Pengertian Aktualisasi

Diposting pada

Pengertian Akulturasi

aktualisasi pancasila di masa kini sering sekali menjadi pertanyaan. Apakah bedar nilai pancasila masih digunakan di era yang telah menginjak lebih dari 70 tahun sejak pancasila dibuat. Pancasila hingga saat ini menjadi ideologi atau cara pandang bangsa indonesia. Itulah salah satu buhti bahwa pancasila masih di jalankan hingga sekarang ini.

Apabila telah tidak ada aktualisasi pancasila, maka pancasila tak lain hanyalah sekedar lambang bagi negara indonesia ini. Aktualisasi pancasila merupakan penuangan nilai-nilai pancasila ke dalam norma-norma yang berlaku di kehidupan berbangsa dan juga  bernegara. Permasalhan utama dalam aktuliasasi pancasila ialah bagaimana wujud realisasi nilai-nilai pancasila yang universal ke dalam norma yang erkait langsung dengan nilai pancasila dalam penyelenggaraan pemerintah negara. Aktulisasi pancasila dikelompokan menjadi dua macam:

Pengertian Aktualisasi Pancasila

  1. Aktualisasi Pancasila Subjektif

aktualisasi pancasila subjektif ini ialah realisasi nilaipancasila oelh setiap pribadi atau individu warga negara dalam kaitannya dengan kehidpan berbangsa dan juga bernegara. Aktualisasi pancasila subjektif ini dapat dikatakan lebih penting dari aktualisasi pancasila objektif. Hai ini karena aktualisasi pancasila objektif tidak akan terselenggara tanpa ada keberhasilan dari aktualisasi pancasila subjektif. Dan seperti yang kita ketahui, pelaksanaan aktualisasi pancasila subjektif ini sangat erat kaitannya dengan kesadaran dan juga ketaatan.


  1. Aktualisasi Pancasila Objektif

Aktualisasi pancasila objektif merupakan aktualisasi pancasila di berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi lembaga tinggi negara seperti lembaga eksekutif, lembaga legislatif dan juga lembaga yudikatif. Selain itu aktualisasi pancasila merambah beberapa nilai pancasila ekonomi dan juga hukum. Aktualisasi pancasila objektif juga menjabarkan bagaimana nilai pancasila diaktualisasi ke dalam undang-undang, GBHN.


Masalah Yang Timbul Dalam Akulturasi

Dalam meneliti akulturasi, ada lima golongan masalah mengenai akulturasi, yaitu :

  1. masalah mengenai metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat.
  2. masalah mengenai  unsur-unsur  kebudayaan  asing  apa        yang  mudah diterima, dan unsur-unsur kebudayaan asing apa yang sukar diterima oleh masyarakat penerima.
  3. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau diubah, dan unsur-unsur apa yang tidak mudah diganti atau diubah oleh unsur-unsur kebudayaan asing
  4. masalah mengenai individu-individu apa yang suka dan cepat menerima, dan individu-individu apa yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur kebudayaan asing;5. masalah mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisis sosial yang timbul sebagai akibat akulturasi.

Hal-hal Penting Mengenai Akulturasi

Hal-hal yang sebaiknya diperhatikan oleh para peneliti yang akan meneliti akulturasi adalah :

  1. keadaan masyarakat penerima  sebelum  proses  akulturasi  mulai berjalan; Bahan mengenai keadaan masyarakat penerima sebenarnya merupakan bahan tentang sejarah dari masyarakat yang bersangkutan.  Apabila ada  sumber-sumber  tertulis,  maka  bahan  itu  dapat  dikumpulkan dengan  menggunakan  metode  yang biasa  dipakai  oleh  para  ahli sejarah.  Bila sumber tertulis tidak ada, peneliti harus mengumpulkan bahan tentang keadaan masyarakat penerima yang kembali sejauh mungkin dalam ruang waktu, misalnya dengan proses wawancara. Dengan  demikian,  seorang  peneliti  dapat  mengetahui  keadaan kebudayaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan.   Saat inilah  yang disebut “titik  permulaan  dari  proses akulturasi” atau base line of acculturation.

