Teori-teori Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia
-
Teori Gujarat
Berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar teori ini adalah :
1. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia
2. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia-Cambay-Timur Tengah-Eropa.
3. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.
-
Teori Makkah
Berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah :
1. Pada bad ke 7 yaitu tahun 674 di Pantai Barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab)
2. Kerajaan Samudra Pasai menganut mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’I terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Makkah.
3. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al-Malik, yaitu gelar dari Mesir
-
Teori Persia
Berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah :
1. Peringatan 10 Muharam atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad SAW, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran.
2. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jenar dengan sufi dari Iran yaitu Al-Hallaj.
3. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam system mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi Harakat.
4. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
5. Adanya perkampungan Leren/Leran daerah Gresik. Leren adalah nam salah satu pendukung tori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.
Kesultanan Perlak
-
Sejarah Kesultanan Perlak
Analisis dan pemikiran tentang bagaimana sejarah masuknya Islam di Indonesia dipahami melalui sejumlah teori. Aji Setiawan, misalnya melihat bahwa Kesultanan Perlak datangnya Islam ke nusantara bisa ditelisik melalui tiga teori, yaitu teori Gujarat, teori Arab, dan teori Persia. Teori Gujarat memandang bahwa asal muasal datangnya Islam di Indonesia adalah melalui jalur perdagangan Gujarat India pada abad 13-14. Teori ini biasanya banyak digunakan oleh ahli-ahli dari Belanda.
Salah seorang penganutnya, W.F. Stuterheim menyatakan bahwa Islam mulai masuk ke nusantara pada abad ke-13 yang didasarkan pada bukti batu nisan sultan pertama dari Kerajaan Samudera Pasai, yakni Malik Al-Saleh pada tahun 1297. Menurut teori ini, masuknya Islam ke nusantara melalui jalur perdagangan Indonesia-Cambay (India)-Timur Tengah–Eropa. Teori Persia lebih menitikberatkan pada realitas kesamaan kebudayaan antara masyarakat Indonesia pada saat itu dengan budaya Persia.
Sebagai contoh misalnya kesamaan konsep wahdatul wujud-nya Hamzah Fanshuri dengan al-Hallaj. Sedangkan teori Arab berpandangan sebaliknya. T.W. Arnold, salah seorang penganutnya berargumen bahwa para pedagang Arab yang mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad ke-7 atau 8 juga sekaligus melakukan penyebaran Islam di nusantara pada saat itu.
-
Sejarah Masuknya Islam
Kesultanan Perlak berdiri pada tahun 840 dan berakhir pada tahun 1292. Proses berdirinya tidak terlepas dari pengaruh Islam di wilayah Sumatera. Sebelum Kesultanan Perlak berdiri, di wilayah Perlak sebenarnya sudah berdiri Negeri Perlak yang raja dan rakyatnya merupakan keturunan dari Maharaja Pho He La (Meurah Perlak Syahir Nuwi) serta keturunan dari pasukan-pasukan pengikutnya. Pada tahun 840 ini, rombongan berjumlah 100 orang dari Timur Tengah menuju pantai Sumatera yang dipimpin oleh Nakhoda Khilafah. Rombongan ini bertujuan untuk berdagang sekaligus membawa sejumlah da‘i yang bertugas untuk membawa dan menyebarkan Islam ke Perlak.
