Sejarah Kerajaan Padjajaran
Kerajaan Pajajaran atau Kerajaan Sunda adalah kerajaan Hindu yang berlokasi di sebelah barat Pulau Jawa (Sunda). Beribukota di Pajajaran (sekarang adalah Bogor), kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Pakuan Pajajaran (pakuan atau pakuwuan berarti kota). Sebagaimana adat kebiasaan di Asia Tenggara pada masa itu yang menyebut kerajaan dengan nama ibukotanya. Beberapa catatan sejarah menyebutkan kerajaan ini didirikan oleh Sri Jayabhupati pada tahun 923.
Sementara Pakuan Pajajaran secara ‘resmi’ dinyatakan berdiri saat Jayadewata naik tahta pada 1482 dan bergelar Sri Baduga Maharaja. Sejarah kerajaan banyak dikisahkan dalam berbagai kitab cerita.
Masih sering pula dituturkan dalam pantun dan kisah babad. Serta ditemukan pula catatan dari berbagai prasasti yang ditemukan dan catatan perjalanan bangsa asing di Nusantara pada masa itu.
Letak Geografis Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Pajajaran adalah sebuah kerajaan hindu yang diperkirakan beribukotanya di Pakuan (bogor) di jawa barat. Dalam naskah-naskah kuno nusantara, kerajaan ini sering pula di sebut juga negeri sunda,pasundan,atau berdasarkan nama ibu kotanya yaitu pakuan pajajaran.Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan ini di dirikan tahun 923 oleh sri jayahupati seperti yang di sebutkan dalam prasasti sanghyang tapak.
Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pajajaran
Berdasarkan alur sejarah galuh,kerajaan pajajaran berdiri setelah wastu kencana wafat tahun 1475 karena sepeninggal rahyang wastu kencana kerajaan galuh dipecah dua di antara susuktunggal dan dewa niskala dalam kedudukan sederajat.
Pajajaran atau pakuan pajajaran beribukota di pakuan (Bogor) dibawah kekuasaan Prabu susuktunggal (sang haliwungan) dan kerajaan galuh yang meliputi parahyangan tetap berpusat dikawali dibawah kekuasaan Dewa Niskala (Ningrat kancana). Oleh sebab itu pula prabu susuktunggal dan Dewa Niskala tidak mendapat gelar ”Prabu Siliwangi”, karena kekuasaan keduanya tidak meliputi seluruh tanah pasundan sebagaimana kekuasaan Prabu wangi dan rahyang wastu kencana (Prabu Siliwangi 1).
Cikal bakal kerajaan pajajaran sejarah kerajaan ini tidak dapat terlepas dari kerajaan–kerajaan pendahulunya di daerah Jawa Barat, yaitu kerajaan Tarumanegara, kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh, dan Kawali. Hal ini karena pemerintahan kerajaan Pajajaran merupakan kelanjutan dari kerajaan–kerajaan tersebut. Dari catatan-catatan sejaran yang ada, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini, antara lain mengenai ibukota pajajaran yaitu pakuan.
Berkembangnya Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Pajajaran awalnya terletak di daerah Galuh,Jawa Barat.Raja pertama Kerajaaan Pajajaran bernama sena.Namun tahta kerajaan Pajajaran kemudian direbu oleh saudara raja Sena yang bernama purbasora. Raja Sena dan keluarganya terpaksa meninggalkan keratin. Tidak lama kemudian,Raja Sena berhasil merebut kembali tahta kerajaan pajajaran.
Raja Pajajaran selanjutnya adalah Jayahubpati,pada masa pemerintahannya, kerajaan pajajaran mengembangkan ajaran Hindu waisnawa. Setelah Jayahubpati kerajaan di perintah oleh Rahyang Niskala Wastu Kencana. Pada masa pemerintahannya, pusat kerajaan di pindahkan ke Kawali. Raha Wastu kemudian, di gantikan oleh Hayam Wuruk. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1357 dan di sebut dalam kitab Pararaton sebagai oerang Bubat.
