Asal Usul Kota Makassar
Banyak orang salah sangka menilai arti nama Makassar berasaldari kata kasar. Padahal sejarah penamaan Ibu kota Provinsi Sulawesi Selatanini sangat berbau islami, yaitu ditandai dengan mimpi Raja Tallo ke 6 di abadke 16.
Nama Makassar telah disebutkan dalam pupuh 14/3 kitab Nagarakretagama karya Mpu Prapanca pada abad ke-14, sebagai salah satu daerah dari taklukkan Majapahit. Meskipun demikian, Raja Gowa ke-9 Tumaparisi Kallonna (1510-1546) diperkirakan merupakan tokoh pertama yang benar-benar mengembangkan kota Makassar. Dia memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai Jeneberang, dan mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur ekonomi perdagangan.
Pada abad ke-16, Makassar menjadi pusat perdagangan yang besar di Indonesia Timur, dan menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara. Raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung ke Makassar berhak melaksanakaan perniagaan disana dan menolak upaya VOC (Belanda) untuk memperoleh hak monopoli di kota itu.
Dalam catatan sejarah kerajaan Gowa-Tallo yang diceritakan Raja Tallo ke-VI Mangkubumi Kerajaan Gowa I Mallingkaang Daeng Mannyonri Karaeng Katangka, bermimpi melihat cahaya bersinar dari Tallo ke semua penjuru kerajaan dan negeri sekitarnya. Mimpi itu dia bawa selama tiga hari berturut-turut.
Dalam buku Peristiwa Tahun Bersejarah Sulawesi Selatan dari Abad ke XIV sampaai XIX karya Darwa rasyid MS. Tepat di malam Jum’at 9 Jumadil Awal 1014 H atau 22 September 1605 M, di malam ke-3 mimpi raja, suatu perahu kecil berlabuh di pantai Tallo. Warga keheranan melihat sesosok pria jubah putih di atas perahu itu. Pria itu kemudian menambatkan perahunya lalu melakukan gerakan-gerakan yang asing dipandang warga. (Belakangan raja mengetahui itu adalah gerakan sholat).
Di malam yang gelap gulita, tubuh pria tersebut memancarkan cahaya menyilau ke semua penjuru arah. Hal tersebut membuat warga gempar dan menyampaikan ke raja Tallo mengenai sosok pria misterius itu, saat besok paginya.
Mendengar hal tersebut, Raja pun bergegas ke bibir panti Tallo. Belum sempat keluar istana sosok pria tersebut tiba-tiba muncul di hadapan raja, tepat di depan gerbang. Raja pun sontak kaget dan melihat wajah pria tersebut sangat teduh, tubuhnya memancarkan kilau cahaya.
Menurut peneliti Balai Litbang Agama Makassar, Syamsurijal Adhan, pria yang masih misterius tersebut menjabat tangan raja yang masih kaku melihat sosoknya. Setelah berjabat tangan, tangan raja Tallo tiba-tiba bertuliskan bahasa Arab yang dia tak tahu artinya.
Orang tua itu kemudian meminta supaya tulisan itu diperlihatkan pada lelaki yang sebentar lagi akan merapat di pantai.
Belum sempat berkata-kata, pria itu menghilang tiba tiba. Raja pun bergegas ke pantai Tallo, mengikuti arahannya tadi. Dan benar saja, seorang pria baru saja berlabuh di pantai. Raja pun langsung mendatangi tamu barunya pria tersebut bernama Datuk Ri Bandang, ulama penyebar Islam asal Koto Tengah, Minangkabau.
Raja Tallo kemudian memperlihatkan tulisan Arab yang tertulis di telapak tangannya. Datuk pun menjawab tulisan itu adalah 2 kalimat syahadat.
Kedatangan Datuk memang untuk mengajak raja Tallo supaya menerima ajaran Islam. Pertemuan ke-2 tokoh ini juga menjadi cikal bakal penyebaran agama Islam di Sulawesi Selatan. Raja Tallo menerima ajaran Islam serta berganti nama menjadi Sultan Abdullah Awaluddin Awawul Islam Karaeng Tallo Tumenanga ri Agamana. Agama Islam juga menjadi agama resmi di kerajaan.
Kisah ini yang menjadi awal usul nama kota Makassar. Diambil dari bahasa Makassar Akkasaraki atau Menampakkan Diri. Hal tersebut berdasarkan pengalaman munculnya sosok bercahaya dari pantai.
