Cerita Rakyat Jawa Tengah

Diposting pada

Cerit Timun Mas

Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja dikaruniai seorang anak pun.

Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak. Suatu hari seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian memberi mereka biji mentimun.

“Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan,” kata Raksasa. “Terima kasih, Raksasa,” kata suami istri itu. “Tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian serahkan padaku,” sahut Raksasa. Suami istri itu sangat merindukan seorang anak. Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.

Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari mereka merawat tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan.

Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu masak, mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah itu. Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka memberi nama bayi itu Timun Mas.

Tahun demi tahun berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kedua orang tuanya sangat bangga padanya. Tapi mereka menjadi sangat takut. Karena pada ulang tahun Timun Mas yang ke-17, sang raksasa datang kembali. Raksasa itu menangih janji untuk mengambil Timun Mas.

Petani itu mencoba tenang. “Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang bermain. Istriku akan memanggilnya,” katanya. Petani itu segera menemui anaknya. “Anakkku, ambillah ini,” katanya sambil menyerahkan sebuah kantung kain. “Ini akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin,” katanya. Maka Timun Mas pun segera melarikan diri.

Suami istri itu sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak rela kalau anaknya menjadi santapan Raksasa. Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak sabar. Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun menghancurkan pondok petani itu. Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.

Raksasa segera berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat. Timun Mas segera mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun terhampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah.

Timun Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya. Timun Mas kembali mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa berteriak kesakitan. Sementara Timun Mas berlari menyelamatkan diri.

Tapi Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas. Maka Timun Mas pun mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas. Raksasa sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun yang segar itu dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasa tertidur.

Timun Mas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama kelamaan tenaganya habis. Lebih celaka lagi karena Raksasa terbangun dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Mas sangat ketakutan. Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.

Timun Mas lega. Ia telah selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun Mas senang sekali melihat Timun Mas selamat. Mereka menyambutnya. “Terima Kasih, Tuhan. Kau telah menyelamatkan anakku,” kata mereka gembira.

Sejak saat itu Timun Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa ketakutan lagi.


Cerita Rakyat Bahasa Jawa Keong Mas

Kira-kira wis setaun Desa Dhadapan ngalami mangsa ketiga sing dawa, mergo kuwi panganan dadi larang lan akeh gawe lelara uripe warga ketula-tula.
Ora beda mbok Randha Dhadapan, pawongan wadon sing lola tanpo dulur, anggo nyambung uripe sabendino dheweke luru krowodan ing alas kewan. Kewan kali kang nyisa ing sawedhing mbebegan.
Kahanan kaya mengono dheweke ora ngeresula. Malah aku nyaketake marang Gusti sing Moho Kuoso. “Duh Gusti peringana pepajar ing desa kaula mugi-mugi inggal kalis saking prahara punika”.

keong mas

Esuk-esuk mbok Randha lungo menyang alas golet panganan. Nalika lagi milang-milang weruh cahaya cumlorot saka sak tengahing kali kanga sat. Ing bathine tuwuh pitakon “cumlorot apa kuwi, kok kaya emas?” Banjur nyedeki seumber cumlorot kuwi mau.
Bareng ficedheki jebul sawiji ning Keong Mas kang nyungsang ing antara watu-watu kali. Keong banjur digawa bali, nalikane teka omah dicemplungake ing jero genthong.
Kaya biasane, mbok Randha menyang alas ananging nganti meh surup urung entuk krowodan, dheweke banjur mulih ngelanthung orang entuk opo-opo. Sakwise leyeh-leyeh ing ngarep emperan, dheweke mwnyang pawon menawi ana krowodan kang bisa ganjel weteng sing luwe.

