Aspek Sosial Budaya Kerajaan Panjang
Pada zaman Pakubuwono I dan Jayanegara bekerja sama untuk menjadikan Pajang semakin maju dibidang pertanian sehingga Pajang menjadi lumbung beras pada abad ke-16 sampai abad 17, kerja sama tersebut saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kehidupan rakyat Pajang mendapat pengaruh Islamisasi yang cukup kental sehingga masyarakat Pajang sangat mengamalkan syariat Islam dengan sungguh-sungguh.
Aspek Ekonomi Kerajaan Panjang
Pada zaman Paku Buwono 1 (1708) ketika Ibukota Mataram masih ada di Kartasura, ada kerjasama yang baik antara Surakarta pusat dengan Jayengrana bupati Surabaya. Pada masa itu seluruh Jawa Timur kompak dalam mendukung kerjasama antara PakuBuwono 1 dan Jayengrana.
Pajang mengalami kemajuan di bidang pertanian sehingga menjadi lumbung beras dalam abad ke-16 dan 17. Lokasi pusat kerajaaan Pajang ada di dataran rendan tempat bertemunya sungai Pepe dan Dengkeng (ke dua-duanya bermata air di lereng gunung Merapi) dengan bengawan sala. Irigasi berjalan lancar karena air tanah di sepanjan tahun cukup untuk mengairi sehingga pertanian di Pajang maju.
Di zaman Kerajaan Demak baru muncul, Pajang telah mengekspor beras dengan mengangkutnya melalui perniagaan yang berupa Bengawan Sala. Sejak itu Demak sebagai negara maritim menginginkan dikuasainya lumbung-lumbung beras di pedalaman yaitu Pajang dan kemudian juga mataram, supaya dengan cara demikian dapat berbentuk negara ideal agraris maritim.
Aspek Politik Kerajaan Panjang
Arya Penangsang membuat saluran air melingkari Jipang Panolan dan dihubungkan dengan Bengawan Solo. Karena pada sore hari air Bengawan Solo pasang maka air di saluran juga mengalami pasang. Oleh karena itu saluran tersebut dikenal dengan nama Bengawan Sore. Sebetulnya Arya Penangsang sudah tidak berhak mengklaim tahta Demak kepada Sultan Hadiwijaya, karena Pajang adalah sebuah kerajaan tersendiri. Akan tetapi dendamnya kepada putera dan mantu Sultan Trenggono belum pupus. Dia kembali mengirim pembunuh gelap untuk membunuh Sultan Hadiwijaya, mengulangi keberhasilan pembunuhan terhadap Sunan Prawata. Akan tetapi pembunuhan tersebut tidak berhasil.
Dikisahkan Sunan Kalijaga memohon kepada Sunan Kudus agar para sepuh, Wali sebagai ulama dapat menempatkan diri sebagai orang tua. Tidak ikut campur dalam urusan “rumah tangga” anak-anak. Biarkanlah Arya Penangsang dan Hadiwijaya menyelesaikan persoalanya sendiri. Dan yang sepuh sebagai pengamat. Sunattulah akan berlaku bagi mereka berdua, ‘Sing becik ketitik sing ala ketara’.
Wali lebih baik mensyi’arkan agama tanpa menggunakan kekuasaan. Biarkanlah urusan tata negara dilakukan oleh ahlinya masing-masing. Wali adalah ahli da’wah bukan ahli tata negara. Jangan sampai para Wali terpecah belah karena berpihak kepada salah satu diantara mereka. Apa kata rakyat jelata, jika melihat para Wali ‘udreg-udregan’, sibuk berkelahi sendiri.
Raja yang Memerintah Kerajaan Pajang
-
Jaka Tingkir
Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, putra Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga. Ketika ia dilahirkan, ayahnya sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir. Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.
Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kesultanan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir). Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya adalah Sunan Kalijaga.
-
Arya Pangiri
Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja keempat Demak, yang tewas dibunuh Arya Penangsang tahun 1549. Ia kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara.
Arya Penangsang kemudian tewas oleh sayembara yang diadakan Hadiwijaya bupati Pajang.
Sejak itu, Pajang menjadi kerajaan berdaulat di mana Demak sebagai bawahannya. Setelah dewasa, Arya Pangiri dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua Sultan Hadiwijaya dan dijadikan sebagai bupati Demak. Sepeninggal Sultan Hadiwijaya akhir tahun 1582 terjadi permasalahan takhta di Pajang. Putra mahkota yang bernama Pangeran Benawa disingkirkan Arya Pangiri dengan dukungan Sunan Kudus. Alasan Sunan Kudus adalah usia Pangeran Benawa lebih muda daripada istri Pangiri, sehingga tidak pantas menjadi raja.
