Pasola Perang Berkuda Di Sumba

Diposting pada

Pasola berasal dari kata “sola” atau “hola”, yang berarti sejenis lembing kayu yang dipakai untuk saling melempar dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan. Setelah mendapat imbuhan `pa’ (pa-sola, pa-hola), artinya menjadi permainan.Jadi pasola atau pahola berarti permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang sedang dipacu kencang antara dua kelompok yang berlawanan


Pengertian Pasola

Pasola tidak sekadar menjadi bentuk keramaian, tetapi menjadi salah satu bentuk pengabdian dan aklamasi ketaatan kepada sang leluhur.Pasola merupakan kultur religius yang mengungkapkan inti religiositas agama Marapu.Pasola menjadi perekat jalinan persaudaraan antara dua kelompok yang turut dalam pasola dan bagi masyarakat umum.

Pasola menggambarkan rasa syukur dan ekspresi kegembiraan masyarakat setempat, karena hasil panen yang melimpah.Pasola dapat dijadikan tonggak kemajuan pariwisata Sumba, karena atraksi budaya ini sudah diketahui banyak wisatawan mancanegara.Hal ini terlihat dalam setiap acara pasola selalu ada turis asing yang datang.Warisan budaya ini merupakan aset untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.


Sejarah Pasola

Menurut cerita rakyat Sumba, pasola berawal dari seorang janda cantik bernama Rabu Kaba di Kampung Waiwuang.Rabu Kaba mempunyai seorang suami yang bernama Umbu Amahu, salah satu pemimpin di kampung Waiwuang.Selain Umbu Amahu, ada dua orang pemimpin lainnya yang bernama Ngongo Tau Masusu dan Bayang Amahu.Suatu saat, ketiga pemimpin ini memberitahu warga Waiwuang bahwa mereka akan melaut.Tapi, mereka pergi ke selatan pantai Sumba Timur untuk mengambil padi.

Warga menanti tiga orang pemimpin tersebut dalam waktu yang lama, namun mereka belum pulang juga ke kampungnya.Warga menyangka ketiga pemimpin mereka telah meninggal dunia, sehingga warga pun mengadakan perkabungan.Dalam kedukaan itu, janda cantik dari almarhum Umbu Dula, Rabu Kaba terjerat asmara dengan Teda Gaiparona yang berasal dari Kampung Kodi.Namun keluarga dari Rabu Kaba dan Teda Gaiparona tidak menyetujui perkawinan mereka, sehingga mereka mengadakan kawin lari.Teda Gaiparona membawa janda tersebut ke kampung halamannya.

Beberapa waktu berselang, ketiga pemimpin warga Waiwuang (Ngongo Tau Masusu, Bayang Amahu dan Umbu Amahu) yang sebelumnya telah dianggap meninggal, muncul kembali di kampung halamannya.Umbu Amahu mencari isterinya yang telah dibawa oleh Teda Gaiparono.Walaupun berhasil ditemukan warga Waiwuang, Rabu Kaba yang telah memendam asmara dengan Teda Gaiparona tidak ingin kembali.Kemudian Rabu Kaba meminta pertanggungjawaban Teda Gaiparona untuk mengganti belis yang diterima dari keluarga Umbu Dulla.

Belis merupakan banyaknya nilai penghargaan pihak pengambil isteri kepada calon isterinya, seperti pemberian kuda, sapi,kerbau, dan barang-barang berharga lainnya.Teda Gaiparona lalu menyanggupinya dan membayar belis pengganti.Setelah seluruh belis dilunasi diadakanlah upacara perkawinan pasangan Rabu Kaba dengan Teda Gaiparona.Pada akhir pesta pernikahan, keluarga Umbu Dulla berpesan kepada warga Waiwuang agar mengadakan pesta nyale dalam wujud pasola untuk melupakan kesedihan mereka karena kehilangan janda cantik, Rabu Kaba.

Pasola Perang Berkuda Di Sumba

Adat Pasola adalah suatu kekayaan budaya bangsa Indonesia yang berasal dari Pulau Sumba yang khas dan langka. Pasola sendiri adalah atraksi perang yang dilakukan oleh 3 kelompok dengan kuda. Setiap kelompok terdiri lebih dari 100 pemuda bersenjatakan tombak yang dibuat dari kayu berdiameter 1,5 cm dengan ujung yang tumpul.

Pasola menarik perhatian karena Pasola adalah perpaduan antara unsur upacara keagamaan tradisional yaitu upacara sakral Marapu yang di wujudkan dalam perang tanding dan unsur-unsur seni, olahraga, lomba dan hiburan, tapi unsur yang paling utama adalah upacara sakral, karena semua kegiatan seni tradisional Indonesia tidak bisa dipisahkan dari upacara yang bersifat keagamaan.