Pengalaman penampakan cahaya putih itulah yang dinamakan Akkasaraki. Kisah tersebut membekas kendati menjadi awal penerimaan Islam di masyarakat kerajaan saat itu. Dari berbagai sumber catatan-catatan kedatangan pedagang Portugis di abad ke 17, Makassar dikenal sebagai pusat kota kerajaan Gowa-Tallo. Meski sempat berganti nama menjadi Ujung Pandang, tapi Pemerintah bersepakat mengembalikan nama Makassar, karena punya sejarah yang kuat.
Apa yang dimimpikan raja Tallo juga jadi kenyataan. Setelah masuk islam, Kerajaan Gowa Tallo, menjadi salah satu sebab utama penyebaran Islam ke seua kota dan kerajaan di Sulawesi. Cahaya Islam menyebar cepat sampai saat ini bisa dirasakan, Islam adalah agama mayoritas di Sulsel.
Sementara Datuk Ri Bandang, bersama dia saudaranya Datuk RiTiro dan Datuk Sulaiman tercatat dalam sejarah sebagai ulama yang berpengaruhbesar penyebaran Islam di Sulawesi Selatan. Sampai akhir hayatnya, Datuk RiBandang tak pulang lagi ke Minangkabau tapi Datuk Ri Bandang wafat di kotaMakassar, makamnya ada di jalan Sinassara, Kaluku Bodoa, Kecamatan Tallo, KotaMakassar.
Cerita Rakyat Sulawesi Selatanputri Tadampalik
Cerita rakyat dari Sulawesi selatan – ini berkaitan dengan kerajaan bone.salah satu cerita rakyat Indonesia yang cukup terkenal dari Sulawesi selatan.cerita rakyat ini mengisahkan tentang seorang putri yang sakit akibat menolak pinagan dari raja bone.untuk lebih lengkapnya mari kita simak cerita rakyat dari sul-sel ini,yang berjudulputri tadampalik.
Datu luwu adalah seorang kepala kampung di pedalaman Sulawesi selatan. Pasa saat itu datu luwu tampak kebingungan sebab menerima utusan dari raja bone yang menyampaikan pinangan untuk putri tadampali.menurut adat luwu,seorang putri dari luwu tidak di perbolehkan menikah dengan lelaki dari luar sukunya.namun jika pinangan itu di tolak akan terjadi peperangan . akibatnya ,rakyatlah yang menederita. Oleh karena itu,datu luwu menerima pinangan tersebut
Sepeninggal utusan raja bone, putri tadampalik jatuh sakit. Seluruh tabib di pelosok di pelosok negeri luwu di datangkan untuk mengobati penyakit putri tadampalik .namun tak seorang tabib pun sanggup mengobatinya . sakit sang putri semakin hari malah semakin parah. Seluruh tubuh pitri tadampalik berair dan berbau amis.khawatir penyakit ini akan menular ke seluruh penjuru karajaan ,dengan sedih ,raja bone memutusakan untuk membuang putri tadampalik menggunakan rakit dengan di iringi pengawal setianya.
Datu luwu merasa sedih namun harus melepas putrinya.dengan bercucuran air mata datu luwu berpisah dengan putri tadampalik.setalah berpamitan dengan ayahnya,putri tadampalik berlayar bersama rombongan pengawalnya meninggalkan kerajaan bone.mereka tidak memiliki tujuan sampai kemudian bertwmu daerah yang landai.meraka memutuskan untuk berlabuh di daerah itu dan mendirikan rumah.daerah itu sangat subur dan bagus untuk bercocok tanam.mulialah kehidupan mereka yang sederhana di daerah itu.
Suatu hari ketika putri tadampalik sedang sendiri di halaman rumahnya,tiba-tiba seekor kerbau mulai menghampirinya.putri tadampalik menghalaunya. Namun, kerbau itu menerjang putri tadampalik hingga jatuh pingsan.kerbau itu menjilati tubuh putri tadampalik yang membusuk karena penyakit. Kejadian itu berulang-ulang sampai kemudian penyakit yang di derita putri tadampalik sembuh, putri tadampalik dan semua pengikutnya sangat bersyukur kepada tuhan yang telah mengirimkan kerbau bulai untuk menyembuhkan penyakit itu.
Ketika pesta berburu tiba,putra mahkota kerajaan bone mengadakan perburuan ke hutan di ikuti banyak pengikut.tiba-tiba putra kerajaan bone tergoda oleh seekor rusa.dia mengejar rusa itu sampai ke dalam hutan dan terpisah dari pengikutnya, tetapi rusa itu menghilang.dalam kegelapan malam, putra kerajaan bone melihat perkampungan dan dia segera menuju kesana ketiksa dia tiba di perkampungan itu,semua penduduk sudah tertidur lelap.dia lalu menujuh rumqh yang paling besar.putra mahkota terpesona melihat putri yang sangat cantik sedang tertidur lelap. Dia menynentuh bahu putri tadampalik.putri tadampali bangun dan terkejut melihat putra mahkota bone. Pertemuan pertama itu membuat ke duanya terpesona .