Ketika perang bubat terjadi Sri Baduga Maharaja bersama seluruh pengiringnya tewas. Kerajaan Pajajaran di ambil alih oleh Hyang Bunisora (1357-1373), pengasuh putra mahkota Wastu kencana yang masih kecil.Hyang Bonisora berkuasa selama 14 tahun. Pada prasasti batu tulis,raja ini di sebut juga Prabu Guru Dwataprani.
Masa Kejayaan Kerajaan Padjajaran
Tercatat ada 5 raja yang memimpin Kerajaan Pajajaran saat masih berkedudukan di Pakuan Pajajaran, yaitu Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521), Surawisesa (1521 – 1521), Ratu Dewata (1535 – 1543), Ratu Sakti (1543 – 1551), serta Ratu Nilakendra (1551 – 1567). Dari kelima raja yang memimpin tersebut, masa kejayaan terjadi pada saat Sri Baduga Maharaja menduduki singgasana raja. Berbagai pembangunan fisik dilakukan untuk memudahkan kehidupan kerajaan dan rakyat. Berbagai kisah dan cerita tak henti menyebutkan Sri Baduga Maharaja, bahkan hingga kini namanya masih dielu-elukan oleh masyarakat Sunda. Berikut ini beberapa pencapaian yang membuktikan masa kejayaan Kerajaan Pajajaran pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja :
Pembangunan Fisik
Karena masih berstatus sebagai ‘kerajaan baru’, Sri Baduga Maharaja banyak melakukan pembangunan fisik untuk memudahkan kehidupan negara dan rakyat. Berikut adalah pembangunan fisik yang dilakukan oleh raja pertama Kerajaan Pajajaran antara lain adalah:
- Membangun jalan dari Pakuan (ibukota) sampai ke Wanagiri,
- Membuat telaga besar yang diberi nama Talaga Maharena Wijaya,
- Membangun kabinihajian atau keputren atau tempat tinggal para putri, dan
- Membangun pamingtonan atau tempat hiburan.
Bidang Militer
Pertahanan negara diperkuat dengan memperkuat angkatan militer agar peristiwa seperti Peristiwa Bubat tidak terulang. Kesatrian atau asrama untuk prajurit dibangun untuk menarik minat para pemuda agar mereka mau menjadi prajurit. Selain itu, para prajurit dibekali latihan dengan berbagai macam formasi tempur yang sering dipertunjukkan bagi rakyat.
Administrasi pemerintahan
Kegiatan administrasi pemerintahan dirapikan, dengan memberikan tugas yang spesifik kepada setiap abdi raja. Undang-undang kerajaan disusun untuk mengatur kehidupan dalam bernegara. Serta aturan mengenai pemungutan upeti dibuat agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam proses penarikannya.
Keagamaan
Karena agama adalah bagian penting dari kehidupan manusia, desa-desa perdikan dibagikan kepada para pendeta dan murid-muridnya. Tanah perdikan adalah tanah yang tidak dipungut pajak. Sehingga para pendeta dan muridnya dapat dengan leluasa memimpin ritual keagamaan tanpa perlu memikirkan masalah duniawi.
Kehidupan Masyarakat
Kehidupan masyarakat Pakuan Pajajaran dapat dilihat melalui beberapa aspek seperti ekonomi, sosial, dan budaya. Inilah penjelasannya :
Ekonomi
Mata pencaharian utama masyarakat adalah pertanian. Selain itu kegiatan perdagangan dan pelayaran juga dikembangkan. Pakuan Pajajaran memiliki enam pelabuhan penting, yaitu Pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda Kelapa, dan Cimanuk (sekarang Pamanukan).