Baca Juga :  Bagian Bunga dan Fungsinya

Pasola tak sekadar menjadi bentuk keramaian, namun menjadi salah satu bentuk pengabdian dan aklamasi ketaatan kepada sang leluhur. Pasola sfslsh kultur religius yang mengungkapkan inti religiositas agama Marapu. Adat Pasola dilakukan untuk menyatukan masyarakat antara daerah yang satu dengan yang lain yang ada di Pulau Sumba dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dan kekerabatan, dan meningkatkan silaturrahim dalam kehidupan bermasyarakat.

Sebagaimana tradisi-tradisi dalam upacara adat disetiap masyarakat, upacara Adat Pasola di Kabupaten Sumba Barat Daya mempunyai arti penting untuk masyarakat setempat. Upacara Adat Pasola adalah upacara puncak kebudayaan masyarakat Sumba. Dengan kata lain bisa diartikan sebagai sebuah penghelatan tradisional masyarakat di Kabupaten Sumba Barat Daya dengan maksud dan tujuan tertentu.

Tujuan pesta Adat Pasola merupakkan untuk meminta keberkahan dan restu dari sang pencipta supaya panen yang dilaksanakan di musim panen mendapatkan berkah yang melimpah serta menuai hasil yang baik. Pasola dilakukan setiap tahun sekali, sebelum kegiatan bertani berlangsung. Pasola bukan hanya sebagai pesta kegembiraan semata, tap lebih pada penghormatan kepada para leluhur, perintah yang di turunkan secara turun-temurun oleh nenek moyang mereka supaya Pasola diadakan setiap tahun, menjadikan suatu kultur adat yang unik khususnya untuk kepercayaan Marapu.

Bagi Agama Marapu, cucuran darah yang tertumpah pada pesta Adat Pasola bukan merupakan sebuah aib tapi adalah berkat yang melimpah dari sang pencipta untuk kesuburan tanah panenan dan tanah yang mereka diami. Pasola dianggap sebagai penyelesaian pada peristiwa perang suku yang terjadi untuk kembali menjaga perdamaian dan terjalin semangat persaudaraan antar setiap suku sampai mereka juga bisa hidup berdampingan serta menyatu kembali satu sama lainnya.

Selama acara Pasola dilakukan kedua kelompok yang bermain Pasola dan penonton larut dalam kegembiraan dan kesenangan, menyaksikan pertempuran permainan Pasola yang sangat dramastis, adu ketangkasan, lengkingan teriakan para penonton, ayunan lembing kayu, lincahnya kuda melaju dan lihainya para pemain menghindar tombakan lawan, serta luapan aroma mistis, bercampur menjadi satu dalam suasana penuh kejutan disertai mengucap syukur pada sang pencipta.

Pelaksanaan Pasola tak hanya merupakan permainan yang bersifat badaniah (profan), tapi juga mempresentasikan ketaatan para pemeluk kepercayaan Marapu dalam melakukan adat istiadat para leluhurnya, oleh karena bersifat sakral, maka sebelum pelaksanaan Pasola para tetua adat melakukan semedi dan Lakutapa (puasa) untuk memohon berkah kebaikan pada para leluhur dan para Dewa. Selain mempunyai nilai sakral, secara fungsional Pasola juga bisa di lihat sebagai elemen pemersatu untuk masyarakat Sumba.

Pada hakikatnya, Pasola adalah ritual kepercayaan yang untuk para penganut kepercayaannya bersendikan pada elemen alam terpenting yakni demi menjaga keharmonisan antara manusia dengan leluhur atau nenek moyangnya sebagai leluhurnya ialah pembawa kesuburan dan kemakmuran untuk mereka, biasanya Pasola diselenggarakan sebagai puncak seremoni adat yang disebut Nyale yaitu upacara ritual adat untuk memohon restu para Dewa dan arwah nenek moyang sebagai leluhurnya dengan maksud supaya panen pada tahun itu berhasil dengan baik.

Pasola sebenarnya mengandung nasihat yang sangat dalam, nasihat itu adalah dalam hidup manusia harus bekerja keras, tekun, sabar, jujur, dan bertanggung jawab dan bisa membedakan apa yang baik dan apa yang buruk, manusia juga dituntut untuk bisa menjaga keseimbangan antara alam rohani dan alam jasmani, antara kebutuhan fisik material serta kebutuhan mental spiritual.

