Pengertian Konferensi Asia Afrika
Konferensi Asia Afrika (KAA) adalah sebuah konferensi tingkat tinggi yang diselenggarakan oleh negara-negara dari Asia dan Afrika. Konferensi ini dilaksanakan pada tanggal 18-24 April 1955 dikenal dengan nama Konferensi Bandung karena diselenggarakan di Gedung Merdeka, Bandung. Tujuan Konferensi Asia Afrika antara lain yaitu untuk mempererat solidaritas negara-negara di Asia dan Afrika serta melawan kolonialisme barat.
Sejarah Konferensi Asia Afrika
Konferensi Tingkat Tinggi Asia adalah sebuah konferensi antar negara-negara Asia dan juga Afrika. Pertemuan ini berlangsung dari tanggal 18 April – 24 April 1955 di Gedung Merdeka Bandung, Jawa Barat. Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrikadipelopori oleh lima negara yaitu Indonesia, Myanmar (Burma), Sri Lanka, India serta Pakistan. Kegiatan konferensi dikoordinasi oleh Sunario sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia di era tersebut.
Berikut ini waktu kegiatan Konferensi Asia Afrika (KAA) dari konsep penyusunan sampai dengan pelaksanaannya :
- 23 Agustus 1953, Ali Sastroamidjojo – Perdana Menteri Indonesia mengusulkan perlunya kerjasama antar negara-negara di Asia dan juga Afrika dalam perdamaian dunia pada Dewan Perwakilan Rakyat Sementara.
- 25 April – 2 Mei 1954 – Konferensi Kolombo berlangsung di Sri Lanka yang dihadiri pemimpin dari India, Pakistan, Burma (sekarang Myanmar) serta Indonesia. Di konferensi ini Indonesia memberikan usulan perlu diadakannya Konferensi Asia-Afrika.
- 28 – 29 Desember 1954 yaitu Untuk mematangkan gagasan masalah Persidangan Asia-Afrika, diadakannya Persidangan Bogor. Dipersidangan ini dirumuskan lebih rinci tentang tujuan persidangan dan siapa saja yang akan diundang.
- 18 – 24 April 1955 – Konferensi Asia-Afrika dilaksanakan di Gedung Merdeka, Bandung. Persidangan tersebut diresmikan oleh Presiden Soekarno dan juga diketuai oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Hasil nya berupa persetujuan yang dikenal dengan Dasasila Bandung.
Tujuan Konferensi Asia-Afrika
Berikut ini adalah tujuan dari Konferensi Asia-Afrika
- Memajukan kehendak luhur (goowill) serta kerjasama antar bangsa-bangsa Asia dan juga Afrika serta memajukan kepentingan-kepentingan mereka, baik yang silih ganti ataupun yang bersama, serta dalam memajukan persahabatan atau berhubungan sebagai tetangga baik.
- Mempertimbangkan kegiatan serta hubungan-hubungan di bidang sosial, ekonomi, dan juga kebudayaan negara yang diwakili.
- Mempertimbangkan kegiatan berupa kepentingan khusus bangsa Asia-Afrika. Misalnya seperti, kegiatan mengenai kedaulatan nasional serta masalah-masalah rasialisme dan juga
- Meninjau kedudukan Asia Afrika beserta rakyat-rakyatnya dalam dunia sekarang ini, sumbangan di dunia sekarang ini, sumbangan yang bisa mereka berikan untuk memajukan perdamaian serta kerjasama dunia.
Peranan Konferensi Asia-Afrika
Konferensi Asia-Afrika (KAA) memiliki peranan dalam meningkatkan hubungan internasional yaitu semangat Bandung pada Sidang Umum PBB tahun 1960. Persidangan ini disebut sebagai Persidangan Puncak karena dihadiri oleh banyaknya kepala negara serta pemerintahan, diterimanya satu resolusi termahsyur, yakni deklarasi tentang pemberian kemerdekaan kepada negara dan juga bangsa terjajah yang dikenal sebagai “Deklarasi tentang Dekolonialisasi”.
Peranan fundamental KAA dengan adanya semangat Bandung dengan terbentuknya Gerakan Non Blok (GNB) di Beograd pada tahun 1961. GNB adalah gerakan, tetapi bukan organisasi. Oleh karena itu keanggotaannya tidak hanya bersifat regional Asia Afrika saja tetapi juga terbuka dan tidak sedikit pula mengurangi kebebasannya (independence). Sikap independence yakni usaha untuk membantu tercapainya perdamaia dunia yang telah melahirkan deklarasi yang telah direkomendasikan PBB.