Sosial
Dalam keseharian masyarakat Pakuan Pajajaran, penduduk digolongkan menurut pekerjaannya. Ada golongan seniman yang terdiri pemain musik gamelan, penari, dan badut. Lalu golongan petani dan golongan pedagang – yaitu mereka yang bermata pencaharian sebagai petani dan pedagangan. Serta ada pula golongan penjahat, yakni mereka yang memiliki profesi di bidang kejahatan seperti perampok, pencuri, pembunuh, dan sebagainya.
Budaya
Agama yang secara resmi dianut oleh kerajaan adalah agama Hindu, sehingga praktik hidup keseharian sangan kental dengan ritual keagamaan Hindu. Peninggalan yang masih dapat disaksikan hingga kini adalah kitab Cerita Parahyangan dan kitab Sangyang Siksakanda serta kitab cerita Kidung Sundayana. Adapula berbagai prasasti yang ditemukan tersebar di berbagai wilayah kekuasaan kerajaan.
Prasasti-prasasti tersebut di antaranya Prasasti Batu Tulis di Bogor, Prasasti Sangyang di Tapak, Sukabumi, Prasasti Kawali di Ciamis, Prasasti Rakan Juru Pangambat, Prasasti Horren, Prasasti Astanagede, Tugu perjanjian dengan Portugis (padraõ) di Kampung Tugu, Jakarta, dan Taman perburuan yang kini menjadi Kebun Raya Bogor.
Keruntuhan Kerajaan Padjajaran
Penerus tahta Pajajaran tidak ada yang bisa menandingi kemasyhuran Sri Baduga Maharaja. Semua catatan akan masa kejayaan yang terabadikan dalam cerita, kidung, pantun, babad, hingga terukir dalam prasasti-prasasti adalah hasil kerja keras dari sang raja pertama. Catatan keruntuhan Pajajaran terjadi pada 1579 Masehi akibat serangan dari Kesultanan Banten, anak kerajaan dari Kerajaan Demak di Jawa Tengah. Ditandai dengan pemboyongan Palangka Sriman Sriwacana (singgasana raja) dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh Maulana Yusuf.
Pemboyongan singgasana batu tersebut adalah aksi simbolis terhadap tradisi politik masa itu agar Pakuan Pajajaran tidak bisa menobatkan raja baru. Maulana Yusuf ditasbihkan sebagai penguasa sah Sunda karena dirinya masih memiliki darah Sunda dan merupakan canggah dari Sri Baduga Maharaja. Kerajaan Pajajaran adalah satu bukti sejarah, bahwa alih-alih berperang jalan damai masih dapat ditempuh untuk menyelesaikan pertikaian dua negara. Satu hal yang jarang ditemui, terutama pada masa itu.
Mungkin masih ada sisa trauma akibat peristiwa Bubut, di mana tanah Sunda nyaris porak-poranda akibat serangan Majapahit, sehingga mereka memilih jalan yang menghindari terjadinya perang. Dan sambutan raja Galuh kepada para pengungsi Majapahit juga patut diapresiasi. Sangat sedikit orang yang bisa menerima pengungsi dari negara yang pernah melancarkan serangan perang ke negaranya. Meskipun entah apa alasan sebenarnya diterimanya para pengungsi tersebut, akan tetapi tindakan itu adalah lebih banyak terjadi pada konteks ketimbang praktik.
Berakhirnya masa kerajaan ini adalah akhir dari kekuasaan Hindu di Parahyangan dan awal dari masa dinasti Islam. Konon dikabarkan bahwa sebagian abdi istana menetap di Lebak dan menerapkan cara kehidupan mandala yang ketat. Kini keturunan dari para abdi istana ini adalah yang kita kenal sebagai Suku Baduy.
