampai terbentuk hutan nipah. Setelahnya, Ayus menunggu rakit Siluq melewati tempat itu. Ketika rakit itu ingin melewati hutan nipah , ayam jantan Siluq berkokok sehingga hutan nipah itu pun hancur dan terbentuklah aliran-aliran sungai bernama Kuala Bayur, Kuala Berau, serta sejumlah delta di Kuala Mahakam.
Sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke laut lepas, Siluq berkata kepada Ayus.
“Ayus, tolong jangan kau haling jalanku lagi. Biarkan aku mendekatkan diri pada Sang Hyang Dewata di pusat air,” pinta Siluq, “Aku akan bebelian serta bedewa guna menenteramkan jiwa. Dari sana, aku akan menjaga mu dan Ongo.” Setelah itu rakit Suliq tiba-tiba menghilang dan muncul kembali di pusat air. Ayus sangat terkejut menyaksikan peristiwa itu. Ia benar-benar tidak bisa menahan kepergian kakaknya dan menyesal karena telah melanggar janji.
Wisata Susur Sungai Mahakam dengan House Boat
Pada era 80 – 90 an, Wisata susur sungai mahakam merupakan salah satu yang di minati oleh wisatawan mancanegara. Dengan beberapa tipe Kapal Wisata, dari yang kecil (Kapasitas 4 orang), sedang (10 Orang) hingga besar (20 orang) menyusuri sungai mahakam dari Samarinda / Tenggarong menuju ke arah hulu mahakam, dari Kutai Barat hingga Mahakam Ulu.
Ada beberapa destinasi yang akan di explore saat perjalanan, mulai dari Desa Suku Dayak Kenyah, Lekaq Kidau, Muara Kaman, Muara Muntai, Desa Suku Dayak Benuaq di Mancong & Tanjung Isuy, Muara Pahu, Desa Tebisaq, hingga Cagar Alam Padang Luway yang lebih terkenal dengan sebutan Kersik Luway dengan Anggrek Hitam yang tersohor di mana – mana di Melak, Kutai Barat. Namun memasuki era 2000 an, animo pengunjung wisatawan yang menggunakan kapal ini menurun drastis, namun tetap saja masih ada yang ingin menyusuri sungai mahakam dengan kapal wisata karena menawarkan sesuatu yang lebih exclusive dan lebih santai.
Day 1 : Dini hari saya berangkat menuju Balikpapan untuk menjemput tamu berkewarganegaraan Australia, Yakni sepasang suami istri John & Karen yang kebetulan membawa 2 orang temannya Julie (Australia) dan Michael (Irlandia). Jam 8.15 kami tiba di rumah mereka di Balikpapan dan setelah muat barang di mobil langsung menuju Tenggarong via Samarinda. Kami merapat di Pelabuhan Tenggarong yang ada di Seberang Tengarong dekat Stadion Aji Imbut, untuk muat ke Kapal Wisata KM.
Aisya. Setelah proses administrasi beres, kapal kami berangkat perlahan menuju hulu mahakam, target kami besok pagi sudah sampai di Muara Muntai. Jam makan siang sudah tiba, para tamu di persilahkan makan di lantai dasar kapal yang memang sudah di set dengan meja makan besar. Percakapan hangat mengalir santai sambil meninggalkan Kota Tenggarong, sesekali mereka mendokumentasikan moment yang kala itu masih banjir namun perlahan sudah mulai surut. Selanjutnya kebanyakan waktu mereka di habiskan di depan Top deck (Lantai atas) yang sudah disediakan bangku untuk santai sambil melihat pemandangan di sepanjang perjalanan.
Sejarah Sungai Mahakam
Mahakam merupakan nama sebuah sungai terbesar di provinsi Kalimantan Timur yang bermuara di Selat Makassar. Sungai dengan panjang sekitar 920 km ini melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu, hingga Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di bagian hilir. Di sungai hidup spesies mamalia ikan air tawar yang terancam punah, yakni Pesut Mahakam.
Sungai Mahakam sejak dulu hingga saat ini memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya sebagai sumber air, potensi perikanan maupun sebagai prasarana transportasi.
Peran Sungai Mahakam
Sungai merupakan suatu tempat dimana terdapat aliran air yang memanjang dan luas. Sungai juga dapat berpengaruh sebagai mata pencaharian masyarakat yang hidup di sekitarnya. Sahabat samboja pasti pernah melihat secara langsung bentuk dari sungai selain sebagai tempat mengalirnya air, di dalam sungai juga banyak terdapat kehidupan salah satunya adalah habitat ikan-ikan dan sejenisnya dan apabila sungai tercemar, secara otomatis menghambat kelangsungan hidup yang ada dilingkungan tersebut.
Kalian pasti mengetahui apa nama sungai terbesar di Kalimantan Timur, yups!! Sungai Mahakam sungai yang terkenal di kalimantan timur ini ternyata mempunyai sejarah bagaimana terbentuknya sungai tersebut serta mitos-mitos apa saja yang berkaitan dengan sungai tersebut? Berikut simak pembahasannya.
Secara geologi, terbentuknya sungai mahakam berasal dari gunung cemaru yang berada di tengah pulau kalimantan timur kemudian memotong secara pra-tersier di sebelah timur Gunung Batuayan dan kemudian berakhir di lembah tesier Kutai . kemudian bagian tengah daerah pengalirannya melewati dataran rendah berhutan rawa. Daerah sungai mahakam ini beriklim tropis selain itu, ternyata di sungai mahakam terdapat habitat lumba-lumba air tawar atau pesut.pada saat ini sungai maham berperan penting bagi kehidupan masyarakat disekitarnya termasuk sebagai jalur transportasi perdagangan masyarakat sekitar.