-
Pangeran Benawa
Pangeran Benawa adalah raja ketiga Kesultanan Pajang yang memerintah tahun 1586-1587, bergelar Sultan Prabuwijaya. Pangeran Benawa adalah putra Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kesultanan Mataram. Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.
Kerajaan Pajang merupakan satu kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan dari Kerajaan Demak. Kompleks keratonnya pada zaman sekarang hanya tinggal tersisa berupa batas-batas fondasinya saja yang ada di perbatasan Kelurahan Pajang – Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.
Asal Usul Kerajaan Pajang
Asal Usul berdirinya Kerajaan Pajang adalah saat peperangan antara Aryo Penangsang dan Joko Tingkir (menantu Sultan Trenggono). Peperangan itu terjadi pada tahun 1546 M, saat sultan Demak telah meninggal dunia. Pertempuran itu lau dimenangkan oleh Joko Tingkir. Saat terjadi konflik antara Aria Penangsang dan Joko Tingkir (Hadiwijaya), sebenarnya sunan Kudus kurang setuju dengan Hadiwijaya. Tapi hal itu kandas, saat Joko Tingkir berhasil memindahkan pusat kerajaan Demak ke daerah Pajang. Pengesahan Joko Tingkir atau biasa disebut dengan Hadiwijaya menjadi sultan pertama kerajaan tersebut dilakukan oleh Sunan Giri. Masa pemerintahan Hadiwijaya dihabiskan untuk memadamkan pemberontakan-pemberontakan yang sering dilakukan oleh beberapa bupati yang sebelumnya adalah pendukung Arya Penangsang.
Daerah Kekuasaan Kerajaan Pajang
Pada awal berdiri Kerajaan Pajang, wilayah kekuasaannya hanya di daerah Jawa Tengah karena sesudah kematian Sultan Trenggono, banyak wilayah di jawa Timur yang melepaskan diri. Tapi pada tanggal 1568 M, Sultan Hadiwijaya dan para Adipati Jawa Timur dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam Kesempatan tersebut, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang diatas negeri-negeri Jawa Timur, maka secara sah kerajaan Pajang sudah berdiri. Selanjutnya, kerajaan Pajang mulai melaksanakan ekspansi pelebaran kekuasaan ke beberapa wilayah, termasuk juga wilayah Jawa Timur.
Kerajaan Pajang memiliki hubungan yang sangat baik dengan kerajaan-kerajaan di pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sultan Adiwijaya mendapatkan dukungan dan pengakuan atas kekuasaannya dari para penguasa daerah, seperti Kedu, Bagelen, Banyumas, dan beberapa daerah di wilayah Jawa Timur. Bahkan untuk memperkuat kedudukan, Adiwijaya mengawinkan putrinya dengan Panembahan Lemah Duwur dari Aresbaya. Akibatnya, pada 1580-an Kerajaan Pajang telah mendapat pengakuan kekuasaan yang luas. Berpindahnya kerajaan Islam dari Demak ke Pajang adalah kemenangan Islam Kejawen atas Islam ortodoksi.
Pendiri Kerajaan Pajang
Joko Tingkir merupakan pendiri serta raja pertama Kerajaan Pajang yang memerintah tahun 1549-1582 dengan nama Hadiwijaya.
Nama aslinya ialah Mas Karèbèt, putra Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga. Saat dia dilahirkan, ayahnya sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir.Kedua ki ageng ini ialah murid Syekh Siti Jenar. Setelah pulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit serta meninggal dunia.
Lalu Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak pada Kerajaan Demak. Sebagai pelaksana hukuman adalah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit serta meninggal pula. Sejak saat itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir).
Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang hobi bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya ialah Sunan Kalijaga. Dia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ke-3 cucu Ki Ageng Sela yakni, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi.
Sejarah Kerajaan Pajang
Setelah menjadi raja, Joko Tingkir Adiwijaya (Hadiwijaya) tidak pernah lupa pada jasa-jasa para sahabatnya yang telah membantu mengalahkan Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan mendapatkan hadiah tanah di daerah Mataram (Alas Mentaok). Lalu Ki Penjawi diberi hadiah di daerah Pati. Keduanya sekaligus diangkat sebagai Bupati di daerah tersebut. Bupati Surabaya yang banyak berjasa menundukan daerah daerah Jawa Timur, diangkat sebagai wakil raja pada daerah kekuasaan Sedayu, Gresik, Surabaya, dan Panarukan.
Sementara Sutawijaya (putra Ki Ageng Pemanahan) diangkat sebagai anak angkat Sultan Adiwijaya serta menjadi saudara Pangeran Benawa. Pangeran Benawa merupakan putera mahkota Kesultanan Pajang. Sutawijaya ialah seorang pemuda yang sangat ahli dan cerdik dalam bidang militer dan peperangan. Saat Ki Ageng Pemanahan meninggal dunia pada tahun 1575.