  2. Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing; Individu-individu ini disebut juga agents of acculturation. Pekerjaan dan latar belakang dari agents of acculturation inilah yang akan menentukan corak kebudayaan dan unsur-unsur apa saja yang akan masuk ke dalam suatu daerah.  Hal ini terjadi karena dalam suatu masyarakat, apalagi jika masyarakat itu adalah masyarakat yang luas dan  kompleks,  warga  hanya  mengetahui  sebagian  kecil  dari kebudayaannya saja, biasanya yang berkaitan dengan profesi dan latar belakang warga tersebut.

  1. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima;Hal ini penting untuk mengetahui gambaran yang jelas dari suatu proses akulturasi. Contohnya adalah apabila kita ingin mengetahui proses yang harus dilalui oleh kebudayaan pusat untuk masuk ke dalam kebudayaan daerah, maka saluran-salurannya adalah melalui sistem propaganda dari partai-partai politik, pendidikan sekolah, garis hirarki pegawai pemerintah, dan lain-lain.

  2. Bagian-bagian dari  masyarakat  penerima  yang  terkena  pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tadi;Kadang, unsur-unsur kebudayaan asing yang diterima tiap golongan-golongan dalam masyarakat berbeda-beda.  Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagian-bagian mana dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tersebut.

  3. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing,Terbagi menjadi 2 reaksi umum, yaitu reaksi “kolot” dan reaksi “progresif”. Reaksi  “kolot”  adalah  reaksi  menolak  unsur-unsur kebudayaan  asing,  yang  pada  akhirnya  akan  menyebabkan pengunduran diri pihaknya dari kenyataan kehidupan masyarakat, kembali ke kehidupan mereka yang sudah kuno.  Reaksi “progresif” adalah reaksi yang berlawanan dengan”kolot”, reaksi yang menerima unsur-unsur kebudayaan asing.

Aktualisasi Pancasila Dalam Bidang Politik

Untuk bisa berfungsi sebagai ideologi yang meyatukan cara andang seluruh bangsa indonesia, pancasila harus diimplementasikan kedalam segala tingkat adan juga aspek kehidpan sebagai contoh penerapan nilai-nilai pancasila dalam bidang politik di indonesia.

Baca Juga :  Kerjasama Regiona Adalah


  1. Sistem politik demokrasi pancasila

Sumber nilai sistem politik indonesia merupakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV dimana disitu disebutkan dengan jelas kelima sila dari pancasila. Dari situ lah diputuskan bahwa sistem politik indonesis ialah demokrasi pancasila.


  1. Mendukung globalisasi

Agen politik indonesia sejalan degan globalisasi yang bersifat positif. Oleh sebab itu, indonesia menghindari politik luar negeri yang melakukan intervensi  terhadap negara lain dengan tujuan tertentu. Sebagi contoh, beberapa negara maju melakukan intervensi politik untuk mengeksploitasi sumber daya alam negara lain.


  1. Politik luar negeri yang tegas

Indonesia mengambil sikap tegas menyangkut intervensi politik yang menyangkut hak asasi, terorisme dan juga lingkungan hidup. Sikap tegas indonesia dilakukan berdasarkan orientasi pada kepentingan nasional, bukan kepentingan negara lain atau pihak yang lebih kuat.


Sikap Terhadap Akulturasi

Tiga pendekatan berbeda yang dianut selama kontak budaya yang tampak dalam literatur yaitu relasi antar kelompok, modernitas psikologis, dan sikap akulturasi. Sikap individu yang berakulturasi terhadap masyarakat dominan akan mamiliki beberapa kaitan dengan cara ia masuk ke dalam proses akulturasi.

Jika sikap-sikap kelompok sendiri sangat positif dan sikap kelompok luar sngat negatif, maka pengaruh akulturasi mungkin sudah terasing, tertahan, tertolak atau apa saja yang dapat ditafsirkan sebagai kurang efektif. Dipihak lain, jika pola sikap yang berlawanan cocok di antara individu-individu yang mengalami akulturasi maka pengaruh-pengaruh akulturasi mungkin lebih dapat diterima.