Peninggalan Kerajaan Padjajaran
-
Prasasti Cikapundung
Prasasti Cikapundung ditemukan oleh warga daerah di sekitar Sungai Cikapundung, Bandung pada tanggal 8 Oktober 2010. Dalam Batu Prasasti ini mempunyai tulisan Sunda kuno yang menurut perkiraan berasal dari abad ke-14. Tidak hanya ada huruf Sunda kuno, pada prasasti terdapat beberapa gambar seperti telapak tangan, wajah, telapak kaki dan juga 2 baris huruf Sunda kuno dengan tulisan ” unggal jagat jalmah hendap” dengan arti semua manusia di dunia ini dapat mengalami sesuatu apapun. Seorang peneliti utama dari Balai Arkeologi Bandung yaitu Lufti Yondri berkata kalau prasasti itu adalah Prasasti Cikapundung.
-
Prasasti Huludayeuh
Prasasti Huludayeuh terletak di bagian tengah sawah di Kampung Huludayeuh, Desa Cikalahang, Kecamatan Sumber setelah pemekaran Wilayang menjadi Kecamatan Dukupuntang, Cirebon. Prasasti ini sudah sejak lama diketahui oleh masyarakat sekitar akan namun untuk para arkeologi dan juga ahli sejarah baru mengetahui keberadaan prasasti itu di bulan September 1991.
Isi dari prasasti itu terdiri dari 11 baris tulisan beraksa serta bahasa Sunda kuno. Naun batu prasasti itu ditemukan dalam keadaan yang sudah tidak utuh serta membuat beberapa aksara juga ikut hilang. Permukaan batu prasasti itu juga sudah agak rusak serta beberapa tulisan sudah aus sehingga beberapa isi dari prasasti itu tidak bisa terbaca. Secara garis besar, prasasti ini menceritakan mengenai Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan Sya Sang Ratu Dewata yang berkaitan dengan beberapa usaha untuk membuat makmur negerinya.
-
Prasasti Pasir Datar
Prasasti ini ditemukan pada sebuah perkebunan kopi yang berada di Pasir Datar, Cisande, Sukabumi di tahun 1872 dan sekarang telah disimpan pada Museum Nasional Jakarta. Prasasti tersebut terbuat dari material batu alah yang masih belum ditranskripsikan sampai saat ini sebab isinya sendiri belum dapat diartikan.
-
Prasasti Perjanjian Sunda Portugis
Sejarah Kerajaan PajajaranPrasasti Perjanjian Sunda Portugis adalah prasasti dengan bentuk tugu batu yang berhasil ditemukan tahun 1918 di Jakarta. Prasasti tersebut menjadi tanda dari perjanjian Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Portugis yang dibuat oleh utusan dagang Kerajaan Portugis dari Malaka yang di pimpin Enrique Leme yang membawa beberapa barang untuk diberikan pada Raja Samian [Sanghyang] yaitu Sang Hyang Surawisesa seorang pangeran yang menjadi pimpinan utusan Raja Sunda.
Prasasti ini dibangun diatas permukaan tanah yang pula ditunjuk sebagai tempat benteng serta gudang orang Portugis. Prasasti ini ditemukan dengan cara melakukan penggalian ketika membangun sebuah gudang di bagian sudut Prinsenstraat yang sekarang menjadi jalan cengkeh dan puls Groenestraat yang sekarang menjadi jalan Kali Besar Timur I dan telah termasuk ke dalam wilayah Jakarta Barat. Sementara untuk replikanya sudah dipamerkan pada Museum Sejarah Jakarta.
-
Prasasti Ulubelu
Prasasti Ulubelu ditemukan di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kotaagung, Lampung tahun 1936. Meski ditemukan di Lampung, Sumatera Selatan, namun para sejarawan menduga jika aksara yang dipergunakan pada prasasti ini adalah aksara Sunda kuno yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Pajajaran itu. Anggapan ini pun dipekruat dengan wilayah dari Kerajaan Sunda yang juga termasuk wilayah Lampung.