Saat Sultan Adiwijaya wafat pada tahun 1582, seharusnya digantikan oleh Pangeran Benawa. Tapi, dia berhasil disingkirkan oleh Arya Pangiri. Arya Pangiri langsung naik tahta menjadi Sultan Pajang pada 1582-1586. Sementara Pangeran Benawa hanya dijadikan adipati di Jipang. Saat menjadi sultan, tindakan Arya Pangiri sangat meresahkan masyarakat karena menyita sepertiga sawah rakyat untuk diberikan pada para pengikutnya dari Demak.
Tindakan Arya Pangiri itu menyebabkan timbulnya usaha-usaha perlawanan. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Pangeran Benawa untuk menghimpun kekuatan. Dia langsung menjalin kerja sama dengan saudara angkatnya, yakni Sutawiajaya yang sudah menjadi Adipati Mataram. Dalam sebuah serangan, Arya Pangiri dengan mudah bisa dikalahkan oleh Pangeran Benawa yang dibantu Sutawijaya pada tahun 1586. Tapi, Pangeran Benawa tidak mau membunuh Arya Pangiri dan hanya menyuruh Arya Pangiri untuk kembali ke Demak.
Sesudah berhasil mengalahkan Arya Pangiri, Pangeran Benawa yang lebih pantas atas tahta Pajang justru menyerahkan kekuasaannya pada Sutawijaya. Pangeran Benawa menyadari bahwa dirinya tidak cukup pandai untuk mengendalikan pemerintahan, menjamin keamanan, dan mempertahankan kekuasaan Panjang yang sangat luas. Di samping itu, Pangeran Benawa merasa tidak bisa bersaing dengan saudara angkatnya. Sutawijaya langsung menerima tawaran saudara angkatnya dan sejak saat itu semua kebesaran Pajang dipindahkan ke Mataram.
Sutawijaya sudah lama berharap supaua pada suatu saat dapat menjadi seorang sultan. Oleh karena itu, saat diangkat sebagai Adipati Mataram pada tahun 1575, Dia mulai memperkuat jabatannya dengan membangun benteng di sekeliling istananya. Akhirnya, harapan itu datang, saat Pangeran Benawa menawarkan atau menyerahkan kekuasaannya kepada Sutawijaya, sesudah berhasil mengalahkan Arya Pangiri pada tahun 1586. Tentu, Sutawijaya tak menolaknya.
Sejak saat itu, Sutawijaya dengan sah menjadi Sultan Pajang.tapi, tidak lama kemudian dia memindahkan ibukota kerajaan ke Kotagede yang beradadi sebelah Tenggara Kota Yogyakarta. Bersamaan dengan itu, nama kerajaan jufaberubah menjadi Mataram. Sutawijaya menjadi Sultan Mataram (1586-1601) danmendapatkan gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin PanatagamaKalifatullah. Artinya, sultan yang serta sebagai panglima perang dan pemimpinagama. Peristiwa tersebut menandai runtuh dan berakhirnya pemerintahan KerajaanPajang dan dimulainya Kerajaan Mataram yang bercorak Islam (Kerajaan MataramIslam).
Masa Kejayaan Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang merupakan Kerajaan Islam pertama yang letaknya berada di daerah pedalaman Jawa. Pada saat Kerajaan Islam Pajang berdiri, kekuasaan hanya ada di sekitaran sekitar Jawa Tengah. Hal ini terjadi karena ketika kerajaan Islam Demak mengalami kemunduran, banyak wilayah di Jawa Timur yang mulai melepaskan diri. Namun kemudian pada tahun 1586 M, Sultan Hadiwijaya beserta beberapa adipati yang ada di Jawa Timur kemudian dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prepen. Nah, pada pertemuan tersebut kemudian para adipati di Jawa Timur mengakui kedaulatan Kerajaan Pajang atas kadipaten yang ada di Jawa Timur.
Kerajaan Islam Pajang sendiri mengalami masa keemasan atau masa kejayaan kerajaan Pajang adalah pada masa Sultan Hadiwijaya. Ada banyak pencapaian yang berhasil diraih pada masa Sultan Hadiwijaya. Perpindahan kekuasaan Islam Demak ke Pajang sendiri seakan menjadi sebuah simbol dari kemenangan Islam kejawen atas Islam ortodok pada masa itu.
Masa Kemunduran Kerajaan Pajang
Sepulang dari perang, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Terjadi persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.
Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin. Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Sultan Hadiwijaya, namun Pangeran Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua.
demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Pendiri Kerajaan Pajang : Aspek Sosial Budaya, Ekonomi, Politik, Raja Yang Memerintah, Asal Usul, Daerah Kekuasaan, Pendiri, Sejarah, Mesa Kejayaan, Kemunduran, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.