-
Silsilah Kerajaan Perlak
Sebelum berdirinya Kesultanan Perlak, di wilayah Negeri Perlak sudah ada rajanya, yaitu Meurah Perlak Syahir Nuwi. Namun, data tentang raja-raja Negeri Perlak secara lengkap belum ditemukan. Sedangkan daftar nama sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Pelak adalah sebagai berikut:
1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840-864)
2. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864-888)
3. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888-913)
4. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915-918)
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928-932)
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932-956)
7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956-983)
8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986-1023)
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023-1059)
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059-1078)
11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078-1109)
12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109-1135)
13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135-1160)
14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160-1173)
15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173-1200)
16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200-1230)
17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (1230-1267
18. 18. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267-1292)
Kesultanan Malaka
-
Sejarah Malaka
Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara antara tahun 1380-1403 M. Parameswara berasal dari Sriwijaya, dan merupakan putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut agama Hindu. Ia melarikan diri ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh akibat diserang Majapahit. Pada saat Malaka didirikan, di situ terdapat penduduk asli dari Suku Laut yang hidup sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih kurang tiga puluh keluarga. Raja dan pengikutnya adalah rombongan pendatang yang memiliki tingkat kebudayaan yang jauh lebih tinggi, karena itu, mereka berhasil mempengaruhi masyarakat asli. Kemudian, bersama penduduk asli tersebut, rombongan pendatang mengubah Malaka menjadi sebuah kota yang ramai.
-
Politik Negara
Dalam menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para sultan menganut paham politik hidup berdampingan secara damai (co-existence policy) yang dijalankan secara efektif. Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan melalui hubungan diplomatik dan ikatan perkawinan. Politik ini dilakukan untuk menjaga keamanan internal dan eksternal Malaka.
Dua kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai adalah Cina dan Majapahit. Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai dengan kedua kerajaan besar ini. Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut, Parameswara kemudian menikah dengan salah seorang putri Majapahit. Sultan-sultan yang memerintah setelah Prameswara (Muhammad Iskandar Syah)) tetap menjalankan politik bertetangga baik tersebut. Sebagai bukti, Sultan Mansyur Syah (1459-1477) yang memerintah pada masa awal puncak kejayaan Kerajaan Malaka juga menikahi seorang putri Majapahit sebagai permaisurinya.
Hang Tuah
Hang Tuah lahir di Sungai Duyung Singkep. Ayahnya bernama Hang Machmud dan ibunya bernama Dang Merdu. Kedua orang tuanya adalah rakyat biasa yang hidup sebagai petani dan penangkap ikan. Keluarga Hang Tuah kemudian pindah ke Pulau Bintan. Di sinilah ia dibesarkan. Dia berguru di Bukit Lengkuas, Bintan Timur. Pada usia yang masih muda, Hang Tuah sudah menunjukkan kepahlawanannya di lautan.
Bersama empat orang kawan seperguruannya, yaitu Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiyu, mereka berhasil menghancurkan perahu-perahu bajak laut di sekitar perairan dan selat-selat di Kepulauan Riau, sekalipun musuh mereka jauh lebih kuat. Karena kepahlawanan Hang Tuah dan kawan-kawannya tersebut, maka Sultan Kerajaan Malaka mengangkat mereka sebagai prajurit kerajaan.
Hang Tuah sendiri kemudian diangkat menjadi Laksamana Panglima Angkatan Laut Kerajaan Malaka. Sedangkan empat orang kawannya tersebut di atas, kelak menjadi prajurit Kerajaan Malaka yang tangguh. Dalam pengabdiannya demi kebesaran Malaka, Laksamana Hang Tuah dikenal memiliki semboyan berikut.
1. Esa hilang dua terbilang
2. Tak Melayu hilang di bumi.
3. Tuah sakti hamba negeri.
Kerajaan Pagaruyung
-
Sejarah Pagaruyung
Arca Amoghapasa di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
Kerajaan Pagaruyung adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri, meliputi provinsi Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya. Nama kerajaan ini berasal dari ibukotanya, yang berada di nagari Pagaruyung. Kerajaan ini didirikan oleh seorang pangeran dari Majapahit bernama Adityawarman pada tahun 1347. Kerajaan Pagaruyung menjadi Kesultanan Islam sekitar tahun 1600-an. Walaupun Adityawarman merupakan pangeran dari Majapahit, ia sebenarnya memiliki darah Melayu. Dalam sejarahnya, pada tahun 1286, Raja Kertanegara menghadiahkan arca Amogapacha untuk Kerajaan Darmasraya di Minangkabau.