Setelah kerajaan Pajajaran runtuh oleh Kesultanan Banten, kekuasaan Sumatera Selatan itu dilanjutkan Kesultanan Banten. Isi dari prasasti ini ialah mantra mengenai permohonan pertolongan yang ditujukan pada para Dewa utama yaitu Batara Guru [Siwa], Wisnu dan Brahma serta Dewa penguasa tanah, air dan pohon supaya keselamatan dari semua musuh bisa didapatkan.
-
Situs Karangkamulyan
Prasasti ini ada di Desa Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Galuh Hindu Buddha. Situs Karangkamulyan tersebut menceritakan tentang Ciung Wanara berhubungan dengan Kerajaan Galuh. Cerita ini kental dengan kisah pahlawan hebat yang memiliki kesaktian serta keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa serta hanya dimiliki oleh Ciung Wanara. Dalam area sekitar 25 Ha itu tersimpan berbagai benda mengandung sejarah tentang Kerajaan Galuh yang kebanyakan berupa batu.
Batu-batu itu tersebar dengan berbagai bentuk serta beberapa batu yang ada di dalam bangunan strukturnya iti dari tumpukan batu dengan bentuk yang hampir mmirip dan bangunan memiliki sebuah pintu yang membuatnya tampak seperti sebuah kamar. Batu-batu itu memiliki nama dan kisah yang berbeda-beda. Nama-nama itu diberikan oleh masyarakat sekitar yang diperoleh dengan cara menghubungkan kisah Kerajaan Galuh seperti pangcalikan atau tempat duduk, tempat melahirkan, lambang peribadatan, cikahuripan serta tempat sabung.
-
Prasasti Kebon Kopi II
Prasasti Kebon Kopi II adalah peninggalan dari Kerajaan Sunda Galuh yang ditemukan tidak jauh dari Prasasti Kebon Kopi I yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Tarumanegara. Tapi prasasti ini hilang karena dicuri pada sekitar tahun 1940-an. Seorang pakar bernama F.D.K Bosch pernah mempelajari prasasti itu serta menuliskan jika dalam prasasti ada tulisan bahasa Melayu kuno yang menceritakan mengenai seorang Raja Sunda menduduki tahtanya kembali dan menafsirkan angka tahun kejadian bertarikh 932 Masehi.
Prasasti tersebut ditemukan di Kampung Pasir Muara, Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat abad ke-19 ketika sedang dilaksanakan penebangan hutan untuk dibuat lahan kebun kopi lalu prasasti ini ada di sekitar 1 km dari batu prasasti Kebonkopi I yaitu Prasasti Tapak Gajah.
-
Prasasti Batutulis
Prasasti Batutulis diteliti tahun 1806 yaitu dengan pembuatan cetakan tangan Universitas Leiden di Belanda. Pembacaan pertama dilakukan oleh Friederich pada tahun 1853 dan sampai tahun 1921 sudah terhitung 4 orang ahli yang juga meneliti isi dari Prasasti Batutulis itu, akan tetapi Cornelis Marinus Pleyte menjadi satu-satunya orang yang lebih mengulas mengenai lokasi dari Pakuan, sementara peneliti lain lebih fokus dalam megnartikan isi dari Prasasti. Penelitian dari Pleyte itu dipublikasikan pada tahun 1911 lalu di dalam tulisannya yaitu Het Jaartal op en Batoe-Toelis nabij Buitenzorg yang berarti menjadi angkat tahun pada Batutulis dekat Bogor.
Kehidupan Politik Kerajaan Padjajaran
Bentuk dan sistem pemerintahan raja raja Pajajaran hanya dapat diketahui dari beberapa orang raja saja. Raja raja yang diketahui pernah memerintah dikerajaan Pajajaran diantaranya sebagai berikut:
- Maharaja Jayabhupati dalam prasasti ditulis maharaja Jayabhupati menyebut dirinya Haji Ri sunda.Sebutan ini bertujuan meyakinkan kedudukannya sebagai raja kerajaan Pajajaran. Raja Jayabhupati memeluk agama Hindu beraliran waisnawa. Pusat pemerintahannya diperkirakan berada di daerah Pakuan Pajajaran dan kemudian pindah ke Kawali.