Sebelum kembali ke kerajaan,putra mahkota bone menyampaikan pinagnya kepada putri tadampalik.namun, putri tadampalik belum berani menerimanya. Sepanjang perjalanannya pulang putra mahkota bone sanga murung bahkan ketika smpai di kerajaan, dia jatuh sakit.dari seorang pengawal, akhirnya di ketahui bahwa putra mahkota bone telah jatuh cinta kebada putri tdampalik.
Raja bone segera mengirim beberapa utusan untuk meminam putri tadampalik. Karena belum berani menerima pinangan itu sebelum bertemu datu luwuk, putri tadampalik memberikan pusaka sebagai tanda persetujuannya atas pinangan itu. Lalu putri tadampalik bersama bengikutnya berangkat ke kerajaan luwu menemui ayahandanya.datu luwu sangat terharu melihat putrinya kembali dan sembuh seperti sediakala. Tuhan yang maha kuasa telah menyembuhkan putrinya.datu luwu segera menerima pinangan putra mahkota bone. Pernikahan mereka di rayakan dengan meriah.semua rakyat menyambut gembira pernikahan ini. Akhirnya putri tadampalik bahagia di tengah-tengah kerajaan bone.
Cerita Rakyat Sulawesi Selatan “SAWERIGADING”
Sawerigading adalah Putra Raja Luwu Batara Lattu’, dari Kerajaan Luwu Purba, Sulawesi Selatan, Indonesia. Dalam bahasa setempat, sawerigading berasal dari dua kata, yaitu sawe yang berarti menetas (lahir), dan ri gading yang berarti di atas bambu betung. Jadi, sawarigading berarti keturunan dari orang yang menetas (lahir) di atas bambu betung. Menurut cerita, ketika Bataraguru (kakek Sawerigading yang merupakan keturunan dewa) pertama kali diturunkan ke bumi, ia ditempatkan di atas bambu betung.
Sawerigading mempunyai saudara kembar perempuan yang bernama We Tenriabeng. Namun, sejak kecil hingga dewasa mereka dibesarkan secara terpisah, sehingga mereka tidak saling mengenal. Suatu ketika, saat bertemu dengan adik kandungnya itu, Sawerigading jatuh cinta dan berniat untuk melamarnya. Berhasilkah Sawerigading menikahi We Tenriabeng, saudara kandungnya itu? Kisah selengkapnya dapat Anda ikuti dalam cerita Sawerigading berikut ini.
* * *
Alkisah, di daerah Luwu, Sulawesi Selatan, hiduplah seorang raja bernama La Togeq Langiq atau lebih dikenal dengan panggilan Batara Lattu’. Sang Raja mempunyai dua istri, yaitu satu dari golongan manusia biasa (penduduk dunia nyata) bernama We Opu Sengngeng, dan satu lagi berasal dari bangsa jin. Dari perkawinannya dengan We Opu Sengengeng lahir sepasang anak kembar emas, yakni seorang laki-laki bernama Sawerigading, dan seorang perempuan bernama We Tenriabeng. Berdasarkan ramalan Batara Guru (ayah Raja Luwu), Sawerigading dan We Tenriabeng kelak akan saling jatuh cinta dan menikah. Padahal menurut adat setempat, seseorang sangat pantang menikahi saudara kandung sendiri. Agar tidak melanggar adat tersebut, Raja Luwu pun membesarkan kedua anak kembarnya tersebut secara terpisah. Ia menyembunyikan anak perempuannya (We Tenriabeng) di atas loteng istana sejak masih bayi.
Waktu terus berjalan. Sawerigading tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan tampan, sedangkan We Tenriabeng tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Namun, sepasang anak kembar tersebut belum saling mengenal.
Pada suatu hari, Sawerigading bersama sejumlah pengawal istana diutus oleh ayahnya berlayar ke Negeri Taranati (Ternate) untuk mewakili Kerajaan Luwu dalam sebuah pertemuan para pangeran. Namun sebenarnya tujuan utama Sawerigading diutus pergi jauh ke Ternate karena saudara kembarnya We Tenriabeng akan dilantik menjadi bissu dalam sebuah upacara umum, yang tentu saja tidak boleh dihadirinya karena dikhawatirkan akan bertemu dengan We Tenriabeng.
Dalam perjalanan menuju ke Negeri Ternate, Sawerigading mendapat kabar dari seorang pengawalnya bahwa ia mempunyai saudara kembar yang cantik jelita. Sawerigading tersentak kaget mendengar kabar tersebut.
“Apa katamu? Aku mempunyai saudara kembar perempuan?” tanya Sawerigading dengan kaget.