Di kalangan masyarakat Kodi adanya keyakinan serta prinsipbahwa luka-luka, sakit, atau cedera yang dialami para peserta Pasola adalahkenyataan-kenyataan yang harus dialami sebelum mereka meraih kesuksesan dankemenangan. Mereka harus lebih dahulu berkorban, gigih berjuang serta mengalamianeka penderitaan dan kesulitan sebelum mencapai kesuksesan dan jugakemenangan.

Baca Juga :  Apa itu Difusi


Sisi Sosial dan Budaya Sumba

Membedah pulau Sumba terbersit pesan Sumba adalah pulaunya para arwah. Di setiap sudut kota dan kampungnya tersimpan persembahan dan pujian para abdi. Nama Sumba atau Humba berasal dari nama ibu model Rambu Humba, istri kekasih hati Umbu Mandoku, salah satu peletak landasan suku-suku atas kabisu-kabisu Sumba.

Dua pertiga penduduknya adalah pemeluk yang khusuk berbakti kepada arwah para leluhurnya, khususnya kepada bapak besar bersama, sang pengasal semua suku. Marapu menurut petunjuk dan perhitungan para Rato, Pemimpin Suku dan Imam agung para Merapu. Altar megalik dan batu kuburan keramat yang menghias setiap jantung kampung dan dusun (paraingu) adalah bukti pasti akan kepercayaan animisme itu.

Sumba, pulau padang savana yang dipergagah kuda-kuda liar yang kuat yang tak kenal lelah menjelajah lorong, lembah dan pulau berbatu warisan leluhur. Binatang unggulan tingkatan mondial itu semakin merambah maraknya perang akbar pasola, perang melempar lembing kayu sambil memacu kuda, untuk menyambut putri nyale, si putri cantik yang menjelma diri dalam ujud cacing laut yang nikmat gurih.

Pasola berasal dari kata `sola’ atau `hola’, yang berarti sejenis lembing kayu yang dipakai untuk saling melempar dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan. Setelah mendapat imbuhan `pa’ (pa-sola, pa-hola), artinya menjadi permainan. Jadi pasola atau pahola berarti permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang sedang dipacu kencang antara dua kelompok yang berlawanan.

Pasola diselenggarakan di Sumba Barat setahun sekali pada bulan Februari di Kodi dan Lamboya. Sedangkan bulan Maret di Wanokaka. Pasola dilaksanakan di bentangan padang luas, disaksikan oleh segenap warga Kabisu dan Paraingu dari kedua kelompok yang bertanding dan oleh masyarakat umum.

Sedangkan peserta permainan adalah pria pilih tanding dari kedua Kabisu yang harus menguasai dua keterampilan sekaligus yakni memacu kuda dalam kecepatan super tinggi (super speed power) dan melempar lembing (hola). Pasola biasanya menjadi klimaks dari seluruh rangkaian kegiatan dalam rangka pesta nyale. pengantin perempuan akan di serahkan pada pihak laki-laki


Tradisi Pasola


  • Selayang Pandang

Jika memilih berlibur ke Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, sebaiknya Anda mempertimbangkan waktu yang tepat agar dapat menyaksikan permainan perang-perangan tradisional yang disebut Pasola. Pasola adalah permainan perang dua kelompok ‘pasukan‘ berkuda yang saling melempar lembing (tombak kayu) di sebuah padang savana. Secara etimologis, Pasola berasal dari kata ‘sola atau ‘hola‘ yang bermakna tombak kayu atau lembing. Setelah mendapat imbuhan ‘pa‘ menjadi ‘pasola‘ atau ‘pahola‘, maka artinya menjadi permainan ketangkasan menggunakan lembing.


Keistimewaan Pasola

Dalam permainan yang menantang dan berbahaya ini, wisatawan dapat melihat secara langsung dua kelompok ‘Kstaria Sumba‘ yang saling berhadap-hadapan, kemudian memacu kuda secara lincah sambil sesekali melesatkan lembing ke arah lawan. Tak hanya mahir berkuda dan melempar lembing, para peserta Pasola ini juga sangat  tangkas menghindari terjangan tongkat yang dilempar oleh lawan.

Derap kaki kuda yang menggemuruh di tanah lapang, suara ringkikan kuda dan teriakan garang penunggangnya menjadi musik alami yang mengiringi permainan ini. Belum lagi pekikan para penonton perempuan yang menyemangati para “pahlawan” mereka di medan laga. Itulah suasana tegang dan menantang dalam permainan Pasola.


Lokasi Pasola

Permainan Pasola diselenggarakan di empat kampung di Kabupaten Sumba Barat. Keempat kampung tersebut antara lain Kampung Kodi, Kampung Lamboya, Kampung Wanokaka, dan Kampung Gaura, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pelaksanaan Pasola di keempat kampung tersebut dilakukan secara bergiliran, antara bulan Februari hingga Maret setiap tahunnya (bertepatan dengan Upacara Adat Nyale).