Konferensi Asia Afrika dikenal sebagai momentum yang penting bagi bangsa-bangsa di Asia dan juga Afrika. Dengan adanya KAA ini, mulai terlihat jelas kerja sama serta pemberian dukungan yang tegas pada perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
Hasil Konferensi Asia Afrika (Dasasila Bandung)
Terdapat beberapa poin utama hasil dari Konferesi Asia Afrika dalam Dasasila Bandung diantaranya sebagai berikut :
- Menghormati hak-hak asasi manusia dan juga menghormati tujuan-tujuan serta prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.
- Menghormati kedaulatan serta keutuhan wilayah semua negara.
- Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar maupun kecil.
- Tidak ikut campur dengan urusan dalam negeri negara lain.
- Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri ataupun secara kolektif, sesuai dengan Piagam PBB.
- Tidak memakai pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara besar mana pun.
- Tidak melakukan tekanan kepada negara lain mana pun.
- Tidak melakukan tindakan ataupun ancaman agresi atau menggunakan kekuatan pada keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun.
- Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan secara damai, misalnya seperti melalui perundingan, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian hukum, ataupun cara damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.
- kepentingan dan kerja sama bersama.
- Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.
Usaha-Usaha Persiapan Pelaksanaan Konferensi
Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon, Sir John Lionel Kotelawala, mengundang para perdana menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud mengadakan suatu pertemuan informal di negaranya. Undangan tersebut diterima baik oleh semua pimpinan pemerintah negara tersebut. Pada kesempatan itu, Presiden Indonesia, Soekarno, menekankan kepada Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo, untuk menyampaikan gagasan diadakannya Konferensi Asia Afrika pada pertemuan Konferensi Colombo tersebut.
Dalam gagasannya sebagai berikut.
- Indocina harus dimerdekakan dari penjajahan prancis
- Menuntut kemerdekaan Tunisia dan Maroko
- Menyetujui diadakannya konferensi Asia Afrika dan menugaskan Indonesia menyelidiki kemungkinan mengadakan Konferensi tersebut
Beliau menyatakan bahwa hal ini merupakan cita-cita bersama selama hampir 30 tahun telah didengungkan untuk membangun solidaritas Asia Afrika dan telah dilakukan melalui pergerakan nasional melawan penjajahan. (Sastroamidjojo 1974, 463).
Sebagai persiapan, maka Pemerintah Indonesia mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh para Kepala Perwakilan Indonesia di Asia, Afrika, dan Pasifik, bertempat di Wisma Tugu, Puncak, Jawa Barat pada 9 – 22 Maret 1954, untuk membahas rumusan yang akan dibawa oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo pada Konferensi Kolombo, sebagai dasar usulan Indonesia untuk meluaskan gagasan kerja sama regional di tingkat Asia Afrika. Pada 28 April – 2 Mei 1954, Konferensi Kolombo berlangsung untuk membicarakan masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama. (Abdulgani 2011, 30)
Negara – Negara Konferensi Asia Afrika
Pada Senin, 18 April 1955, sejak fajar menyingsing telah tampak kesibukan di Kota Bandung untuk menyambut pembukaan Konferensi Asia Afrika. Sejak pukul 07.00 WIB kedua tepi sepanjang Jalan Asia Afrika dari mulai depan Hotel Preanger sampai dengan kantor pos penuh sesak oleh rakyat yang ingin menyambut dan menyaksikan para tamu dari berbagai negara. Sementara itu, para petugas keamanan yang terdiri dari tentara dan polisi telah siap di tempat tugas mereka untuk menjaga keamanan dan ketertiban. (Ahmad,2012,42)
Relevansi Nilai-Nilai Semangat Konferensi Asia Afrika
Walaupun peristiwa konferensi Asia Afrika sudah 63 tahun berlalu yaitu yang dilaksanakan di Bandung tanggal 18—24 April 1955 di gedung Merdeka yang menghasilkan sebuah persetujuan antara negara-negara Asia dan Afrika yang bernama dasasila Bandung.