“Benar, Pangeran! Saudaramu itu bernama Tenriabeng. Ia disembunyikan dan dipelihara di atas loteng istana sejak masih kecil,” ungkap pengawal itu.
Sekembalinya dari Ternate, Sawerigading langsung mencari saudara kembarnya yang disembunyikan di atas loteng istana. Tak pelak lagi, Sawergading langsung jatuh cinta saat melihat saudara kembarnya itu dan memutuskan untuk menikahinya. Raja Luwu Batara Lattu’ yang mengetahui rahasia keluarga istana tersebut terbongkar segera memanggil putranya itu untuk menghadap.
“Wahai, Putraku! Mengharap pendamping hidup untuk saling menentramkan hati bukanlah hal yang keliru. Tapi, perlu kamu ketahui bahwa menikahi saudara kandung sendiri merupakan pantangan terbesar dalam adat istiadat kita. Jika adat ini dilanggar, bencana akan menimpa negeri ini. Sebaiknya urungkanlah niatmu itu, Putraku!” bujuk Raja Luwu Batara Lattu’.
Namun, bujukan Ayahandanya tersebut tidak menyurutkan niat Sawerigading untuk menikahi adiknya. Namun, akhirnya Sawerigading mengalah setelah We Tenriabeng memberitahunya bahwa di Negeri Cina (bukan Cina di Tiongkok, tapi di daerah Tanete, Kabupetan Bone, Sulawesi Selatan) mereka mempunyai saudara sepupu yang sangat mirip dengannya.
“Bang! Pergilah ke Negeri Cina! Kita mempunyai saudara sepupu yang bernama We Cudai. Ayahanda pernah bercerita bahwa aku dan We Cudai bagai pinang dibelah dua,” bujuk We Cudai.
“Benar, Putraku! Wajah dan perawakan We Cudai sama benar dengan adikmu, We Tenriabeng,” sahut Raja Luwu Batara Lattu’.
Untuk membuktikan kebenaran kata-katanya, We Tenriabeng memberikan sehelai rambut, sebuah gelang dan cincinnya kepada Sawerigading. We Tenriabeng juga berjanji jika perkataannya tidak benar, ia berbersedia menikah dengan Sawerigading.
“Bang! Jika rambut ini tidak sama panjang dengan rambut We Cudai, gelang dan cincin ini tidak cocok dengan pergelangan dan jarinya, aku bersedia menikah dengan Abang,” kata We Tenriabeng.
Akhirnya, Sawerigading pun bersedia berangkat ke Negeri Cina, walaupun dihatinya ada rasa kecewa kepada orang tuanya karena tidak diizinkan menikahi adiknya. Untuk berlayar ke Negeri Cina, Sawerigading harus menggunakan kapal besar yang terbuat dari kayu welérénngé (kayu belande) yang mampu menahan hantaman badai dan ombak besar di tengah laut.
“Wahai, Putraku! Untuk memenuhi keinginanmu memperistri We Cudai, besok pergilah ke hulu Sungai Saqdan menebang pohon welérénngé raksasa untuk dibuat perahu!” perintah Raja Luwu Batara Lattu’.
Keesokan harinya, berangkatlah Sawerigading ke tempat yang dimaksud ayahnya itu. Ketika sampai di tempat itu, ia pun segera menebang pohon raksasa tersebut. Anehnya, walaupun batang dan pangkalnya telah terpisah, pohon raksasa itu tetap tidak mau roboh. Namun, hal itu tidak membuatnya putus asa. Keesokan harinya, Sawerigading kembali menebang pohon ajaib itu, tapi hasilnya tetap sama. Kejadian aneh ini terulang hingga tiga hari berturut-turut. Sawerigading pun mulai putus asa dan hatinya sangat galau memikirkan apa gerangan penyebabnya.
Mengetahui kegalauan hati abangnya, pada malam harinya We Tenriabeng secara diam-diam pergi ke hulu Sungai Saqdan. Sungguh ajaib! Hanya sekali tebasan, pohon raksasa itu pun roboh ke tanah. Dengan ilmu yang dimilikinya, We Tenriabeng segera mengubah pohon raksasa itu menjadi sebuah perahu layar yang siap untuk mengarungi samudera luas.
Keesokan harinya, Sawerigading kembali ke hulu Sungai Saqdan. Betapa terkejutnya ia ketika melihat pohon welérénngé raksasa yang tak kunjung bisa dirobohkannya kini telah berubah menjadi sebuah perahu layar.
“Hai, siapa yang melakukan semua ini?” gumam Sawerigading heran.