Baca Juga :  Sungai Terdalam di Dinonesia

Dheweke kami tenggenggen ngerti panganankang ing pawone. Batine kebak karo itakon, sopo sing ngeteri panganan kabeh kuwi. Ing saben dina sak bacute saben mulih soko tegal pawone wis cumepak panganan.
Mula kanthi sesideman dheweke ndedepi sapa kang mlebu ing pawone kuwi. Mbok Randha kaget ora kinara, saben ditinggal lunga Keong Mas mau metu saka genthong lan berubah dadi puteri ingkan ayu.
Mbok Randha banjur nakoni sapa sejatie putri ayu kui mau “Nduk wong ayau kaya sliramu iki sapa kok nganthi kedarang-darang ing alas lan jimlo dadi Keong Mas? ”

“Aaranku Candrakirana, aku iki garwane Raja Inukerta. Raja ing Jenggala”
“Lho kok nganthi dadi Keong Mas lan tumeko alas Dhadapan kuwi larah-larahe kepiye?”
Dewi Candrakirana banjur njlentrehake menawa ing sakwijining dina dicidra Raja Jin sakti kang karep ngepek garwa. Ananging dhewke emoh nuruti karepe Jin, Jin muntab, Dewa Candrakirana sinebda dadi Keong Mas banjur diguwang nang kali, adoh saka kreton Jenggala.

Wekasane ora bisa ketemu karo garwane Inukerta. Anehing kahanan nalika kecemplungan Keong Mas kaline dadi asat. Asate banyu jalari Keong Mas nyungsang ing watu nganti nemahi tiwas. Bejane ditemu lan diopeni Mbok Randha Dhadapan.
Mula kuwi yen supaya aku ora konangan Raja Jin aku tak ndelik neng kene anggepen aku anakmu dhewe lan wenehana aran Limaran. Lagi saktengahing rerembugan, ana swara lanang di dhodog Mbok Randha banjur mbukakne lawang.

Dayoh kang sandangane nuduhake punggawa kraton, crita menawa deweke diutus Raden Inukerta supaya njaluk banyu kang diwadahi bokor kencana.
Nampa kendhi pratala kang diwadahi bokor kencana, Raden Inukerta sauwat kaget amargi kelingan ora ana liyane sing kagungan kendhi pratala diwadahi bokor kencana kajaba Dewi Candrakirana. Raden Inukerta banjur ngajak para punggawa bali nyang Dhadapan nemoni Limaran.

Eeeba bungahe Raden Inukerta ketemu Limaran kang sejatine garwane dewe Dewi Candrakirana kang wis suwe ilang. Ketemune Raden Inukerta karo garwane dibarengi udan deres ing Ndeso Dhadapan. Tekane udan wise pageblug ing Ndeso Dhadapan. Kali bali mili, tlaga agung, desa dadi reja. Kabul panyuwune Mbok Randha Dhadapan.


Cerita Rakyat Rawa Pening

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang anak yang sakti. Kesaktiannya ini membuat seorang menyihir jahat iri. Penyihir jahat menyihir anak itu, sehingga tubuhnya penuh luka dengan bau yang sangat menyengat. Luka-luka baru akan muncul begitu luka lama mulai kering. Keadaannya kondisi tubuhnya itu, tidak ada seorang pun yang mau berhubungan dengannya. Jangankan bertegur sapa, berdekatan saja orang tidak mau. Mereka takut tertular.
Suatu hari, anak ini bermimpi ada seorang perempuan tua yang dapat menyembuhkan penyakitnya. Ia pun berkelana mencari perempuan tua dalam mimpinya tersebut. Di setiap kampung yang ia datangi, ia selalu ditolak oleh penduduk. Mereka merasa jijik dan mengusir anak ini.

Akhirnya, sampailah ia di sebuah kampung yang sebagian besar penduduknya adalah orang-orang yang sombong. Tidak banyak orang yang miskin di desa itu. Mereka akan diusir atau dibuat tidak nyaman kalau tinggal di sana. Hal ini mengusik hati anak kecil ini.
Pada sebuah pesta yang diselenggarakan di kampung itu, anak kecil ini berhasil masuk. Namun, orang-orang segera mengusirnya dan mencaci-makinya. Ia langsung diseret keluar.
Pada saat terseret, ia berpesan kepada orang-orang itu supaya lebih memerhatikan orang tak punya. Mendengar kata-kata anak itu, beberapa orang makin marah, bahkan meludahinya sambil berkata, “Dasar anak setan, anak buruk rupa!”

