Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri dan namos yang berarti undang-undang atau aturan. Oleh karena itu secara harfiah otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan sendiri. Otonomi Daerah adalah suatu pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kewenangan tersebut diberikan secara proposional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998.
Pengertian otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri. Sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai berdaya. Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Menurut pendapat yang lain, bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejarah Otonomi Daerah
-
Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat.
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
-
Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar Perang dingin II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda.
Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading.
-
Masa Kemerdekaan
- Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND (Komite Nasional Daerah) di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
- Provinsi
- Kabupaten/kota besar
- Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.
- Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
- Propinsi
- Kabupaten/kota besar
- Desa/kota kecil
- Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
Pembagian Kekuasaan Dalam Kerangka Otonomi Daerah
Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan tetapi dengan semangat fedralisme. Jenis yang ditangani pusat hampir sama dengan yang ditangai oleh pemerintah dinegara federal, yaitu hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan agama serta berbagai jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah pusat seperti kebijakan makro ekonomi standarisasi nasional, administrasi pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan pengembangan sumber daya manusia. Semua jenis kekuasaan yang ditangani pemerintah pusat disebutkan secara spesifik dalam UU tersebut.
Selain itu otonomi daerah yang diserahkan itu bersifat luas, nyata, dan bertanggung jawab. Disebut luas karena kewenangan sisa justru berada pada pemerintahan pusat ( seperti, pada Negara federal); disebut nyata karena kewenangan yang diselenggarakan itu menyakut yang diperlukan, tumbuh dan hidup, dan berkembang di daerah; dan disebut bertanggunag jawab karena kewenangan yang diserahkan itu harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi daerah, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah.
Disamping itu, otonomi seluas-luasnya ( keleluasaan otonomi) juga mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Kewenangan yang diserahkan ke pada daerah otonom dalam rangka desentralisai harus pula disertai penyelenggaraan dan pengalihan pembiayaan. Sarana dan prasarana, dan sumber daya manusia.
Visi Otonomi Daerah
Politik: Harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya Kepala Pemerintahan Daerah yang dipilh secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsife;
Ekonomi: Terbukanya peluang bagi pemerintah di daerah mengembangkan kebijakan regional dan local untuk mengoptimalkan lpendayagunaan potensi;
Sosial: Menciptkan kemampuan masyarakat untukmerespon dinamika kehidupan di sekitarnya.
Kelebihan Dan Kekurangan Otonomi Daerah
Suatu sistem sudah tentu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam implementasinya. Hal ini tentu disesuaikan dengan kondisi masing-masing Negara. Penerapan desentralisasi dalam otonomi daerah di Indonesia ingin menjawab beberapa tantangan untuk pembangunan.
Kelebihan
- Pemerintah Prov/Kab/Kota mampu melihat kebutuhan yang mendasar pada daerahnya untuk menjadi prioritas pembangunan.
- Dengan dilaksanakannya Otoda maka pembangunan didaerah tersebut akan maju, berkembang dalam pembangunan daerah, peningkatan pelayanan dan kesejahteraan rakyat.
- Daerah dapat mengatur sendiri tata kelola pemerintahannya, PAD dengan membentuk Perda sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah yang lebih tinggi.
- Pemerintah daerah bersama rakyat di daerah itu akan bersama-sama membangun daerah untuk kemajuan dan kepentingan bersama.
- Dan lain-lain
Pada dasarnya kelebihan otonomi daerah biasanya daerah lebih mampu melihat persoalan yang mendasar pada daerah masing-masing, jadi otonomi daerah akan membuat daerah itu lebih maju, berkembang dan bersaing dengan daerah-daerah lain tanpa takut dianaktirikan oleh pemerintah pusat.
Kekurangan/kerugian
- Pemda ada yg mengatur daerahnya dengan menetapkan Perda yang bertentangan dengan peraturan yg lebih tinggi, sehingga berpotensi menimbulkan kerawanan di daerah.
- Kalau kontrol/pengawasan pemerintah pusat lemah, maka besar peluangnya untuk munculnya raja-raja kecil yg berpotensi terjadinya disintegrasi bangsa.
- Bila terjadi permasalahan di daerah, misalnya KKN, maka bukan hanya pemda yg disalahkan, akan tetapi pemerintah pusat akan kenah getahnya (kurang pengawasan).