“Ah, tidak ada gunanya aku memikirkan siapa yang telah membantuku membuat perahu layar ini. Yang pasti aku harus segera pulang untuk menyiapkan perbekalan yang akan aku bawa berlayar ke Negeri Cina,” pungkasnya seraya bergegas pulang ke istana.
Setelah menyiapkan sejumlah pengawal dan perbekalan yang diperlukan, berangkatlah Sawerigading bersama rombongannya menuju Negeri Cina. Dalam perjalanan, mereka menemui berbagai tantangan dan rintangan seperti hantaman badai dan ombak serta serangan para perompak. Namun, berkat izin Tuhan Yang Mahakuasa, Sawerigading bersama pasukannya berhasil melalui semua rintangan tersebut dan selamat sampai di tujuan.
Setibanya di Negeri Cina, Sawerigading mendengar kabar bahwa We Cudai telah bertunangan dengan seorang pemuda bernama Settiyabonga.
Namun, hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk melihat langsung kecantikan wajah We Cudai. Untuk itu, ia pun memutuskan untuk menyamar menjadi pedagang orang oro (berkulit hitam). Untuk memenuhi penyamarannya, ia harus mengorbankan satu nyawa orang oro sebagai tumbal. Pada mulanya, orang oro yang akan dijadikan tumbal tersebut mengiba kepadanya.
“Ampun, Tuan! Jika kulit saya dijadikan pembungkus tubuh Tuan, tentu saya meninggal.”
Namun, setelah Sawerigading membujuknya dengan tutur kata yang halus, akhirnya orang oro itu pun bersedia memenuhi permintaannya. Setelah itu, Sawerigading segera menuju ke istana sebagai oro pedagang. Setibanya di istana, ia terkagum-kagum melihat kecantikan We Cudai.
“Benar kata Ayahanda, We Cudai dan We Tenriabeng bagai pinang dibelah dua. Perawakan mereka benar-benar serupa,” ucap Sawerigading.
Setelah membuktikan kecantikan We Cudai, Sawerigading segera mengirim utusan untuk melamarnya dan lamarannya pun diterima oleh keluarga istana Kerajaan Cina. Namun, sebelum pesta pernikahan dilangsungkan, We Cudai mengirim seorang pengawal istana untuk mengusut siapa sebenarnya calon suaminya itu.
Suatu hari, utusan itu mendekati perahu layar Sawerigading yang tengah bersandar di pelabuhan. Kebetulan, saat itu para pengawal Sawerigading yang berbulu lebat sedang mandi.
Cerita Rakyat Sulawesi Selatan “ I Laurang “
Alkisah, di sebuah daerah di Sulawesi Selatan, Indonesia, ada sepasang suami-istri yang sudah lama menikah, namun belum juga dikaruniai anak. Mereka sangat menginginkan kehadiran seorang anak agar hidup mereka tidak kesepian. Oleh karena itu, setiap malam mereka senantiasa berdoa kepada Tuhan. Namun, hingga berusia paruh baya, mereka belum juga dikaruniai anak. Akhirnya, mereka pun mulai putus asa.
Pada suatu malam, kedua suami-istri itu berdoa kepada Tuhan dengan berkata:
“Ya Tuhan, karuniakanlah kepada kami seorang anak, walaupun hanya berupa seekor udang!”
Beberapa lama kemudian, sang Istri pun hamil dan melahirkan. Namun, alangkah terkejutnya sang Istri saat melihat bayi yang keluar dari rahimnya adalah seorang bayi laki-laki yang berbentuk dan berkulit udang. Ia dapat hidup di darat maupun dalam air. Oleh karena itu, ia diberi nama I Laurang (Manusia Udang).
“Bang! Kenapa anak kita seperti udang?” tanya sang Istri heran.
“Adik tidah usah heran. Bukankah kita pernah meminta seorang anak walaupun hanya berupa seekor udang? Rupanya Tuhan mengabulkan doa kita,” jawab sang Suami.
“Iya, Bang! Adik ingat sekarang. Kita memang pernah berdoa seperti itu?” kata sang Istri.
Menyadari hal itu, kedua suami-istri itu merawat I Laurang dengan penuh kasih sayang. Mereka memasukkannya ke dalam sebuah tempayan yang berisi air. Beberapa tahun kemudian, I Laurang pun tumbuh menjadi besar. Oleh karena badannya sudah tidak muat lagi, ia pun dikeluarkan dari tempayan. Sejak saat itu, I Laurang tidak lagi hidup dalam air. Ia hidup layaknya manusia lainnya. Namun, ia tidak dapat berjalan karena kakinya terbungkus oleh kulit udang. Walaupun hanya tinggal di dalam rumah, ia banyak tahu tentang keadaan dan peristiwa-peristiwa di sekitarnya yang didengar dari cerita-cerita ibunya.