Anak itu merasa terluka dengan perlakuan orang-orang tersebut. Lalu, ia menancapkan sebuah lidi di tanah don berkata, “Tak ada satu pun yang bisa mencabut lidi ini dari tanah, hanya aku yang bisa melakukannya!”
Orang-orang meragukan ucapan anak tersebut. Mereka pun mencoba mencabut lidi tersebut. Namun, tak seorangpun dapat melakukannya. Dalam beberapa hari, lidi itu tak bisa tercabut. Suatu hari, secara diam-diam, anak itu datang don mencabut lidi itu. Tanpa sepengetahuannya, ada seorang warga yang melihatnya dan melaporkannya kepada warga yang lain.

rawa pening

Dari tempat lidi itu dicabut, mengalirlah mata air. Semakin lama, air itu semakin deras. Air menenggelamkan daerah tersebut, sehingga menjadi sebuah telaga yang kini bernama Telaga Rawa Pening.

Baca Juga :  Sejarah Sumpah Pemuda Indonesia

Tidak ada yang selamat dari musibah itu kecuali seorang perempuan tua yang berbaik hati memberinya tempat tinggal dan merawatnya. Secara ajaib penyakit kulit anak itu sembuh.

Namun, penyihir jahat yang telah menyihir si anak itu tidak terima dengan kesembuhan itu. Kemudian, ia menyihir anak itu menjadi seekor ular besar dengan sebuah kalung genta di lehernya.

Konon, ular ini sering keluar dari sarangnya pada tengah malam. Setiap kali bergerak, dentingan kalung di lehernya selalu berbunyi klentang-klenting. Bunyi inilah yang kemudian membuatnya dinamakan Baru Klinting.

Kemunculan ular itu diyakinin masyarakat sebagai tando keberuntungan bagi nelayan nelayan yang tidak mendapat ikan.

Kini, Telaga Rama Pening adalah objek wisata yang sangat populer di Jawa Tengah. Tempat ini terletak di Desa Bukit Cinta, Kabupaten Ambarawa.

Pesan moral dari Cerita Rakyat Rawa Pening Dari Jawa Tengah adalah hargai orang lain dan jangan saling membenci. Jangan pernah hanya menilai seseorang dari penampilan luarnya saja. Apa yang terlihat menarik bisa saja buruk untuk kita begitu juga sebaliknya, apa yang kita tidak suka bisa saja bermanfaat untuk kita.


Cerita Rakyat Roro Jonggrang | Dongeng Candi Prambanan dari Yogyakarta

Dahulu kala, di Desa Prambanan, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Baka. la memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Roro Jongrang.

Suatu ketika, Prambanan dikalahkan oleh Kerajaan Pengging yang dipimpin oleh Bandung Bondowoso. Prabu Baka tewas di medan perang. Dia terbunuh oleh Bandung Bondowoso yang sangatb sakti.
Bandung Bondowoso kemudian menempati Istana Prambanan. Melihat putri dari Prabu Baka yang cantik jelita yaitu Roro Jongrang, timbul keinginannya untuk memperistri Roro Jongrang.
Roro Jonggrang tahu bahwa Bandung Bondowoso adalah orang yang membunuh ayahnya. Karena itu, ia mencari akal untuk menolaknya. Lalu, ia mengajukan syarat dibuatkan 1.000 buah candi dan dua buah sumur yang dalam. Semuanya harus selesai dalam semalam.

Bandung Bondowoso menyanggupi persyaratan Roro Jonggrang. Ia meminta pertolongan kepada ayahnya dan mengerahkan balatentara roh-roh halus untuk membantunya pada hari yang ditentukan. Pukul empat pagi, hanya tinggal lima buah candi yang belum selesai dan kedua sumur hampir selesai.
Mengetahui 1.000 candi telah hampir selesai, Roro Jonggrang ketakutan.
“Apa yang harus kulakukan untuk menghentikannya?” pikirnya cemas membayangkan ia harus menerima pinangan Bandung Bondowoso yang telah membunuh orangtuanya.


