Pemerintahan Darurat Republik Indoensia

Diposting pada

Latar Belakang

Pemimpin Republik Jawa sudah menduga kemungkinan agresi Belanda II dan sudah membuat rencana menghadapi kemungkinan tersebut. Pada bulan November 1948, wakil presiden Moh. Hatta mengajak Mr. Sjafruddin Prawiranegara Menteri kemakmuran Republik ke Bukittinggi, dan Moh. Hatta kembali ke Yogyakarta, Sjafruddin tetap tinggal untuk mempersiapkan kemungkinan pembentukan suatu pemerintahan darurat di Sumatera seandainya ibu kota Republik di Jawa jatuh ke tangan Belanda.


Sejarah Berdirinya Pemerintah Republk Indonesia

Satu rentang sejarah bangsa Indonesia keberadaannya sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa Indonesia pada masa berikutnya. Hal ini dikarenakan setiap tahapan sejarah memiliki peran dan arti penting tersendiri bagi masanya dan juga bagi masa yang akan datang. Tiap peristiwa sejarah memiliki unsur kontinuitas yang artinya adalah bahwa ada kesinambungan antara peristiwa dahulu dengan peristiwa yang terjadi pada masa berikutnya. Salah satu bagian dari rentangan sejarah bangsa Indonesia yang peanannya sangat sentral dalam pembentukan negara Indonesia berikutnya adalah masa revolusi.

Pada masa revolusi, dinamika perkembangan Indonesia sangat terlihat. Hal ini dikarenakan pada masa revolusi perkembangan sejarah mengalami perubahan yang sangat cepat. Tercatat beberapa peristiwa penting yang menentukan jalannya Indonesia ke depan terjadi pada masa revolusi ini. Berbagai penyerangan dan peperangan mempertahankan kemerdekaan, perjuangan diplomasi, sampai pada permasalahan dinamika politik terjadi pada masa ini. Salah satu peristiwa penting yang terjadi pada masa ini adalah pembentukan pemerintahan darurat republik Indonesia.

Pemerintah darurat merupakan suatu upaya pengalihan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia kepada pihak tertentu —dalam hal ini adalah Syafrudin Prawiranegara dan kawan-kawan— untuk menjalankan pemerintahan dikarenkan pemerintah Indonesia pada masa itu tidak dapat menjalankan fungsi pemerintahan. Hal ini dikarenakan pemerintahan yang tengah berlangsung mengalami ketidakkuasaan dalam menjalankan pemerintahan disebabkan adanya agresi Belanda yang berhasil menangkap Soekarno dan Hatta selaku pucuk pimpinan pada masa tersebut dan menguasai pusat pemerintahan. Peran pemerintah darurat ini menjadi sentral karena merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah Indonesia yang pada masa itu tiak dapat menjalankan pemerintahan.

Akan tetapi, dalam penulisan sejarah nasional, pemeirntahan darurat tidak memiliki proposisi yang ideal. Penulisan sejarah berkaitan dengan pemerintahan darurat masih sangat kurang. Bahkan dalam buku babon Sejarah Nasional Indonesia jilid VI edisi tahun 1984, penjelasan tentang pemerintahan darurat masih sangat kurang. Walau dalam waktu yang sangat singkat, berdirinya pemerintahan darurat memiliki makna yang penting bagi perjalanan bangsa Indonesia. Dalam makalah ini akan disajikan secara ringkas tetang pemerintahan darurat Republik Indonesia, tentang apa latar belakang yang menyebabkan terbentuknya pemerintahan darurat, dan bagaimana pengaruh berdirinya pemerintahan darurat terhadap eksistensi negara Indonesia?

Pemerintahan Darurat Republik Indoensia: Latar Belakang dan Peranan

Pertengahan Desember 1948, Perdana Menteri India, Jawaharlal Nehru mengirim pesawat untuk membawa Soekarno dan Hatta untuk keluar Jawa. Dalam perjalanan keluar Jawa, pesawat tersebut akan singgah di Bukitinggi, disini hatta akan tinggal untuk memimpin pemerintahan darurat sementara Presiden Soekarno terbang ke New Delhi, dan dari sana ke New York mengajukan masalah Republik ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun sebelum pesawat Nehru sampai di Yogyakarta, pesawat itu tertahan di Singapura karena pemerintah Belanda menolak memberi izin melintasi daerah mereka dan memberikan hak mendarat di Jakarta.