Suatu waktu, ibunya bercerita bahwa raja yang memerintah negeri itu memiliki tujuh orang putri yang semuanya cantik jelita. Rupanya sejak mendengar cerita ibunya itu, ia selalu termenung dan membayangkan kecantikan wajah para putri raja. Ia juga selalu berangan-angan ingin menikah dengan salah seorang di antara mereka.
“Alangkah bahagianya aku jika mempunyai istri yang cantik. Tapi, mungkinkah aku dapat menikah dengan putri raja dengan kondisiku seperti ini?” tanya I Laurang dalam hati.
“Ah, aku tidak boleh putus asa dan menyerah sebelum mencoba,” tambahnya dengan penuh semangat.
Keesokan harinya, ia pun memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya itu kepada kedua orang tuanya.
“Ayah, Ibu! Sekarang ananda sudah dewasa. Ananda ingin berumah tangga dan mempunyai keturunan,” ungkap I Laurang.
“Memang kamu mau menikah dengan siapa?” tanya ibunya.
“Ananda ingin menikah dengan putri raja, Bu,” jawab I Laurang.
“Ha, dengan putri raja! Sungguh berat permintaanmu, Nak,” kata ayahnya dengan terkejut.
“Benar, Nak! Mana mungkin raja berkenan menerimamu sebagai menantunya dengan kondisi tubuhmu seperti ini,” tambah ibunya.
“Tapi, apa salahnya kita mencoba dulu, Bu. Bukankah putri raja itu ada tujuh orang dan cantik semua. Siapa tahu di antara mereka ada yang mau menikah denganku,” kata I Laurang mendesak kedua orang tuanya.
Setelah berkali-kali didesak, akhirnya kedua orang tua I Laurang pergi menghadap kepada sang Raja yang terkenal arif dan bijaksana itu untuk menyampaikan pinangan I Laurang.
“Ampun Baginda, jika kami yang miskin ini sudah lancang masuk ke istana yang megah ini. Maksud kedatangan kami adalah ingin menyampaikan pinangan anak kami kepada salah seorang putri Baginda,” jelas ayah I Laurang sambil memberi hormat.
Mendengar penjelasan itu, sang Raja pun tersenyum manggut-manggut sambil mengelus-elus jenggotnya yang sudah mulai memutih.
“Baiklah, kalau begitu! Aku akan menanyakan hal ini kepada tujuh putriku terlebih dahulu. Siapa di antara mereka yang bersedia menerima pinangan I Laurang,” kata Raja.
Setelah itu, Raja memerintahkan kepada Bendaharanya untuk mengumpulkan seluruh putrinya. Tidak berapa lama, ketujuh putri raja sudah berkumpul di ruang sidang. Raja kemudian menanyai satu per satu putrinya mulai dari yang sulung hingga kepada yang paling bungsu tentang pinangan I Laurang.
“Wahai, Putri Sulung! Bersediakah engkau menikah dengan I Laurang?” tanya Raja.
“Maafkan Nanda, Ayah! Nanda tidak mau menikah dengan I Laurang. Masih banyak pangeran dan pemuda tampan yang sepadan dengan Nanda,” kata si Putri Sulung menolak pinangan I Laurang.
Selanjutnya, Raja bertanya kepada putri keduanya. Namun, jawabannya sama dengan jawaban yang diberikan oleh si Putri Sulung. Demikian pula putri-putrinya yang berikutnya, mereka memberikan jawaban penolakan terhadap pinangan I Laurang. Akan tetapi, ketika pertanyaan itu ditujukan kepada si Bungsu, ia pun menjawab:
“Ampun Ayahanda! Jika Ayahanda berkenan, Nanda bersedia menikah dengan I Laurang”.
“Baiklah, Putriku! Ayahanda akan merestui kalian. Pesta pernikahan kalian akan kita langsungkan tiga hari lagi,” kata Raja.
Mendengar jawaban si Putri Bungsu dan restu dari Raja, ayah dan ibu I Laurang sangat gembira. Dengan perasaan suka cita, mereka pun mohon pamit kepada Raja untuk segera menyampaikan berita gembira itu kepada I Laurang.
“Benarkah Raja menerima pinanganku, Ibu?” tanya I Laurang seakan-akan tidak percaya mendengar berita itu.
“Benar, Anakku! Putri bungsu Raja yang bersedia menikah denganmu,” jawab ibu I Laurang.
Yakin pinangannya diterima, I Laurang langsung keluar dari kulit kepompong udangnya. Alangkah terkejutnya kedua orang tuanya saat melihat wajah anaknya.
“Waaah, ternyata kamu tampan dan gagah, Anakku!” seru ibunya dengan takjub sambil mengamati seluruh tubuh I Laurang dari ujung kaki hingga ke ujung rambut.