- Rahyang Niskala Wastu Kencana Raja ini naik tahta menggantikan raja Maharaja Jayabhupati pusat pemerintahannya terletak di Kawali dan istananya bernama Surawisesa.
- Rahyang Dewa Niskala raja Dewa Niskala atau Rahyang Ningrat Kencana,i raja menggantikan Rahyang Niskala Wastu Kencana.Namun tidak diketahui bagaimana Kencana siste Pemerintahannya.
- Sri Baduga Maharaja Sri Baduga Maharaja bertahta di pakuan pajajaran. Pada pemerintahannya,terjadi pertempuran yang sangat besar dalam kitab Pararaton disebut Perang Bubat. Peristiwa ini terjadi tahun 1357 M. Dalam pertempuran itu,semua pasukan pajajaran gugur termasuk raja Sri Baduga sendiri beserta putrinya.
- Hyang Wuni Sora Raja ini berkuasa menggantikan Raja Sri Baduga Maharaja. Setelah ia berturut-turut digantikan oleh Prabu Niskala Wastu Kencana (1371-1474 M), Tohaan (1475-1482 M) yang berkedudukan di Galuh, Ratu Jay Dewata (1482-1521 M).
- Ratu Samian atau Prabu Surawisesa pada masa Pemerintahannya, pada tahun1512 M dan 1521 M, ia berkunjung ke Malaka untuk meminta bantuan portugis dalam rangka menghadapi kerajaan demak. Namun bantuan yang diharapkan itu ternyata sia-sia, karena pelabuhan terbesar kerajaan pajajaran, yaitu Sunda Kelapa sudah dikuasai oleh pasukan kerajaan demak dibawah pimpinan Fatahilah. Akibatnya, hubungan Pajajaran dengan dunia luar terputus.
- Prabu Ratu Dewata (1535-1543) raja ini memerintah menggantikan prabu Susawisesa. Pada masa pemerintahannya, terjadi berbagai serangan dari kerajaan Banten yang dipimpin oleh Maulana Hasanudin, dibantu oleh anaknya Maulana Yusuf. Berkali-kali pasukan Banten (Islam) berusaha merebut ibukota Pajajaran tahun 1579 M. Peristiwa ini mengakibatkan runtuhnya kerajaan hindu Pajajaran di Jawa Barat.
Kehidupan Ekonomi
-
Perdagangan Laut
Kerajaan pajajaran memiliki enam pelabuhan penting,yakni pelabuhan Banten,Pontang,Cigade,Tamagra,Kelapa(Sunda kelapa atau jakarta sekarang),dan Cimanuk (mungkin Pamanukan sekarang).Setiap pelabuhan dikepalai oleh seorang syahbandar yang bertanggung jawab kepada raja dan bertindak sebagai wakil raja di bandar-bandar yang dikuasai.
Melalui keenam pelabuhan itu,KerajaanPajajaran melakukan perdagangan dengan daerah atau negara lain.Wilayah perdagangan mencapai pulau sumatra bahkan kepulau Maladewa.Barang-barang dagangan sebagai sumber penghasilandan kerajaan pajajaran umumnya berupa bahan makanan dan lada.Tetapi barang dagangan yang lebih penting adalah beras.Barang-barang lain yang dapat diperoleh dipelabuhan kerajaan pajajaran seperti sayur-sayuran,sapi,kambing,biri-biri,babi,tuak,dan buah-buahan.Disampang itu,ada jenis bahan pakaian yang didatangkan dari cambay(india).Mata uang yang digunakan sebagai alat tukar adalah mata uang cina .
-
Pedagang Darat
Kerajaan Pajajaran juga memiliki lalu lintas perdagangan darat yang cukup penting. Jalan darat itu berpusat di PakuanPajajaran,ibu kota kerajaan.Jalan yang satu menuju ke arah timur dan yang lain menuju ke arah barat.