Cara-cara individu atau kelompok yang sedang berakulturasi ingin berhubungan dengan masyarakat dominan diistilahkan dengan strategi-strategi akulturasi. Strategi-strategi itu secara konseptual merupakan hasil suatu interaksi antara gagasan yang diturunkan dari literatur tentang hubungan antarkelompok.

Ketika seorang individu yang mengalami akulturasi tidak memelihara budaya dan jati diri dan melakukan interaki sehari-hari dengan masyarakat dominan, maka jalur atau strategi asimilasi didefinisikan. Kalau ada suatu nilai yang ditempatkan pada pengukuran budaya asal seseorang dan suatu keinginan menghindari interaksi dengan orang lain, maka alternatif separasi didefinisikan. Kalau ada suatu minat dalam kedua-duanya baik memelihara budaya asal dan melakukan interaksi dengan orang lain, integrasi opsinya.


Contoh-contoh Akulturasi


  • Kereta Singo Barong (Cirebon)

Kereta Singa Barong, yang dibuat pada tahun 1549, merupakan refleksi dari persahabatan Cirebon dengan bangsa-bangsa lain. Wajah kereta ini merupakan perwujudan tiga binatang yang digabung menjadi satu, gajah dengan  belalainya,  bermahkotakan  naga  dan  bertubuh  hewan burak. Belalai  gajah  merupakan  persahabatan  dengan  India  yang  beragama Hindu,  kepala  naga  melambangkan  persahabatan  dengan  Cina  yang beragama  Buddha,  dan  badan  burak  lengkap  dengan  sayapnya, melambangkan persahabatan dengan Mesir yang beragama Islam.

Kereta ini dibuat oleh seorang arsitek kereta Panembahan Losari dan pemahatnya Ki Notoguna dari Kaliwulu. Pahatan pada kereta itu memang detail dan rumit. Mencirikan budaya khas tiga negara  sahabat  itu,  pahatan wadasan dan  megamendung mencirikan  khas  Cirebon, warna-warna  ukiran  yang merah-hijau mencitrakan khas Cina. Dalam kereta itu, tiga budaya (Buddha, Hindu, dan Islam)  digambarkan  menjadi satu dalam trisula di belalai gajah.


  • Keraton Kasepuhan Cirebon

Bangunan arsitektur dan interior Keraton Kasepuhan menggambarkan berbagai macam pengaruh, mulai dari gaya Eropa, Cina, Arab, maupun budaya lokal yang sudah ada sebelumnya, yaitu Hindu dan Jawa. Semua elemen  atau unsur budaya di atas  melebur pada bangunan Keraton Kasepuhan tersebut. Pengaruh Eropa tampak pada tiang-tiang bergaya Yunani. Arsitektur gaya Eropa  lainnya  berupa  lengkungan  ambang  pintu  berbentuk  setengah lingkaran yang terdapat pada bangunan Lawang Sanga (pintu sembilan).

Pengaruh  gaya  Eropa  lainnya  adalah  pilaster  pada  dinding-dinding  bangunan, yang membuat dindingnya lebih menarik tidak datar. Gaya bangunan Eropa juga terlihat jelas pada bentuk pintu dan jendela pada bangunan  bangsal  Pringgondani,  berukuran  lebar  dan  tinggi  serta penggunaan  jalusi sebagai ventilasi udara.Bangsal  Prabayasa berfungsi  sebagai tempat menerima tamu-tamu agung. Bangunan tersebut ditopang oleh tiang saka dari kayu. Tiang saka tersebut diberi hiasan motif tumpal yang berasal dari Jawa.


  • Barongsai

Kesenian Barongsai, yang awalnya berasal dari Kebudayaan Tionghoa, kini telah berakulturasi dengan kesenian lokal.


Penyelidikan Akulturasi Dalam Antropologi

Didalam dunia antropologi, persoalan mengenai proses perubahan kebudayaan merupakan suatu persoalan pokok sejak zaman lahirnya ilmu ini. Pada mulanya perubahan kebudayaan dianggap sebagai akibat adanya suatu kekuatan yang terdapat didalam inti dari tiap-tiap kebudayaan di dunia. Kekuatan yang dimaksud didalam tiap-tiap kebudayaan adalah kekuatan evolusi. Disamping itu, timbul juga anggapan bahwa proses perubahan kebudayaan itu adalah suatu akibat adanya suatu gerak persebaran dan perpaduan kembali dari kebudayaan-kebudayaan yang ada dimuka bumi ini yang dikenal dengan istilah difusi.

Dalam perkembangan selanjutnya, telah timbul lagi suatu penyelidikan baru yang mengkhususkan perhatiannya kepada proses-proses yang terjadi apabila ada dua kebudayaan berpadu. Menurut Koentjaraningrat (1958:439-440) ada tiga alasan timbulnya penyelidikan baru yaitu:

(a) bertambahnya kegiatan field work antropologi yang pada akhir abad ke 19 dan permulaan abad ke 20 mulai dilakukan oleh sarjana yang berkahlian itu, memberikan kepada dunia ilmiah suatu pengertian yang mat penting, ialah pengertian bahwa semua masyarakat dan kebudayaan yang hidup itu selalu berubah dan tak ada yang bersifat statis;

(b) gejala yang dilihat oleh para sarjana antropologi bahwa banyak karangan etnografi itu tidak cocok dengan kenyataan kehidupan masyarakat dari bangsa yang terlukis dalam etnografi. Suatu karangan etnografi membukukan suatu kebudayaan pada suatu saat yang tertentu, sedangkan dalam kenyataan hidup, kebudayaan berubah terus. Gejala itu telah menambah pengertian para sarjana bahwa semua masyarakat dan kebudayaan yang hidup selalu berubah dan tak ada yang bersifat statis;

Baca Juga :  Sistem Pendidikan dan Problematika Indonesia

(c) para sarjana antropolpogi melihat bahwa dengan bertambah luas dan intensifnya persebaran pengaruh kebudayaan “Barat” ke semua pelosok dimuka bumi iji, mulai pada akhir abad ke 19 dan permulaan abad ke 20, hampir tidak ada lagi suatu kebudayaan yang asli dan yang terpencil dari pengaruh kebudayaan “Barat”.

Kesadaran akan dinamisnya suatu masyarakat dan kebudayaan, sehingga menyebabkan timbulnya penyelidikan-penyelidikan mengenai proses perubahan dinyatakan dengan tegas oleh seorang sarjana antreopologi yang terkenal B. Malinowski, yang menyatakan bahwa; “A new branch of anthropology must sooner or later be started: the anthropology of the changing Native. Nowadays, when we are intensely interested, through the new anthropology theory in the problem of contact and difusion, it seems incredible that hardly any exhaustive studies have been undertaken on the question of how European influence is being diffused into native communities (Malinowski, 1929:22-34).


Masalah Pokok Kajian Akulturasi

Menurut Koentjaraningrat (1958:449-450), bahwa untuk mengkaji proses akulturasi dapat menggunakan pendekatan lima prinsip, yaitu:

  1. Principle of integration atau prinsip integrasi yaitu suatu proses   dimana  unsur-unsur  yang  saling berbeda dari kebudayaan mencapai keselarasan dalam kehidupan masyarakat;
  2. Principle of function atau prinsip fungsi, yaitu unsur-unsur yang tidak akan mudah hilang, apabila unsur-unsur itu mempunyai fungsi yang penting dalam masyarakat;
  3. Principle of early learning, sebagai prinsip yang terpenting dalam proses akulturasi, yang menyatakan bahwa unsur-unsur kebudayaan yang dipelajari paling dahulu, pada saat si individu pendukung kebudayaan masih kecil, akan paling sukar diganti oleh unsur kebudayaan asing;
  4. Principle of utility, yaitu suatu unsur baru yang mudah diterima, bila unsur itu mempunyai guna yang besar bagi masyarakat;
  5. Principle of concretness atau prinsip sifat konkrit yaitu unsur-unsur konkrit lebih mudah hilang diganti dengan unsur-unsur asing, terutama unsur-unsur kebudayaan jasmani, benda, alat-alat dan sebagainya.