“Putri Bungsu pasti akan senang sekali mempunyai suami setampan kamu, Nak,” ujar ayah I Laurang.
Setelah itu, dengan ditemani ibunya, I Laurang pergi mencukur rambutnya yang sangat panjang, karena sejak kecil tidak pernah dipotong. Setiap bertemu warga di jalan, ibu I Laurang selalu ditanya tentang orang yang berjalan bersamanya.
“Siapa lelaki tampan yang berjalan di sampingmu itu?” tanya salah seorang warga kepada ibu I Laurang.
“Dia anakku, I Laurang, yang akan menikah dengan putri raja,” jawab ibu I Laurang.
Semua orang tercengang ketika mengetahui bahwa lelaki tampan itu adalah I Laurang. Selama ini, mereka mengenal I Laurang berwajah buruk seperti udang.
Saat pesta pernikahan berlangsung, seluruh keluarga istana terkejut melihat ketampanan I Laurang, terutama si Putri Bungsu dan keenam kakaknya. Mereka benar-benar tidak menyangka bahwa ternyata I Laurang seorang pemuda yang tampan. Berbeda dengan berita yang mereka dengar bahwa I Laurang itu buruk rupa seperti udang.
Si Putri Bungsu pun hidup berbahagia bersama I Laurang. Sementara keenam kakaknya iri hati dan dengki kepadanya. Mereka berniat merebut suami adiknya dengan cara mencelakai si Bungsu. Namun, niat jelek mereka diketahui oleh I Laurang. Oleh karena itu, I Laurang selalu menemani si Bungsu ke mana pun pergi, agar tidak diganggu oleh keenam kakaknya.
Pada suatu hari, I Laurang terpaksa harus meninggalkan istrinya, karena mendapat tugas dari aja untuk pergi berdagang ke daerah lain. Sebelum berangkat, I Laurang berpesan kepada istrinya.
“Dinda! Abang akan pergi berdagang ke negeri seberang. Dinda harus berhati-hati terhadap kakak-kakak Dinda. Rupanya mereka iri hati dan ingin mencelakai Dinda. Oleh karena itu, ambil dan bawalah pinang dan telur ini ke manapun Dinda pergi,” ujar I Laurang kepada istrinya.
“Baik, Kanda! Dinda akan selalu mengingat pesan Kanda,” jawab sang Putri Bungsu.
Setelah suami si Putri Bungsu berangkat, keenam kakaknya mengajaknya bermain ayunan di tepi laut. Si Bungsu pun menerima ajakan mereka tanpa ada rasa curiga sedikitpun. Sesampainya di tepi laut, mereka bergiliran diayun. Ketika giliran si Putri Bungsu diayun, mereka beramai-ramai mengayunnya dengan kencang.
“Kak, hentikan! Kepalaku sudah pening dan peruktu mual. Hentikan…!!!” teriak si Putri Bungsu dengan ketakutan.
Dongeng (Cerita Rakyat) Sulawesi Selatan : Si Dada Emas
Dahulu kala ada seorang raja yang hidup berdampingan dengan permaisurinya. Kehidupan sudah lama, tetapi juga masih belum hamil. Raja merasa cemas dan sedih, karena tidak punya anak, sehingga siapa yang akan meneruskan tahta kerajaannya.
Pada suatu kesempatan raja punya gagasan ingin mengumpulkan semua pengawalnya. Setelah pengawalnya berkumpul sang raja berkata,” Pada malam ini semua pengawalku pergi ke kolong rumah penduduk dan dengarkan kalau ada di antara penduduk itu ada berkata,” Seumpama saya menjadi istri raja. saya secepatnya hamil”.
Mendengar perintah raja itu semua pengawalnya melaksanakan dengan giat-giat. Semuanya menyebar menuju ke kolong rumah penduduk. Tiba-tiba turunlah hujan deras, kemudian salah satu diantara sekian banyak pengawal raja itu ada yang berteduh di kolong rumah penduduk.
Terdengarlah dalam rumah si gadis miskin itu berkata,” Seumpama saya menjadi istri raja, maka saya akan melahirkan tiga anak yang berdada emas, seorang anak perempuan dan duanya laki-laki. Perkataan si gadis miskin itu benar-benar didengar pengawal raja.
Setelah hujan reda pengawal raja bergegas pulang menuju ke istana sambil bersenang hati, karena tercapai apa yang diperintahkan raja kepadanya.
Setiba di istana pengawal itu langsung melaporkankepada sang Raja.