- Peraturan yg ditetapkan pemerintah pusat, kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi daerah tertentu, sehingga menimbulkan multi tafsir yang dapat merugikan pemda dan rakyat didaerah itu.
- Dan lain-lain
Kekurangan yang mendasar pada sistem otonomi daerah adalah daerah suka ‘kebablasan” dalam mengatur daerahnya. suka membuat peraturan daerah yang aneh-aneh demi mengisi kas daerah. Hal mana yang berdampak pada kesejahteraan warga daerah itu sendiri. jadi sebaiknya otonomi daerah diterapkan dengan pengawasan yang ketat dari pemerintah pusat.
Dasar Hukum Otonomi Daerah
Dasar Hukum Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat, yakni :
- Undang-undang DasarSebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
- Ketetapan MPR-RITap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, erta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Undang-Undang Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal.
Pokok-Pokok Pikiran Otonomi Daerah Isi dan jiwa yang terkandung dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan UU No. 22/1999 dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
- Sistim ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
- Pembagian daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom. Dengan demikian, wilayah administrasi yang berada dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus.
- Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai wilayah administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99 kedudukanya diubah menjadi perangkat daerah Kabupaten atau daerah Kota.
Prinsip-prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah
Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasar pada UU No.22/1999 prinsip-prinsip pelaksanaan Otonomi Daerah adalah sebagai berikut:
- Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab
- Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan Otonomi Terbatas.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan Konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
- Kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain seperti Badan Otorita, Kawasan Pelabuan, Kawasan Pertambangan, Kawasan Kehutanan, Kawasan Perkotaan Baru, Kawasan Wisata dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan Daerah Otonom.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
- Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk memelaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
- Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Masalah-Masalah Pada Otonomi Daerah
Adanya krisis moneter dan transisi politik yang terjadi sejak 1 Januari 2001, Indonesia secara resmi melaksanakan desentralisasi (otonomi daerah). Dengan demikian, sejak tahun 2010, Indonesia sudah memasuki dasawarsa pertama proses reformasi desentralisasi serta otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sesuai UU no 22 tahun 1999 jo. UU No. 32 tahun 2004, yang di dalamnya menegaskan tujuan dari penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu untuk meningkatkan pelayanan umum, meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan daya saing daerah
Istilah otonomi daerah memiliki tujuan utama yaitu untuk mencapai kemandirian daerah melalui penguatan potensi lokal dan juga partisipasi masyarakat, nampaknya hanya menjadi wacana. Otonomi daerah hadir dengan kemasan demokrasi tetapi di dalamnya masih terkandung sentralisasi. Sehingga pada kenyataannya yang terjadi saat ini ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat juga semakin kuat.
Selain itu, kecenderungan yang masih ada khususnya di Negara yang berkembang tentang arah pembangunan dalam kerangka perimbangan kekuasaan vertical masih kental dengan adanya gerakan over-centripetal. Kondisi ini akan mengarah pada buruknya efek yang ditimbulkan terhadap kemandirian masyarakat sebagai salah satu karakter esensial kemandirian masyarakat di daerah.
Otonomi daerah saat ini juga belum merujuk pada otonomisasi masyarakat daerah. Salah satu ciri otonomi daerah ialah peningkatan keterlibatan masyarakat daerah untuk ikut menentukan nasibnya sendiri, namun kenyataannya masyarakat belum mempunyai andil besar dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Ada kecenderungan partisipasi masyarakat di era desentralisasi dimanfaatkan para masyarakat elit yang lebih mengetahui akses untuk mempengaruhi kebijakan pada tingkat daerah serta kehadiran mereka mengatasnamakan wakil rakyat yang menyuarakan keinginan dari rakyat. Rakyat hanya dipakai untuk tunggangan politik ketika pemilu untuk memenangkan tujuan seseorang ataupun kelompok tertentu. Dengan kata lain, partisipasi dari masyarakat masih rendah.
Pemimpin mempunyai peran besar dalam mencapai suatu tujuan organisasi dan juga mengembangkan organisasinya supaya bisa bertahan menghadapi perubahan lingkungan. Begitu pula dengan pemerintahan daerah sebagai organisasi yang bergantung pada puncuk pimpinan yakni kepala daerah. Untuk memasuki babak otonomi daerah, mau tidak mau daerah harus terus berusaha menggali potensi yang ada serta mendorong para penyelenggara pemerintahan daerah untuk berinovasi dan juga lebih kreatif lagi.