Sebagai imbalan atas pemberian itu, Raja Darmas Raya memperkenankan dua putrinya, Dara Petak dan Dara Jingga untuk dibawa dan dipersunting oleh bangsawan Singosari. Dari perkawinan Dara Jingga inilah kemudian lahir Aditywarman. Ketika Singosari runtuh, mucul Majapahit. Adityawarman merupakan seorang pejabat di Majapahit. Suatu ketika, ia dikirim ke Darmasraya sebagai penguasa daerah tersebut. Tapi kemudian, Adityawarman justru melepaskan diri dari Majapahit. Dalam sebuah prasasti bertahun 1347, disebutkan bahwa Aditywarman menobatkan diri sebagai raja atas daerah tersebut. Daerah kekuasaannya disebut Pagaruyung, karena ia memagari daerah tersebut dengan ruyung pohon kuamang, agar aman dari gangguan pihak luar.
-
Wilayah Kekuasaan
Wilayah pengaruh politik Pagaruyung dapat dilacak dari pernyataan berbahasa Minang ini: dari Sikilang Aia Bangih hingga Taratak Aia Hitam. Dari Durian Ditakuak Rajo hingga Sialang Balantak Basi. Sikilang Aia Bangih adalah batas utara, sekarang di daerah Pasaman Barat, berbatasan dengan Natal, Sumatera Utara. Taratak Aia Hitam adalah daerah Bengkulu. Durian Ditakuak Rajo adalah wilayah di Kabupaten Bungo, Jambi. Yang terakhir, Sialang Balantak Basi adalah wilayah di Rantau Barangin, Kabupaten Kampar, Riau sekarang.
-
Runtuhnya Pagaruyung
Kekuasaan raja Pagaruyung sudah sangat lemah pada saat-saat menjelang perang Padri, meskipun raja masih tetap dihormati. Daerah-daerah di pesisir barat jatuh ke dalam pengaruh Aceh, sedangkan Inderapura di pesisir selatan praktis menjadi kerajaan merdeka meskipun resminya masih tunduk pada raja Pagaruyung.
Pada awal abad ke-19 pecah konflik antara kaum Padri dan golongan bangsawan (kaum adat). Dalam satu pertemuan antara keluarga kerajaan Pagaruyung dan kaum Padri pecah pertengkaran yang menyebabkan banyak keluarga raja terbunuh. Namun Sultan Muning Alamsyah selamat dan melarikan diri ke Lubuk jambi.
Kerajaan Demak
-
SejarahLetak
Demak sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) raja Majapahit Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah.
-
Kehidupan Politik
Lokasi kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, karena menghubungkan perdagangan antara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian Timur, serta keadaan Majapahit yang sudah hancur, maka Demak berkembang sebagai kerajaan besar di pulau Jawa, dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah. Ia bergelar Sultan Alam Akbar al-Fatah (1500 – 1518).
-
Kehidupan Ekonomi
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim.
Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Kerajaan Gowa
-
Letak Kerajaan
Kerajaan Gowa-Tallo lebih dikenal dengan Kerajaan Makassar dan terletak secara geografis di daerah Sulawesi Selatan, memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia bagian Timur maupun yang berasal dari Indonesia bagian Barat.
-
Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Makassar merupakan kerajaan maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor seperti letak yang strategis, memiliki pelabuhan yang baik serta didukung oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur. Sebagai pusat perdagangan Makassar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagangpedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makassar. Makassar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan
Kerajaan Aceh
-
Letak Kerajaan
Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan Aceh tidak lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu. Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan melalui bandar – bandar perdagangan Kerajaan Aceh, mempengaruhi perkembangan kehidupan Kerajaan Aceh dalam segala bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya.
-
Kehidupan Politik
Berdasarkan Bustanus salatin ( 1637 M ) karangan Naruddin Ar-Raniri yang berisi silsilah sultan – sultan Aceh, dan berita – berita Eropa, Kerjaan Aceh telah berhasil membebaskan diri dari Kerajaan Pedir.
Kerajaan Ternate
-
Sejarah Letak
Pulau Ternate merupakan sebuah pulau gunung api seluas 40 km persegi, terletak di Maluku Utara, Indonesia. Penduduknya berasal dari Halmahera yang datang ke Ternate dalam suatu migrasi. Pada awalnya, terdapat empat kampung di Ternate, masing-masing kampung dikepalai oleh seorang Kepala Marga, dalam bahasa Ternate disebut Momole. Lambat laun, empat kampung ini kemudian bergabung membentuk sebuah kerajaan yang mereka namakan Ternate. Selain Ternate, terdapat juga kerajaan lain di kawasan Maluku Utara, yaitu: Tidore, Jailolo, Bacan, Obi dan Loloda.
Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berada di Sumatra. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan Malik Al Saleh dan mengalami kejayaan. Hal ini dibuktikan Kerajaan Samudera Pasai mampu memperluas wilayahnya dan menjalin hubungan perdagangan dengan Arab. Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik aI Tahir, ada kunjungan Ibnu Battutah yang mengadakan perjalanan India-Cina (kembali tahun 1345). Peranan Kerajaan Samudera Pasai dalam persebaran agama Islam yaitu:
- Menjadi pusat studi Islam di Asia sehingga banyak orang-orang asing yang menetap di Samudera Pasai.
- Penyebaran agama Islam melalui perluasan pengaruh politik. Hal ini dibuktikan dengan berhasil merintis munculnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa.
Samudera Pasai menggunakan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan laut yang menghubungkan daerah Pasai dengan Arab, India, dan Cina.
Kerajaan Pajang
Pada tahun 1568 berdiri kerajaan Islam Pajang. Pendiri kerajaan ini adalah Sultan Adiwijoyo atau Joko Tingkir. Ia berhasil mengalahkan Arya penangsang raja Demak. Ia kemudian menindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Pajang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berdirinya kerajaan Islam Pajang erat kaitannya dengan kerajaan Demak.
Sultan Adiwijoyo atau Joko Tingkir adalah seorang yang suka menghargai pendukung atau pengikut yang turut bertempur bersamanya sewaktu menghadapi Arya Penangsang. Mereka yang telah berjasa oleh Sultan Adiwijoyo diberi hadiah penghargaan. Kedua orang yang dinilai sangat berjasa yaitu Kiai Ageng Pemanahan dihadiahi tanah di Mataram (sekitar Kotagede, dekat Yogyakarta). Sedangkan Kiai Panjawi dihadiahi tanah di Daerah Pati. Mereka sekaligus diangkat menjadi bupati di daerahnya masing-masing.
Bupati Surabaya diangkat sebagai wakil raja yang memiliki daerah kekuasaan meliputi Sedayu, Gresik, Surabaya dan Panarukan.
Kerajaan Mataram
-
Awal Perkembangan Kerajaan Mataram Islam
Pada waktu Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan dilantik menjadi Bupati di Mataram sebagai imbalan atas keberhasilannya membantu menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan diambil anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575 M, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di Mataram. Setelah menjadi bupati, Sutawijaya ternyata tidak puas dan ingin menjadi raja yang menguasai seluruh Jawa, sehingga terjadilah peperangan sengit pada tahun 1528 M yang menyebabkan Sultan Hadiwijaya mangkat. Setelah itu terjadi perebutan kekuasaan di antara para Bangsawan Pajang dengan pasukan Pangeran Pangiri yang membuat Pangeran Pangiri beserta pengikutnya diusir dari Pajang, Mataram.
Kerajaan Banten
-
Awal Perkembangan Kerajaan Banten
Semula Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam) mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil menduduki Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera tumbuh menjadi pelabuhan penting menyusul kurangnya pedagang yang berlabuh di Pelabuhan Malaka yang saat itu dikuasai oleh Portugis.
Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan pemerintahan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570 M), Banten cepat berkembang menjadi besar. Wilayahnya meluas sampai ke Lampung, Bengkulu, dan Palembang.