Dalam ilmu antropologi, terutama yang membahas masalah akulturasi, berbagai hal yang berkaitan dengan pertemuan dua kebudayaan atau lebih, sejak lama telah diocoba untuk dirumuskan. Selain membahas masalah metode untuk mengobservasi, mencatat dan mendeskripsikan suatu proses akulturasi.  Ada empat masalah pokok yang berkaitan dengan kajian akulturasi yaitu:

  1. unsur-unsur kebudayaan asing apakah yang mudah diterima atau sukar diterima;
  2. unsur-unsur kebudayaan apakah yang mudah diganti atau diubah oleh kebudayaan asing;
  3. individu-individu manakah yang cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing, atau sebaliknya;
  4. berbagai ketegangan dan krisis sosial sebagai akibat terjadinya akulturasi (Purwanto, 2000:186).

Penelitian Masalah Akulturasi

Penelitian akulturasi yang dilakukan oleh semua ahli antropologi di masa lalu, biasanya dilakukan berdasarkan suatu kerangka kerja yang hampir sama, baik di negara-negara persemakmuran, di Amerika Serikat maupun di Amerika Latin. Kecuali di Inggris kajian tentang akulturasi lebih dikenal dengan studi mengenai kontak-kontak kebudayaan (cultur contact) (Purwanto,2000:102). Perhatian terhadap studi akulturasi baik di  Amerika bermula dari reaksi terhadap suatu upaya rekontruksi “memory cultur”.

Sementara itu di Inggris, minat terhadap fenomena kontak-kontak kebudayaan, banyak dilakukan oleh para fungsionalisme, tetapi umumnya bermula dari reaksi terhadap studi tentang “memory culture” Lebih lanjut di jelaskan oleh Purwanto (2000:103) bahwa rasa tertarik untuk mengkaji kontak-kontak kebudayaan disebabkan oleh: (a) urgensi aplikasi praktis dari ilmu antropologi di daerah jajahan; (b) sebagai bagian dari reaksi akan keterbatasan akan pendekatan fungsionalisme.

Dalam pada itu, menurut Purwanto (2000:103) adanya perbedaan dalam kajian terhadap studi akulturasi, agaknya kegunaan studi akulturasi di Inggris, Perancis dan Belanda lebih ditujukan guna memecahkan masalah-masalah praktis di daerah jajahan, sedangkan di Amerika, perkembangan pesat dari studi akulturasi lebih berkaitan dengan berbagai masalah sosial yang timbul sebagai akibat masa depresi ekonomi (malaise).

  Lebih lanjut menurut Purwanto (2000:104) di Amerika, akulturasi sebagai lapangan studi displin antropologi dapat dikatakan masih relatif baru, yaitu dalam pertemuan tahunan di American Anthropological Association tahun 1936 yang membuahkan  Memorandum for the Study of Acculturation yang dieditor oleh Robert Redfield, Ralph Linton dan Melville J. herskovits.


Penyelidikan Mengenai Akulturasi Di Indonesia

Penelitian tentang akulturasi dalam masyarakat Indonesia, menurut Koentjaraningrat (1958:454), pertama kali dilakukan oleh para sarjana Ilmu Filologi dan Ilmu Arkeologi dan  dikalangan para sarjana Antropologi Budaya masalah ini kurang mendapat perhatian, meskipun dalam waktu yang lama masalah akulturasi mendapat perhatian mereka juga.

Adanya perhatian dari para sarjana Ilmu Filologi dan  Arkeologi terhadap soal akulturasi di Indonesia karena mereka tertarik akan adanya perpaduan antara kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Indonesia dan soal perpaduan antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan Indonesia. Metode yang digunakan dalam menyelidiki perpaduan berbagai kebudayaan tersebut dilakukan dengan cara menelusuri dari manuskrip-manuskrip kuno, dari prasasti-prasasti dan hasil-hasil seni bangunan dan seni pahat.