Baca Juga :  Tumbuhan Xerofit

Soekarno dan Hatta masih ada di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember saat belanda menyerang dan menduduki kota itu. Di Bukitinggi, saat mendengar berita Belanda menyerang Yogyakarta, Sjafruddin pada mulanya tak percaya bahwa pemerintahan Republik bisa hancur sedemikian cepatnya atau bahwa hampir semua anggota kabinet , termasuk Soekarno dan Hatta suda membiarkan diri mereka tertahan.

Dia menduga bahwa laporan tersebut mungkin hanya propaganda Belanda, dan merasa kurang pasti dengan legalitas kekuasaanya, dia menunda pembentukan pemerintahan darurat di Sumatera sampai sesudah dia, bersama dengan para pemimpin pemerintahan provinsi Sumatera serta komandan militer Sumatera yang baru Kolonel Hidayat, meninggalkan Bukitinggi serta mundur ke Halaban, kira-kira 16 km di tenggara Payakumbuh. Mereka sampai disana 21 Desember dan langsung diikuti residen Sumatera Barat Mr. Rasjid.

Di Halaban mereka langsung menyusun strategi untuk menjawab serangan Belanda. Yakin bahwa pada saat itu pemimpin-pemimpin Republik di Jawa sudah ditahan belanda, maka pada tanggal 22 Desember Sjafruddin menyatakan berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), dia sendiri sebagai ketua, Gubernur Sumatera Mr. Tengku Moh D. Hassan sebagai wakil ketua dan Mr. Rasjid sebagai menteri keamanan. Kabinet mengangkat panglima angkatan darat, laut dan udara, serta menunjuk perwakilan Indonesia di India, Mr. Maramis sebagai menteri luar negeri dan menugaskannya supaya membawa masalah Indonesia ke PBB. Mereka lalu menunjuk Susanto Seuanya menteri dalam kabinet Hatta yang luput dari penangkapan Belanda saat mereka meyerang Yogyakarta.

Sejak saat itu PDRI memainkan peranan penting dan menjamin bahwa perjuangan melawan Belanda masih dipimpin oleh pemerintahan yang sah yang di akui oleh republik di seluruh nusantara. PDRI adalah simbol nasional dan faktor pemersatu, khususnya untuk pasukan gerilya yang terpencar di seluruh Jawa dan Sumatera, karena pemerintahan Sjafruddin diakui oleh pasukan Republik (dibawah Panglima Besar Jend. Sudirman).

Sebelum meninggalkan Halaban, pemimpin republik memencar. Syafruddin serta menterinya berangkat ke selatan unuk mendirikan pemerintahan mobile di bidang alam, di perbatasan Sumatra barat dengan Jambi. Kolonel Hidayat dan komandemen militer Sumatera berangkat ke utara, berhenti untuk beberapa minggu di Rao di bagian utara Sumatera Barat lalu melanjutkan “long march” ke Aceh.

Disana Hidayat membentuk markas komando militer Sumatera di daerah yang tak pernah terjamah oleh Belanda. Mr. Rasjid dan anggota pemerintahan Sumatera Barat pindah ke Kototinggi, sebuah negeri di pegunungan di luar Suliki, sebelah utara Payakumbuh. Dia ditemani oleh Catib Sulaiman dan Anwan Sutansaidi, hingga disana 24 desember dan membentuk pemerintahan militer Sumatera barat di kantor perwakilan negeri.