Atas laporan dari pengawalnya, kemudian si gadis miskin disuruh datang ke istana untuk dimintai keterangan. Raja bersama permaisurinya tercengang dikala mendengar keterangan dari gadis miskin itu. Akhirnya gadis miskin itu dinikah oleh raja sebagai istri kedua, karena sang Raja benar-benar ingin mendapatkan keturunan.
Tidak lama kemudian gadis miskin yang telah dikawin raja itu akhirnya hamil dan dia mengidam daging rusa. Sekalipun gadis miskin yang dinikahi, tetapi sang Raja begitu kasih sayang, sehingga apa yang diminta selalu dituruti.
Bahkan untuk mencari daging rusa sang Raja terjun sendiri berburu ke hutan. Melihat sayangnya yang luar biasa kepada istrinya kedua. Kini permaisurinya mulai cemburu.
Pada saat raja berburu tiba-tiba istrinya yang miskin melahirkan tiga anak yang berdada emas, satu perempuan dan dua laki-laki, ternyata benar apa yang pernah dikatakan oleh gadis miskin tersebut.
Pada saat melahirkan si miskin mata dan telinga ditutup, hal ini merupakan aturan dari kerajaan. Dengan rasa kesedihan si miskin tak bisa melihat, serta mendengarkan tangis dari anaknya, dan juga tidak bisa mengenalinya.
Saat itu bertepatan juga dengan anjing beranak tiga ekor, satu betina dan dua jantan.
Ketiga anak anjing itu dimuat di baki lalu dibawa ke istana perlu ditukarkan dengan ketiga anak miskin tersebut. Sementara ketiga anak si miskin itu dibawa ke tempat yang jauh dari istana. Ibu si miskin yang baru saja melahirkan tadi ditaruh di kolong istana tepatnya di bawah jamban dalam keadaan terikat.
Kini tibalah sang Raja dari hutan sambil membawa daging rusa. Beliau dipersilahkan permaisurinya untuk melihat ketiga ekor anjing yang baru saja dilahirkan dari si miskin itu. Saat melihat ketiga anjing itu raja marah-marah, dan menganggap si miskin adalah pembohong.
Lambat laun ketiga anak itu besar dan menginjak dewasa. Mereka dibesarkan oleh petani, dan selama itu mereka berada di kebun. Mereka tidak tahu, bahwa dirinya anak raja, sementara ibunya dalam keadaan diikat. Pada lain kesempatan sang Raja mengadakan pesta yang banyak sekali hiburannya. Diantara hiburannya adalah penyambungan ayam. Mendengar kabar ini, Inang pengasuh yang sangat mencintai anak-anak berdada emas itu menyuruh mereka agar ikut serta menyambung ayam.
Nenek Inang Pengasuh berkata, “Hai cucuku, kesanalah kamu ikut menyambung ayam?” “Ayam apa yang harus saya bawa, sementara tidak punya ayam,” tanya sang cucu. Nenek berkata lagi, ” Nanti kau saya buatkan ayam agar ikut menyambung ayam”.
Kemudian dibuatkan seekor ayam dengan menyulap seekor kucing, lalu menjadi ayam jantan. Setelah mendapat ayam, lalu si anak-anak berdada emas cepet-cepet menuju istana.
Setiba di istana, Raja berkata, “Bagaimana anak-anak apakah kamu benar-benar punya minat untuk menyambung ayam?” Si dada emas menjawab: kalau sudah datang kemari dan ayam sudah dibawa tentu saja sudah siap. Pertandingan dimulai ayam milik sang raja dengan ayam milik sang anak dada emas mulai tertarung. Ayam sang raja terpental oleh ayam sang anak dada emas, akhirnya dia pulang membawa sekantong emas berkat ayam yang dimilikinya tadi.
Permaisuri telah dihantui dengan rasa khawatir dikala melihat anak berdada emas itu, sementara Raja merasa penasaran atas kekalahannya itu. Sang Raja berkata, “Besok kita mengadakan lagi menyambung ayam, oleh karena itu datanglah anak-anak!”
Setiba di rumah mereka berdada emas itu menyampaikan tentang permainannya kepada nenek yang mengasuhnya. Kemudian nenek bertanya, “Apakah anak-anak mau menyambung ayam lagi? Ya nek aku semua senang jika menang karena mendapatkan emas.
Esok harinya si nenek membuatkan ayam siluman lagi, sambil mengatakan, bila nantinya kamu menang, maka janganlah minta emas, tetapi mintalah wanita yang sedang diikat di bawah kolong jamban, sementara dia sudah berlumut, karena sudah lama bertempat di bawah jamban tersebut, dan itulah benar-benar ibumu.
demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Cerita Sulawesi Selatan : Selatanputri Tadampalik, Sawerigading, I Laurang, Si Dada Emas, Asal Usul Kota Makasar, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.