Konferensi Asia Afrika ini adalah sebuah prestasi besar yang dilakukan pada masa kabinet Ali Sastromidjojo yang naik pada 30 Juli 1953 dan jatuh pada 24 Juli 1955 yaitu dapat meyelanggarakan sebuah konperensi tingkat Asia dan Afrika pada bulan April 1955 dan dapat mengalihkan sementara kondisi dalam negeri yang masih diliputi dengan gerakan-gerakan separats dengan maslah-masalah internasional terutama di kawasan Asia Afrika dengan tujuan agar Indonesia agar lebih aktif dalam percaturan politik di dunia kala itu .
Anti Kolonialisme adalah sebuah anti tesis dari sebuah kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa –bangsa barat di kawasan Asia dan Afrika. Ide besar dari Soekarno dari terselenggara konferensi ini adalah membangun empati dan aliansi baru di tengah persaingan terhadap negara-negara yang ‘terjerat’ kolonialisme barat sekaligus membangun aliansi baru di tengah persaingan dua kekuatan politik besar yang meng-hegemoni dunia: Uni Soviet melalui komunis-sosialisme dan Amerika Serikat dan kapitalisme-liberal.
Semangat anti kolonialisme dan imperialisme itu timbul dari rasa kesaamaan tujuan untuk mengusir penjajah tanpa memandang ideologi apa yang diusung yang menurut Kahin (Utama ,2017:162). Meskipun berbeda pandangan (ideologi) yang diakibatkan dari konsekuensi langsung dari perang dingin, mereka peserta Konferensi Asia Afrika mampu membangun satu posisi yang sama dalam sikap antikolonialisme.
Antikolonialisme yang didengungkan oleh Soekarno ini sangat ditentang oleh Blok Barat karena bertentangan dengan kepentingannya yaitu ingin melanggengkan kolonialisme dan imperialisme di negara-negara Asia dan Afrika, sedangkan untuk Blok Timur mereka sangat terbuka dan menyambut hangat dengan kelahiran blok alternatif atau blok ketiga tersebut karena memiliki satu tujuan yaitu anti kolonialisme dan imperialisme.
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki sejak manusia itu lahir, hak itu melekat dengan kodrat manusia yang berasal dari sang pencipta Tuhan Yang Maha Esa dan bukan pemberian dari negara oleh karena itu tidak boleh diabaikan (Wiriaatmadja, 2018, hal 52-53). Ketika konferensi Asia Afrika berlangsung masalah hak azasi manusia ini menjadi salah satu topik pembahasan dalam konfrensi hal ini dikarenakan terjadinya sebuah diskrimnasi rasial di negara-negara Asia dan Afrika terutama di kawasan Afrika . lebih khususnya Afrika Selatan.
Nilai solidaritas pada waktu itu adalah saling membantu antar negara di kawasan Asia Afrika dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami yaitu mengenai kolonialisme dan imperialisme., sedangkan untuk saat sekarang masih dengan semangat nilai solidaritas namun yang akan dihadapi bukan lagi kolonialisme lama tetapi mengahadapi kolonialisme gaya baru yang sangat berbeda. Nilai solidaritas yang dapat dikembangkan adalah menghidupkan kembali jejaring negara-negara di kawasan Asia Afrika yang pernah terbentuk.
Implikasi Konferensi Asia Afrika 1955
Kongerensi Asia Afrika membicarakan hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama negara-negara di Asia dan Afrika, terutama kerja sama ekonomi dan kebudayaan, serta masalah kolonialisme dan perdamaian dunia. Konferensi Asia Afrika menyokong sepenuhnya prinsip dasar hak asasi manusia yang tercantum dalam Piagam PBB. Konferensi mendukung usaha untuk melenyapkan rasialisme dan diskriminasi warna kulit di mana pun di dunia ini.
Konferensi juga menyatakan bahwa kolonialisme dalam segala bentuk harus diakhiri dan setiap perjuangan kemerdekaan harus dibantu sampai berhasil. Juga diserukan agar percobaan senjata nuklir dihentikan dan masalah perdamaian juga merupakan masalah yang sangat penting dalam pergaulan internasional. Demi perdamaian pula, konferensi menganjurkan agar negara yang memenuhi syarat segera dapat diterima menjadi anggota PBB. (Kusmayadi, 2016:129) Implikasi dari Konferensi Asia Afrika antara lain.