Jalan menuju ke arah timur menghubungkan Pakuan Pajajaran dengan karang sambung yang terletak di tepi Sungai Cimanuk,melalui Cileungsi dan Cibarusa lalu membelok ke Karawang.Dari Tanjung Puraini di teruskan ke Cikao dan Purwakarta,dan berakhir di Karang Sambung.
Sedangkan jalan lain yang menuju ke arah barat,mulai dari Pakuan Pajajaran melalui Jasinga dan Rangkasbitung,menuju Serang dan berakhir di Banten.Jalan darat lain dari Pakuan Pajajaran menuju Ciampea mulai daroi Muara Cianten.Melalui jalan darat dan sungai tersebut hasil bumi kerajaan Pajajaran diperdagangkan.Melalui jalan itu pula bahan yang diperlukan oleh penduduk yang berada di daerah pedalaman di salurkan.Dengan demikian,sistem perekonomian di Kerajaan Pajajaran sudah berkembang dan sudah maju saat itu.
Kehidupan Sosial dan Budaya
-
Kehidupan Sosial
Dalam perkembangan kehidupan sosial dari masyarakat pajajaran dapat digolongkan menjadi:
- Golongan seniman seperti pemain gamelan,pemain wayang,penari.
- Golongan petani.
- Golongan pedagang .
- Golongan yang dianggap jahat,yaitu tukang coprt,tukang rampas,begal,malingdan sebagainya.
-
Kehidupan Budaya
Sejak zaman Kerajaan Tarumanegara,kehidupan kebudayaan rakyat Jawa Barat (rakyat sunda) dipengaruhi oleh budaya Hindu.Pengaruh agama Hindu terhadap Kerajaan Tarumanegara dapat diketahui dari:
- Arca-arca Wisnu di daerah Cibuaya dan arca-arca rajarsi.
- Kitab parahyangan dan kirtab sanghayan siksakanda.
- Cerita-cerita dalam sastra sunda kuno bercorak hindu.
Kehidupan Agama Kerajaan Padjajaran
Agama resmi yang dianut di Kerajaan Pajajaran adalah agama Hindu, tetapi sebenarnya saat itu agama leluhur sudah mulai kembali mendesak keberadaan agama Hindu. Keadaan tersebut membuat pemuka Hindu saat itu harus “kompromi” dengan ajaran leluhur. Salah satu bentuk kompromi tersebut adalah dengan diposisikannya Batara Seda Niskala di atas dewa-dewa Hindu.
Batara Seda Niskala adalah sebutan lain untuk Hiyang, yaitu dewa tertinggi pada ajaran leluhur yang menciptakan, menguasai, dan menentukan kehidupan manusia dan kehidupan alam pada umumnya. Dia berada di luar alam kehidupan manusia, yaitu bersemayam di Kahiyangan. Sifat-sifat Hiyang tercermin dalam julukan-Nya, antara lain Batara Seda Niskala (Yang Gaib), Batara Tunggal (Yang Maha Esa), Sanghiyang Keresa (Yang Kuasa), Batara Jagat (Yang Menguasai Alam Semesta).
Mereka pun membuat ajaran keyakinan, tata cara peribadatan kepada Hiyang, dan etika hidup keagamaan mereka sendiri. Ajaran keyakinan, tata cara peribadatan, dan etika hidup keagamaan mereka dinamai agama Jatisunda. Para penduduk yang tidak puas terhadap ajaran agama Hindu dan Budha, maka muncullah agama Jatisunda sebagai jalan keluarnya.
Demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id tentang Prasasti Peninggalan Kerajaan Pajajaran : Sejarah, Letak Geografis, Latar Belakang, Perkembangan, Masa Kejayaan, Keruntuhan, Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Agama, semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya