Definisi Etika
Etika merupakan suatu pemikiran kritis yang mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral terentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi etika khusus yaitu etika yang membahas prinsip dalam berbagai aspek kehidupan manusia sedangkan etika umum yaitu mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia (Suseno, 1987).
Pengertian Politik
Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan Negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.
Sedangkan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi dari sumber-sumber yang ada. Untuk bisa berperan aktif melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan dan kewenangan yang akan digunakan baik untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu.
Pengertian Etika Politik
Secara substantive pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat, bangsa maupun Negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia.
Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seorang yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia (Suseno, 1987:15). Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti :
- Pemisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan negara
- Kebebasan berfikir dan beragama
- Pembagian kekuasaan
- Kedaulatan rakyat
- Negara hukum demokratis/repulikan
- Hak-hak asasi manusia
- Keadilan sosial
Prinsip-prinsip Dasar Etika Politik
-
Pluralisme
Dengan pluralisme dimaksud kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya dan adat. Mengimplikasikan pengakuan terhadap kebabasan beragama, berfikir, mencari informasi dan toleransi Memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan kelompok orang Terungkap dalam Ketuhanan Yang Maha Esa yang menyatakan bahwa di Indonesia tidak ada orang yang boleh didiskriminasikan karna keyakinan religiusnya.
-
HAM
HAM menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakuakan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dimana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi dan sebaliknya diancam oleh Negara modern Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, meliankan karena ia manusia, jadi dari tangan pencipta Kemanusiaan yang adil dan beradab juga menolak kekerasan dan eklusivisme suku dan ras
-
Solidaritas Bangsa
Solidaritas mengatakan bahwa kita tidak hanya hidup untuk diri sendiri melaikan juga demi orang lain Solidaritas dilanggar kasar oleh korupsi. Korupsi bak kanker yang mengerogoti kejujuran, tanggung jawab, sikap obyektif, dan kompetensi orang/kelompok orang yang korup
-
Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tidak ada manusia atau sebuah elit, untuk menentukan dan memaksakan bagaimana orang lain harus atau boleh hidup
Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana tujuan mereka dipimpin Demokrasi adalah kedaulatan rakyat dan keterwakilan. Jadi demokrasi memerlukan sebuah sistem penerjemah kehendak rakyat kedalam tindakan politik Dasar-dasar demokrasi Kekuasaan dijalankan atas dasar ketaatan terhadap hukum Pengakuan dan jaminan terhadap HAM.
-
Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat,
Keadilan sosial mencegah dari perpecahan Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideolodis, sebagai pelaksana ide-ide, agama-agama tertentu. Keadilan adalah yang terlaksana Keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidak adilan dalam masyarakat
Nilai, Moral Dan Norma
-
Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna
bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna
bagi kehidupan manusia. Adanya dua macam nilai tersebut sejalan dengan penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka. Perumusan pancasila sebagai dalam pembukaan UUD 1945.
Alinea 4 dinyatakan sebagai nilai dasar dan penjabarannya sebagai nilai instrumental. Nilai dasar tidak berubah dan tidak boleh diubah lagi. Penjelasan UUD 1945 sendiri menunjuk adanya undang-undang sebagai pelaksanaan hukum dasar tertulis itu. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu memerlukan penjabaran lebih lanjut.
Penjabaran itu sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Penjabaran itu kemudian dinamakan Nilai Instrumental. Nilai Instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar yang dijabarkannya Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan dalam batas-batasyang dimungkinkan oleh nilai dasar itu.
-
Ciri-Ciri Nilai
Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah Sebagai berikut.
a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai,tetapi kita tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra adalah kejujuran itu.
b.Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal (das sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya.Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
-
Macam-Macam Nilai
Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu :
- Nilai logika adalah nilai benar salah.
- Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah.
- Nilai etika/moral adalah nilai baik buruk.
Notonegoro dalam Kaelan (2000) menyebutkan adanya 3 macam nilai. Ketiga nilai
itu adalah sebagai berikut :
- Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
- Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
- Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi
- Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
- Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan(emotion) manusia.
- Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa,Will) manusia.
Nilai religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Hubungan Nilai, Norma Dan Moral
Nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai di jadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik di sadari maupun tidak. Nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif. Sedangkan norma adalah wujud yang lebih konkrit dan lebih objektif. Dari berbagai macam banyak norma, norma hukumlah yang paling kuat keberlakuannya.
Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan denga moral dan etika.
Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagi penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
Hubungan antara moral dn etika memang sangat erat sekali dan kadaangkala kedua hal tersebut disamakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut memiliki perbedaan.
Moral yaitu ajaran – ajaran ataupun nasihat – nasihat, patokkan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Adapun di pihak etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran – ajaran dan pandangan moral tersebut atau juga bagaimana yang di kemukakan de vos tahaun 1987, bahwa etika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan.
Adapun yang dimaksud kesusilaan adalah identik dengan pengertian moral, sehingga etika pada hakikatnya adalah sebgai ilmu pengetahuan yang membahas tenntang prinsip – prisip moralitas. Hal ini dapat dianalogikan bahwa ajaran moral; sebagai buku petunjuk tentang bagaiman kita memperlakukan sebuah mobil dengan baik, sedangkan etika memberikan pengertian pada kita tentang struktur dn teknologi mobil itu sendiri.
Nilai Pancasila Sebagai Etika Politik
Negara Indonesia yang berdasarkan sila I, bukanlah negara “teokrasi” yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggara negara dalam legitimasi religius, melainkan religitimasi hukum serta legitimasi demokrasi. Walaupun dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secaramoralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai – nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan negara. etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan :
- Asas legalitas (legitimasi hukum) yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Disahkan dan dijadikan secara demokraris (legistimasi demokratis) dan
- Dilaksana dengannya (legistimasi moral) .
Makna Nilai – Nilai Pancasila Dalam Etika Politik
Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satu kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya. Karena jika dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak bisa ditukar balikan letak dan susunannya. Untuk memahami dan mendalami nilai-nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima sila Pancasila.
-
Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Atas keyakinan demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya untuk beribadat dan beragama.
-
Hubungan Agama dan Negara
Dalam paham teokrasi, hubungan agama dan negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, karena pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara dilakukan atas titah Tuhan. Dengan demikian, urusan kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga diyakini sebagai manifestasi firman Tuhan.
-
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudayadan memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab kata pokoknya adalah adab,sinonim dengan sopan, berbudi luhur dan susila. Beradab artinya berbudi luhur, berkesopanan, dan bersusila. Hakikatnya terkandung dalam pembukaan UUD1945 alinea pertama: ³Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan.
-
Negara Mengakui Hak Asasi Manusia
Negara mengakui hak asasi manusia dengan membentuk Komnas HAM Komisi Nasional (Komnas) HAM pada awalnya dibentuk dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Pembentukan komisi ini merupakan jawaban terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia internasional tentang perlunya penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian dengan lahirnya UURI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang didalamnya mengatur tentang Komnas HAM ( Bab VIII, pasal 75 s/d. 99) maka Komnas HAM yang terbentuk dengan Kepres tersebut harus menyesuaikan dengan UURI Nomor 39 Tahun 1999.
-
Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah.Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Sila Persatuan Indonesia ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, social budaya, dan hankam. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi, Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Contoh Etika Politik
GITA Wiryawan memilih mundur dari jabatannya sebagai menteri perdagangan. Dalam keterangan pers Jumat (31/1), Gita mengaku ingin berkonsentrasi pada keikusertaannya dalam konvensi calon presiden (capres) Partai Demokrat. Dia ogah “menduakan” tenaganya sebagai menteri perdagangan dan sebagai peserta konvensi capres Partai Demokrat.
Gayung bersambut. Presiden SBY, melalui Mensesneg Sudi Silalahi, menerima permintaan mundur Gita Wiryawan. Bahkan, Presiden SBY menegaskan bahwa pilihan mundur Gita merupakan wujud etika politik yang perlu dicontoh.
Mengundurkan diri dari posisi atau jabatan publik bukan hal baru. Termasuk di Indonesia. Itu adalah pilihan pejabat publik -termasuk menteri kabinet- ketika yang bersangkutan dihadapkan pada dua pilihan sulit. Tidak mungkin dirangkap atau merangkap jabatan yang dapat melahirkan benturan kepentingan.
Pada sudut pandang ini pengunduran Gita bisa ditempatkan. Dia merasa posisinya sebagai menteri perdagangan dan keikutsertaannya dalam konvensi capres Partai Demokrat dapat melahirkan benturan kepentingan. Gita berdalih ikut konvensi lebih mulia (Jawa Pos, 1/2/14).
Sebuah pilihan pribadi seseorang yang patut diapresiasi. Namun, pada saat yang sama pilihan itu memicu kontroversi.
Pada aspek apresiasi kita patut menghargai seseorang yang memilih pilihan tertentu, termasuk meninggalkan atau mundur dari jabatan, yang dianggap terbaik. Perspektif universal demokrasi mengatakan bahwa menghargai pilihan seseorang yang bersifat pribadi haruslah dianggap bagian dari persamaan dan kesetaraan politik. Sekalipun pilihan itu bagi orang lain mungkin bersinggungan kurang nyaman lantaran berbenturan dengan moral publik.
Lantas di manakah benturan moral publik itu dalam konteks pilihan Gita Wirjawan untuk mundur dari jabatan menteri perdagangan? Pertama, muncul kesan kuat bahwa dia sangat berambisi menjadi presiden RI tanpa melihat persoalan yang tengah mendera Kementerian Perdagangan. Pilihan itu bagi kalangan political moralist dianggap kurang bertanggung jawab.
Kedua, dari sisi etika moral, rasanya kurang pas seseorang yang berusaha merebut jabatan politik lebih tinggi di saat jabatan lama yang dia tinggalkan sedang dirundung masalah. Orang awam menyebut langkah itu sebagai lari dari tanggung jawab.
Lain halnya jika Gita meninggalkan posisinya sebagai menteri perdagangan tanpa ikut serta dalam konvensi capres Partai Demokrat. Itu adalah bentuk pengakuan terhadap hukuman moral publik akibat tidak dapat menyelesaikan masalah di Kementerian Perdagangan yang saat ini menjadi sororan tajam.
Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menjadi sorotan setelah menerbitkan surat perintah impor (SPI) beras Vietnam sebanyak 16.900 ton melalui Peraturan Menteri Perdagangan No 06/M-DAG/PER/2012. Selama 2013, sudah 83 kali terjadi impor beras dari Vietnam melalui Pelabuhan Belawan dan Tanjung Priok. Impor dilakukan oleh 58 importer, selain Bulog.
Ketika kasus ini mencuat, Kemendag menyalahkan Kementerian Pertanian (Kementan). Alasannya, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Kementan yang memberikan rekomendasi impor beras dari Vietnam. Kementan ogah disalahkan lantaran tidak merasa pernah mengeluarkan rekomendasi impor beras Vietnam. Kalaupun ada rekomendasi, itu untuk impor beras kategori khusus. Bukan beras kelas menengah yang biasa diimpor Bulog. Sebab, kebutuhan beras kelas menengah sudah terpenuhi produksi beras dalam negeri oleh Bulog.
Peluang Kecil
Hampir semua lembaga survei dan berbagai analis memperkirakan peluang Gita memenangi kovensi capres Partai Demokrat sangatlah kecil. Di antara peserta konvensi capres Partai Demokrat, posisi elektabilitas Gita berada di lapisan bawah. Posisi atas ditempati Dahlan Iskan, Pramono Edhie Wibowo, dan Marzuki Ali yang angkanya antara 10-16 persen. Gita berada di lapisan bawah bersama Dino Patti Djalal, Hayono Isman, dan beberapa peserta lain. Angkanya 5-7 persen.
Oleh sebab itu, akan lebih mulia jika Gita tetap bertahan sebagai menteri perdagangan. Dia akan lebih mendapatkan apresiasi moral jika dalam waktu yang tersisa sebagai menteri perdagangan yang tinggal 8 (delapan) bulan digunakan untuk “bersih-bersih” kementeriannya.
Jika dugaan “permainan” dalam impor beras Vietnam tidak terselesaikan, masyarakat justru akan terus mengenang Gita sebagai pejabat publik atau mantan pejabat publik yang memiliki cacat moral.
Bahkan, andaikata kelak Gita Wiryawan memenangi konvensi capres Partai Demokrat, lalu resmi menjadi salah satu capres pada Pilpres 2014, dan misalnya, terpilih, menjadi presiden ke-7 RI, mantan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini akan terus dicibir. Cibiran sebagai presiden yang punya dosa politik di masa lalu, yakni gagal membongkar dugaan impor ilegal besar dari Vietnam.
Demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Contoh Etika Politik : Pengertian, Definisi, Makna, Prinsip Dasar, Nilai, Morat, Norma, Hubungan, Pancasila, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.