-
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Raja Banten pertama, Sultan Hasanuddin mangkat pada tahun 1570 M dan digantikan oleh putranya, Maulana Yusuf. Sultan Maulana Yusuf memperluas daerah kekuasaannya ke pedalaman. Pada tahun 1579 M kekuasaan Kerajaan Pajajaran dapat ditaklukkan, ibu kotanya direbut, dan rajanya tewas dalam pertempuran. Sejak saat itu, tamatlah kerajaan Hindu di Jawa Barat.
Kerajaan Cirebon
Kerajaan yang terletak di perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah didirikan oleh salah seorang anggota Walisongo, Sunan Gunung Jati dengan gelar Syarif Hidayatullah.
Syarif Hidayatullah membawa kemajuan bagi Cirebon. Ketika Demak mengirimkan pasukannya di bawah Fatahilah (Faletehan) untuk menyerang Portugis di Sunda Kelapa, Syarif Hidayatullah memberikan bantuan sepenuhnya. Bahkan pada tahun 1524, Fatahillah diambil menantu oleh Syarif Hidayatullah. Setelah Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa, Syarif Hidayatullah meminta Fatahillah untuk menjadi Bupati di Jayakarta.
Syarif Hidayatullah kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Pangeran Pasarean. Inilah raja yang menurunkan raja-raja Cirebon selanjutnya.
Kerajaan Makassar
-
Awal Perkembangan Kerajaan Makassar
Di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-16 terdapat banyak kerajaan, tetapi yang terkenal adalah Gowa, Tallo, bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Berkat dakwah dari Datuk ri Bandang dan Sulaeman dari Minangkabau, akhirnya Raja Gowa dan Tallo masuk Islam (1605) dan rakyat pun segera mengikutinya.
Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat menguasai kerajaan lainnya. Dua kerajaan itu lazim disebut Kerajaan Makassar. Dari Makasar, agama Islam menyebar ke berbagai daerah sampai ke Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Makassar merupakan salah satu kerajaan Islam yang ramai akan pelabuhannya. Hal ini, karena letaknya di tengah-tengah antara Maluku, Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Malaka.
-
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Kerajaan Makassar mula-mula diperintah oleh Sultan Alauddin (1591-1639 M). Raja berikutnya adalah Muhammad Said (1639-1653 M) dan dilanjutan oleh putranya, Hasanuddin (1654-1660 M). Sultan Hasanuddin berhasil memperluas daerah kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi Selatan, termasuk Kerajaan Bone.
Kerajaan Banjar
Kerajaan Banjar merupakan kerajaan Islam yang terletak di Pulau Kalimantan, tepatnya di Klimantan Selatan. Kerajaan Banjar disebut juga Kesultanan Banjarmasin. Kata Banjarmasin meru[pakan paduan dari dua kata, yaitu Bandar dan masih. Nama Bandar Masih diambil dari nama Patih Masih, seorang perdana menteri Kerajaan Banjar yang cakap dan berwibawa. Sebelum menjadi kerajaan Islam, Kerajaan Banjar telah diperintahkan oleh tujuh orang raja. Raja pertama ialah Pangeran Surianata (1438-1460) dan raja terakhir ialah Pangeran Tumenggung (1588-1595).
Selama Pangeran Tumenggung memerintah, situasi politik di Kerajaan Banjar berada dalam keadaan rawan. Pangeran Samudera yang berada di pengasingan secara diam-diam menyusun kekuatan untuk menaklukkan Pangeran Tumenggung. Akibatnya, pada tahun 1595 terjadi perang saudara yang berakhir dengan kemenangan di pihak Pangeran Samudera (Pangeran Suriansyah).
Demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Macam kerajaan Islam Di Indonesia : Teori, Kesultanan Perlak, Malaka, Hang Tuah, Pagaruyung, Demak, Gowa, Aceh, Ternate, Samudra Pasai, Panjang, Mataram, Banten, Cirebon, Makasar, Banjar, semoga artike lini bermanfaaat bagi anda semuanya.