Misteri Sungai Mahakam
Sepasang pengantin malam berkasih-kasihan
Di atas Mahakam bersanding mempelai rembulan
Keduanya tak terpisahkan oleh kematian
Setanggi wangi menebar kesturi
Seribu dayang menari empat puluh hari
Dalam tembang empat puluh malam
Batara Agung menikahkan keduanya
Pengantin menyampirkan selendang sepanjang Mahakam
Di sanalah, lelembut menghantarkan aji-ajian
Enam Enggang di ujung ranting pepohonan
Sebagai saksi pertemuan sepasang kekasih impian
Bab 1 Melati Putih
Empat puluh hari …
ARFAN HARSAH, pria berumur dua puluhan itu bergumam sembari menggenggam sebuah cincin pernikahan. Matanya basah. Ia yakin istrinya yang telah menyelipkan cincin itu di saku jaketnya. Ia melepas cincin itu ketika hendak ke kamar mandi. Seingatnya cincin itu tertinggal di wastafel di rumahnya beberapa hari yang lalu.
Beberapa hari yang lalu?
Tepatnya … sudah berapa lama aku tidak pulang?
Pada setiap teman duduk dalam perjalanan, ia selalu mengulang kisah klise tidak masuk akal itu. Tidak mungkin cincin pernikahannya berpindah sendiri ke saku jaketnya. Ia merasa istrinya selalu mengikuti ke mana pun ia pergi. Bahkan ke dalam kamar mandi!
Dulunya ia tidak percaya kepada hal-hal mistis. Ia pria cerdas yang mengutamakan akalnya. Namun sekarang jauh berbeda.
Ke mana perginya pria yang sangat rasional itu?
“Anda harus ikhlas. Jika Anda tenang maka istri Anda juga akan ikut tenang di alam sana,” ucap teman duduknya di pelataran masjid selepas salat Asar. Ia bercerita kepada hampir setiap orang yang dikenalnya di jalan. Memuji istrinya lebih dari apapun di dunia.
“Saya kasihan padanya. Kami memiliki banyak rencana. Istri saya sedang hamil muda … ia memang pantas—sangat pantas, mendapat pujian,” ujarnya terisak.
Ia mengaku ikhlas atas nasib istri tercintanya. Namun sikapnya jauh panggang dari api. Ia tidak sadar tengah menuju ke puncak kegilaannya. Ia tidak sadar tengah menggali kuburannya sendiri.
Empat puluh hari …
Dari sejak hari naas itu, ia semakin cermat menghitung hari-hari. Hanya itu yang perlu diingatnya. Lainnya tidak penting. Ia sudah tidak peduli kepada pekerjaannya. Tanpa istrinya, kekayaannya hanyalah sebuah lelucon belaka.
Untuk pertama kalinya ia menyantuni panti asuhan. Ia membeli karpet sajadah untuk masjid-masjid. Dan semua atas nama istrinya. Selalu saja istrinya. Istrinya yang cantik walaupun tanpa make up, mahir menari dan merdu suaranya. Istri yang selalu sabar, tabah dan patuh. Istrinya yang pandai memasak, istrinya yang … (tuturnya panjang lebar).
Sampai-sampai orang yang mendengarnya jengah.
Dirinya sendiri sudah tidak penting. Berbeda seperti dulu. Tidak ada lagi pria sukses yang merasa memiliki segalanya; kekayaan materi dan istri sempurna.
Limpahan hartanya tidak dapat mengembalikan istrinya. Sepeser pun tidak.
Di dunianya yang sekarang, waktu tidak lagi bergerak maju, melainkan mundur ke masa lalu. Kristal-kristal indah kenangan seakan pecah berkeping-keping menjelma beling yang mengoyak hatinya dari dalam.
Ia mulai melupakan rumahnya, orang tuanya, sahabat-sahabatnya, kerabatnya—dan belakangan ini, namanya sendiri. Ia sudah tidak memedulikan dunia tempatnya berpijak. Ia rindu setengah mati untuk bertemu istrinya. Jika bisa segera. Detik ini juga. Sekarang!
Setiap berkenalan dengan teman baru di sepanjang perjalanan ia selalu memungkas, “Doakan saya supaya cepat bertemu istri saya.”
Orang-orang sudah pasti menuduhnya sinting ketika ia mulai ngotot, “Lihat jari-jemari saya memucat!! Ini pertanda tidak lama lagi saya akan menyusul istri saya.”
Kebanyakan orang yang mendengarnya akan berseloroh, “Kawin saja lagi Mas!!” Dan ia nyaris baku hantam gara-gara ucapan itu.
Dahulu ia pria yang tegar dan sulit dikalahkan. Namun sekarang, ia hanya pria mengenaskan, sensitif dan kesepian. Ia hanya membutuhkan teman duduk. Tidak lebih. Batinnya yang sakit memengaruhi kesehatan tubuhnya. Badannya yang dahulu gagah kini kurus. Wajahnya yang semula terlihat penuh gairah, kini tirus, ditumbuhi cambang.
Ia hanya membutuhkan pendengar yang baik untuk dapat berempati kepadanya. Teman duduk yang dapat mengangguk di saat yang tepat ketika ia beretorika.
demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Asal Usul Sungai Mahakam : Pengertian, Wisata Susur, Peran, Sejarah, Misteri, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.