Peranan Sjafruddin Prawiranegara Dalam PDRI

Dengan adanya PDRI dan Mr. Sjafruddin dipilih sebagai pejabat Presiden sedangkan eksistensi Negara Indonesia masih ada serta merdeka dan berdaulat karena dihadapan pemerintah Belanda, pemerintahan RI secara de facto di pimpin oleh Soekarno dari penjara, walaupun sebenarnya secara de jure pemerintahan berada di tangan Syafruddin Prawiranegara dan kedudukan Soekarno yang ada dalam tahanan bukan lagi sebagai kepala Negara yang merdeka dan berdaulat.

Baca Juga :  Bentuk Bakteri

Jadi, dengan diberikan mandat dari Presiden pada Kepala pemerintahan darurat RI maka posisi Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai pejabat Presiden sementara (Ketua PDRI) dan bukan dianggap sebagai Presiden RI yang utuh karena dia hanya sebagai pemegang jabatan sementara saja berdasarkan mandat yang diterimanya dari mandatori yakni Presiden Pertama RI sendiri. Maka dari fakta ini, Mr. Sjafruddin Prawiranegara tak menyalahgunakan amanah pembentukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) guna mengangkat dirinya sebagai Presiden PDRI melainkan hanya sebagai ketua PDRI.

Mr. Sjafruddin selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain bahkan sampai ke pelosok-pelosok daerah terpencil karena pemerintahan PDRI sangat dicari oleh pihak kolonial Belanda untuk dihancurkan. Tapu ini bukan berarti pemerintahan darurat ini tanpa adanya perlawanan karena pada tanggal 1 Januari 1949 PDRI ini membentuk 5 wilayah pemerintahan militer di Sumatera yaitu Aceh dengan gubernur Militer Tgk Daud Beureuh. Daerah Tapanuli dan Sumatera Timur Bagian Selatan dengan Gubernur Militer dr. Ferdinand Lumban Tobing sementara Riau dengan Gubernur Militer R.M Utoyo.

Sumatera Barat dipimpin oleh Gubernur Militer Mr. Sultan Muhammad Rasjid dengan Wakil Gubernur Militer Letnan Kolonel Dahlan Ibrahim. Sementara Sumatera Selatan dengan Gubernur Militer dr. Adnan Kapau Gani. Mungkin pembentukan ini dengan tujuan sebagai alat bertaha dari tentara pemerintahan Belanda sehingga Pemerintahan Darurat Republik Indonesia masih terlindungi dari serangan musuh dan eksistensi Negara Indonesia masih ada.


Kondisi Politik Menjelang Berdirinya Pemerintah Darurat

Kondisi Politik Indonesia Menjelang Berdirinya Pemerintah Darurat Dari bulan januari 1946 sampai dengan Desember 1948, terdapat dua pemerintahan di Indonesia, yaitu pemerintah Hindia Belanda di Jakarta dan pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta (Wild dan Carey [ed.],1986:187). Dalam perkembangan selanjutnya pemerintahan Republik Indonesia ini mengalami penyerangan oleh pihak Belanda yang disebut dengan agresi militer Belanda yang kedua.

Agresi Militer Belanda II terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tunggal dalam kota agar dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.

Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi II telah dimulai. Belanda


Pendirian Pemerintah Darurat Indonesia

Pendirian Pemerintahan Darurat Tidak lama setelah ibukota RI di Yogyakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda II, Belanda berulangkali menyiarkan berita bahwa RI sudah bubar karena para pemimpinnya, seperti Soekarno, Hatta dan Syahrir sudah menyerah dan ditahan. Oleh karena keadaan tersebut, untuk tidak menelantarkan Republik Indonesia dalam keadaan tanpa pimpinan, dan untuk mencegah Belanda mendirikan pemerintahan boneka, maka sidang kabinet memutuskan untuk mengakat pimpinan pemerintah darurat.

Lewat radio Presiden dan wakil presiden mengalihkan kekuasaannya dengan instruksi kepada Mr. Sjafrudin Prawiranegara yang pada waktu itu menjabat sebagai menteri kemakmuran yang ada di Sumatera untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Kalau tidak mungkin, supaya menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis yang pada waktu itu berada di luar negeri untuk menggantikan Mr Sjafruddin tersebut.