Konferensi Asia Afrika membawa pengaruh yang besar bagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa di Asia dan Afrika. KAA adalah perintis dalam membina solidaritas bangsa-bangsa dan merupakan titik tolak untuk mengakui kenyataan bahwa semua bangsa di dunia harus dapat hidup berdampingan secara damai. KAA mendorong perjuangan kemerdekaan bangsa di dunia pada umumnya serta di Asia dan Afrika khususnya.
Beberapa contoh negara-negara di Afrika yang merdeka pasca KAA dan setelahnya seperti Malaysia (1957), Male/Maldives (1965), Singapura (1965), Sudan (1956), Tunisia (1957), Maroko (1957), Aljazair (1962), Ghana (1957) ,Senegal (1960), Mali (1960), Pantai Gading (1960), Siera leon (1961), dan Kenya (1964). (Kusmayadi, 2018:33)
KAA memberikan dampak langsung dan tidak langsung bagi kebijakan luar negeri Indonesia. Dampak langsungnya ada dua. Yang pertama adalah penandatanganan Kesepakatan Kewarganegaraan Ganda (Dual Nationality Agreement) antara Indonesia dan RRT. Menurut kesepakatan ini, orang-orang keturunan Tionghoa yang tinggal di Indonesia akan diharuskan memilih antara menjadi warganegara Indonesia atau Tiongkok.
-
Dampak Secara Tidak Langsung bagi Indonesia
- Indonesia dihargai sebagai jembatan, perantara atau fasilitator hubungan bangsa-bangsa Asia dan Afrika, sebab banyak anggota delegasi negara-negara peserta KAA tidak saling mengenal sebelumnya. Berkat KAA, mereka saling mengenal satu sama lain.
- KAA berhasil mengurangi ketegangan-ketegangan politik antara kedua blok yang bersengketa. RRT menyatakan jaminannya untuk tidak menyerang tetangga-tetangganya dan menawarkan dialog langsung dengan AS dalam masalah Taiwan. Filipina, Pakistan dan Thailand
- KAA melahirkan gerakan-gerakan solidaritas Asia-Afrika di tingkat rakyat dan negara, memunculkan Kelompok Asia-Afrika di PBB untuk memperjuangkan kepentingan bangsa-bangsa Asia dan Afrika, memicu gelombang pencapaian kemerdekaan negara-negara Asia dan Afrika dari penjajahan dan mendorong negara tersebut masuk menjadi anggota PBB termasuk RRT.
- KAA telah melahirkan blok tersendiri dalam tata dunia yang didominasi oleh Blok Barat dan Blok Timur, yakni blok ketiga yang kemudian secara resmi menjadi Gerakan Non Blok (Non Aligned Movement) pada tahun 1961 di mana Indonesia menjadi salah satu pelopornya sesuai dengan prinsip politik luar negerinya yang “bebas aktif”. Karena itu KAA juga disebut sebagai tanggal lahir.
- Indonesia diangkat secara tidak langsung menjadi juru bicara Gerakan Non-Blok dan negara-negara Asia dan Afrika yang baru merdeka dan yang masih terjajah, terutama berkat keberanian, keaktifan, karisma dan retorika Presiden Soekarno.
- KAA dapat dilihat sebagai naiknya gelombang pasang pertama dari gerakan terorganisir bangsa-bangsa “Selatan” atau “pinggiran” (periphery) melawan “Utara” atau “pusat” (centre) dari kapitalisme dan imperialisme. Gelombang ini mengalami masa surut pada tahun 70-an.
-
Terselenggaranya Konferensi Asia Afrika II dan III
Semangat yang muncul dari KAA tidak lantas padam seiring berakhirnya konferensi pada tahun 1955. Pada tahun 2005 diadakan kembali konferensi untuk memperingati HUT KAA ke-50 yang sering disebut sebagai KAA kedua. Negara-negara yang terlibat di HUT ke 50 ini bertekad untuk merekatkan hubungan satu ama lain dan saling berusaha melaksanakan kerjasama guna menanggulangi kesenjangan ekonomi, sosial dan politik negara-negara di kedua benua tersebut.
demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Sejarah KAA (Konferensi Asia Afrika) : Pengertian, Peran, Hasil, Usaha Pelaksanaan, Negara, Relevansi Nilai, Implikasi, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.