Baca Juga :  Pengertian Kabinet Pemerintah Dan Parlementer


Akses Menuju Pasola

Kabupaten Sumba Barat terletak di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini terdapat empat kabupaten, antara lain Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, kabupaten Sumba Tengah, serta Kabupaten Sumba Timur. Untuk menuju Pulau Sumba, wisatawan dapat memafaatkan penerbangan menuju Bandara Mauhau, Kota Waingapu, Ibu Kota Kabupaten Sumba Timur dari berbagai kota besar di Indonesia.

Jika Anda berangkat dari Jakarta, pesawat akan melakukan transit di Bandara Ngurah Rai, Denpasar Bali, sebelum melanjutkan penerbangan menuju Waingapu. Di kota ini juga terdapat pelabuhan laut yang melayani pelayaran dari Pulau Sumbawa, Pulau Flores, maupun Pulau Timor dengan jasa pelayaran Kapal Pelni. Dari Kota Waingapu, wisatawan dapat memanfaatkan transportasi umum seperti bus atau menyewa jasa travel untuk menuju lokasi Pasola di Kabupaten Sumba Barat.


Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Untuk keperluan penginapan, wisatawan dapat memperoleh jasa hotel di Kota Waikabukak, Ibu Kota Kabupaten Sumba Barat. Di kota ini juga tersedia berbagai restoran dengan menu masakan khas Sumba. Tak hanya itu, jika memiliki waktu yang cukup, cobalah menuju pusat-pusat suvenir di kota ini untuk membeli kain ikat khas Sumba. Kain ini terkenal indah dan sangat cocok sebagai buah tangan.


Tradisi Pemakaman Orang Meninggal

Prosesinya membutuhkan waktu lima hari sampai satu minggu. Pada tiga hari pertama, adalah proses menunggu kedatangan semua keluarga dan sanak famili. Selama waktu tersebut jenasah diawetkan secara tradisinal dan dijaga oleh kerabat terdekat di rumah adat keluarga. Sebagai jamuan untuk tamu yang datang, pihak tuan rumah akan menyembelih babi dua atau tiga ekor menyesuaikan jumlah orang yang hadir. Sanak saudara dan kenalan yang datang akan membawa kain, sarung atau parang sesuai hubungan keluarganya dengan almarhum.

Pada hari keempat dan setelahnya, proses dilanjutkan dengan pembukaan batu kubur. Biasanya batu kubur atau makam ini terletak di depan rumah adat keluarga yang bersangkutan. Saat membuka batu kubur itulah disembelih hewan berupa kerbau yang tanduknya nanti akan diletakkan di dekat batu kubur itu pada bagian kepala. Pada hari penguburan, keluarga dan kerabat akan datang membawa kerbau atau kuda untuk disembelih. Jumlah hewan yang disembelih biasanya sekitar 15 ekor bergantung pada status sosial keluarga.


Makanan Khas Sumba

Sebagai daerah yang mayoritas lahannya adalah lahan kering, maka jenis tumbuhan yang tumbuh di sumba sangat terbatas. Dan yang paling mayoritas daun ubi umbi-umbian jagung singkong daun papaya kangkung,kacang panjang,dan sejenisnya.karena itu makanan khas sumba byasanya berbahan dasar umbi-umbian tersebut.


Rumah Adat Sumba

Rumah adat Sumba bernama “Umma Kalada” atau “Umma Rato” yang berarti rumah besar. Yakni rumah beratap alang yang terdiri dari tiga tingkat. Tingkat pertama dari bawah yakni binatang peliharaan  dan tingkat ke dua yaitu untuk tempat tinggal orang yang mempunnyai rumah tersebut, dan yang tingkat ke tiga adalah untuk menyimpan  makanan  dan lumbung padi.


Tarian Daerah Sumba

Sumba memiliki berbagai tarian tradisional, yang paling terkenal adalah tarian “Kataga” dan tarian “Woleka”. Tarian Kataga adalah tarian yang melambangkan kegagahan pemuda Sumba pada zaman perang dahulu. Sedangkan tarian Woleka adalah tarian yang melambangkan keanggunan para putri Sumba.


demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Pasola Perang Berkuda Di Sumba : Definisi, Pengertian, Sejarah, Sosial Budaya, Tradisi, Keistimewaan, Lokasi, Fasilitas, Tradisi, Makanan Khas, Rumah Adat, Tarian, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.

Posting pada SD