Berdasarkan hasil penyelidikan  yang dilakukan oleh ahli Filologi dan ilmu archeology tersebut, mereka menyimpulkan bahwa: (1) kebudayaan yang sedang ada dalam keadaan berpadu itu lepas dari individu-individu yang memangkunya; (2) kebudayaan-kebudayaan yang sedang ada dalam keadaan terpadu itu dari sudut unsure-unsur atau kompleks unsure-unsur yang terlepas (Keontjaraningrat, 1958:455).

Perhatian terhadap penyelidikan akulturasi di Indonesia, tidak hanya dilakukan oleh para sarjana Filologi dan ilmu archeology, tetapi juga dilakukan oleh para sarjana hukum adat seperti Snouck Hugronje dan Van Vollenhoven. Dimana dari hasil penyelidikannya  mereka beranggapan bahwa kebudayaan manusia, masyarakat manusia, sistim hukum adatnya itu selalu berubah.

Baca Juga :  Cara Sukses Berbisnis Oriflame

Menurut Snouck Hugronje dan Van Vollenhoven, dalam perubahan hukum adat tersebut ada beberapa hal yang perlu dipertanyakan adalah: (1) bagaimanakah proses perubahan hukum adat dapat diketahui oleh yang berwajib; (2) sampai dimanakah kemungkinan berbagai sistim hukum adat dari berbagai daerah hukum adat yang berbeda-beda itu, dapat berubah dan berkembang kearah kesatuan dan bagaimana pihak berwajib dapat dengan sadar mengendali proses perobahan itu (Koentjaraningrat, 1958:456).


Wujud Alkuturasi dan Mekanisme Perubahan Unsur Kebudaayaan di Indonesia

Wujud akulturasi  kebudayaan yang berasal dari luar yang diterima dan dipakai oleh masyarakat Indonesia antara lain sebagai berikut:


  1. Bahasa

Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa Sansekerta yang dapat Anda temukan sampai sekarang dimana bahasa Sansekerta memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu – Budha pada abad 5 – 7 M, contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara.

Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta di gantikan oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 – 13 M. Untuk aksara, dapat dibuktikan adanya penggunaan huruf Pallawa, kemudian berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno.


  1. Religi/Kepercayaan

Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu – Budha ke Indonesia, masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai agama-agama tersebut. Agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain mengalami Sinkritisme.

Tentu Anda bertanya apa yang dimaksud dengan Sinkritisme? Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu. Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu – Budha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut dapat Anda lihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India yang merupakan daerah asalnya.


  1. Organisasi Sosial Kemasyarakatan

Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan, misalnyat dalam organisasi politik yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India. Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun temurun.

Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan dewa yang keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah di Singosari seperti Kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa dan R Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harhari (dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu). Pemerintahan Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah.

Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi di kerajaan Majapahit, pada waktu pengangkatan Wikramawardana.Wujud akulturasi di samping terlihat dalam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat.


  1. Sistem Pengetahuan

Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu. Menurut perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654, maka tahun masehinya 654 + 78 = 732 M. Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan Candrasangkala.

Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka. Candrasangkala banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, dan menggunakan kalimat bahasa Jawa salah satu contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4 dan bhumi = 1, maka kalimat tersebut diartikan dan belakang sama dengan tahun 1400 saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit.


  1. Peralatan Hidup dan Teknologi

Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan.

Kemudian dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan. Bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah punden berundak-undak, yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi tersebut. Perkataan candi berasal dari kata Candika yang merupakan salah satu nama dewi Durga atau dewi maut, sehingga candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya raja-raja dan orang-orang terkemuka.


demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Pengertian Aktualisasi : Masalah Yang Timbul, Hal Penting, Contoh, Sikap, Penyelitikan, Masalah Pokok, Penelitian, Wujud, Mekanisme, Unsur, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semunya.

Posting pada SD