Tetapi justru saat ini, pemerintah kurang berinovasi serta kreatif dalam memanfaatkan potensi yang ada. Seperti dalam mengelola sumber daya. Banyak daerah yang dari tahun ke tahun hanya melakukan program seperti program sebelumnya. Belum ada program dengan inovasi baru yang lebih diperlukan oleh masyarakat.
Solusi Masalah Otonomi Daerah
Berikut beberapa solusi dalam menyelesaikan masalah yang terjadi pada otonomi daerah:
-
Memperbaiki Kualitas Pemimpim
Solusi yang dapat diberikan antara lain tentang kualifikasi pimpinan atau kepala daerahnya. Tidak bisa dipungkiri, peran kepala daerah dalam menentukan arah pembangunan daerah sangatlah besar. Jika tidak ada political will dari pimpinan, usaha-usaha perbaikan tidak bisa dilaksanakan. Selain itu, diperlukan kepala daerah yang memang mampu dibidangnya, tanggap, kritis, mempunyai kreatifitas dan inovasi yang tinggi serta kemauan yang kuat untuk merubah daerahnya lebih baik.
Karena itu diperlukan pembinaan kader-kader politik dengan cara membekali pendidikan dan pengetahuan yang luas tentang kearifan lokal serta pentingnya daya saing daerah. Selama ini sebagian besar kepala daerah berasal dari parpol, dengan demikian pembinaan kader politik bisa dilakukan oleh partai yang bersangkutan dan juga memberikan mereka tanggungjawab untuk melahirkan kader-kader politik yang berkualitas.
-
Memperbanyak Peranan Masyarakat
Selain dari segi kepemimpinan yang harus diperbaiki, peningkatan keterlibatan masyarakat di berbagai kalangan, bukan hanya pada golongan masyarakat elit saja. Peningkatan keterlibatan bisa dilakukan melalui pemberian akses seluas-luasnya pada seluruh masyarakat tanpa menimbulkan diskriminiasi bagi beberapa pihak serta dengan memberikan tata cara partisipasi mereka secara jelas dan juga tersosialisasi.
Pemberian hak seluas-luasnya pada masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan pemerintah daerah juga sebagai kewajiban pemerintah. Menyediakan tempat dan juga SOP mekanisme pengaduan masyarakat, bukan hanya dengan melalui kotak pengaduan, via email, call center ataupun surat pos, namun menyediakan wadah/lembaga yang secara khusus melayani pengaduan masyarakat disertai usaha merealisasikannya.
Penguatan partisipasi masyarakat bisa diwujudkan melalui optimalisasi kegiatan Musrembang, dimulai dari Musrenbangdes, Musrenbangcam sampai Musrnebang tingkat kabupaten. Dengan demikian, kesepakatan di Musrembang harus bisa dijawab oleh pihak pemerintah, sehingga masyarakat akan merasa keberadaan dan partisipasi mereka dibutuhkan dalam proses pembangunan didalam otonomi daerah. Pemerintah juga harus cerdas, kreatif serta inovatif dalam merumuskan suatu kebijakan, terutama kemampuan untuk memprioritaskan program-program di daerah, supaya jangan sampai menimbulkan kecemburuan social di lingkungan masyarakat sendiri.
-
Memperketat Rekrutmen Pegawai Pemerintah
Solusi lain dari masalah otonomi daerah yakni tentang perekrutan pegawai pemerintahan. Selama ini rekrutmen PNS di daerah, hanya melalui seleksi secara umum saja, belum ada sistem perekrutan sesuai dengan spesialisasi kerja (disesuaikan formasi dan latar belakang pendidikan), sehingga ketika mereka ditempatkan di pemerintahan, kinerja yang dimiliki hanya sebatas tugas yang dibebankan sebagai pegawai tanpa adanya kontribusi dan inovasi yang lebih dalam menentukan atau pelaksanaan program-program pemerintah.
Selain itu, banyak terjadi kasus KKN di daerah ketika perkrutan PNS. Tidak sedikit dari mereka membayar uang ratusan juta pada calo supaya bisa diterima sebagai PNS. Jadi, dampak buruknya dirasakan oleh masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan dengan baik.
demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Otonomi Daerah : Pengertian, Sejarah, Prinsip, Visi, Kelebihan, Kekurangan, Dasar Hukum, Masalah, Solusi, Pembagian Kekuasaan, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.