Baca Juga :  Pengertian Gerak Endonom

secara serentak kabinet Hatta mengeluarkan dua surat mandat tentang pembentukan pemerintah darurat di Sumatera, satu untuk Mr Sjafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, dan satu lagi untuk Mr. A.A. Maramis di New Delhi (Toer, dkk., 2003:705-706; Poesponegoro dan Notosusanto [et.al], 1984:161).


Aktivitas Pemerintahan Darurat Indonesia

Aktivitas Pemerintahan Darurat Pada saat berdirinya PDRI melakukan beberapa kebijakan. PDRI memimpin perjuangan dan mengkoordinir perjuangan di Sumatera dan di Jawa. Di Jawa mislnya diangkat dewan komisaris pemerintah pusat. Selain itu, diadakan pula hubungan dengan luar negeri dan memberi data-data tentang keadaan perjuangan di dalam negeri supaya mereka bisa memperjuangkan nasib kita di perserikatan bangsa-bangsa, dan di luar negeri, sebab di sana Mr. Maramis menjadi menteri luar negeri pemerintahan darurat. Dan perjuangan fisik, perjuangan tentara dilakukan di bawah pimpinan panglima besar Sudirman di Jawa, dan di Sumatrea  di bawah pimpinan kepala teritorial Sumatera, yaitu Kolonel Hidayat (Sjafruddin dalam Wild dan Carey [ed.],1986:198-205).


Pengembalian Mandat

Menjelang pertengahan 1949, posisi Belanda makin terjepit. Dunia internasional mengecam agresi militer Belanda. Sedang di Indonesia,pasukannya tidak pernah berhasil berkuasa penuh. Ini memaksa Belanda menghadapi RI di meja perundingan. Belanda memilih berunding dengan utusan Soekarno-Hatta yang ketika itu statusnya tawanan. Perundingan itu menghasilkan Perjanjian Roem-Royen.

Hal ini membuat para tokoh PDRI tidak senang, Jendral Sudirman mengirimkan kawat kepada Sjafruddin, mempertanyakan kelayakan para tahanan maju ke meja perundingan. Tetapi Sjafruddin berpikiran untuk mendukung dilaksanakannya perjanjian Roem-Royen. Perjanjian Roem Royen (juga disebut Perjanjian RoemVan Royen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949.


Pengaruh Berdirinya Pemerintahan Darurat

Berdirinya pemerintah darurat memiliki satu arti penting, yakni Indonesia masih memiliki eksistensi ketika terjadi penyerangan dan penguasaan yang dilakukan oleh Belanda. Walaupun merupakan pemerintahan hasil pelimpahan kekuasaan dan bersifat sementara, PDRI telah menjadi satu mata rantai sejarah Indonesia yang berhasil membentuk Indonesia sampai saat ini. Pada saat berdirinya PDRI yang sangat singkat dilakukan berbagai upaya perlawanan terhadap Belanda baik melalui jalur militer ataupun melalui jalur diplomasi. Melalui jalur militer ditandai dengan didirikannya beberapa pangkalan militer dan dilakukannya upaya perlawanan dan gerilya.

Dalam bidang diplomasi, pada saat berdirinya PDRI berhasil dilakukan upaya perundingan antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda, yang salah satu perundingan penting tersebut adalah pembicaraan antara Roem dan Van Roeyen dan telah tercapai suatu undersanding antara keduanya itu, yakni Yogya dikembalikan kepada Republik Indonesia, dan kemudian akan diadakan erundingan-perundingan mengenai penyerahan kedaulatan. Setelah selesai perundingan Roem-Royen itu, maka Yogyakarta berhasil dikembalikan, serta Soekarno-Hatta dan menteri-menteri lain yang ditawan dikembalikan ke Yogyakarta (Sjafruddin dalam Wild dan Carey [ed.],1986:198-205).

demikianlah artikel pembahasan mengenai Pemerintahan Darurat Republik Indoensia : Pendirian, Aktivitas, Pengaruh, Latar Belakang, Sejarah Berdirinya, Peran Sjafruddin, Kondisi Politik, Pengambilan Mandat, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda seuanya.

Posting pada SD