  • Cerita Rakyat Roro Jonggrang Dongeng Candi Prambanan

Akhirnya, ia pergi membangunkan gadis-gadis di Desa Prambanan dan memerintahkan untuk menghidupkan obor-obor dan membakar jerami, memukulkan alu pada lesung, dan menaburkan bunga-bunga yang harum. Suasana saat itu menjadi terang dan riuh. Semburat merah memancar di langit dengan seketika.
Ayam jantan pun berkokok bersahut-sahutan. Mendengar suara itu, para roh halus segera meninggalkan pekerjaan. Mereka menyangka hari telah pagi dan matahari akan segera terbit. Pada saat itu hanya tinggal satu sebuah candi yang belum dibuat.
Bandung Bondowoso sangat terkejut dan marah menyadari usahanya telah gagal. Dalam amarahnya, Bandung Bondowoso mengutuk Roro Jonggrang menjadi sebuah arca untuk melengkapi sebuah buah candi yang belum selesai.

Batu arca Roro Jonggrang diletakkan di dalam ruang candi yang besar. Hingga kini, candi tersebut disebut dengan Candi Roro Jonggrang. Sementara itu, candi-candi di sekitarnya disebut dengan Candi Sewu (Candi Seribu) meskipun jumlahnya belum mencapai 1.000.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Roro Jonggrang | Dongeng Candi Prambanan adalah jangan memaksakan kehendak kita kepada orang lain, hormati apa yang menjadi keinginan orang lain. Kita pun tidak akan suka jika dipaksa mengerjakan pekerjaan yang tidak kita sukai. (359)


  •  Folklore Jonggrang | Fairytale Prambanan Temple de Yogyakarta

Il y a longtemps, dans le village de Prambanan, il y avait un royaume dirigé par le roi Baka. Elle a une très belle fille nommée Roro Jongrang.
Une fois, Prambanan vaincu par Pengging Uni dirigée par Bondowoso. Roi Baka tué sur le champ de bataille. Il a été tué par Bondowoso qui sangatb magie.
Bondowoso occupent alors le Palais de Prambanan. En voyant la fille de la belle que Roro Jongrang King Baka, a soulevé son désir d’épouser Roro Jongrang.
Jonggrang sais que Bondowoso est l’homme qui a tué son père. Par conséquent, il cherchait une raison de le rejeter. Ensuite, il a proposé obligation faite 1.000 temples et deux puits à l’intérieur. Tout devrait être terminé pendant la nuit.

Bondowoso engage les exigences Jonggrang. Il a demandé de l’aide à son père et à déployer des troupes esprits pour l’aider un jour donné. A quatre heures du matin, à seulement cinq temples inachevés et les deux puits presque terminés.

Sachant 1000 temples ont été presque terminé, la peur Jonggrang.
“Que dois-je faire pour l’arrêter?» Il pensait anxieusement imaginer qu’il doit accepter la proposition Bondowoso qui avait tué ses parents.
Enfin, il est allé réveiller les filles dans le village de Prambanan et a ordonné de tourner des torches et brûler la paille, en frappant un pilon dans un mortier, et douchés fleurs sont parfumées. L’atmosphère devenait lumineuse et bruyante. Rayonnant teinte rouge dans le ciel immédiatement.
Le coq a été chantait retentissait. En entendant le son de celui-ci, les esprits ont immédiatement quitté le travail. Ils pensaient qu’il était déjà le matin et le soleil va bientôt se lever. À ce moment-là seulement rester un temple qui n’a pas été fait.

Baca Juga :  Arti Reporting

Bondowoso très surpris et en colère se rendant compte de ses efforts avaient échoué. Dans sa colère, Bandung Bondowoso maudit Jonggrang être une statue pour terminer un temples inachevés.
statue de pierre Jonggrang placé à l’intérieur d’une grande salle du temple. Jusqu’à présent, le temple appelé le Temple Jonggrang. Pendant ce temps, les temples dans le voisinage appelé Candi Sewu (Mille Temples) bien que le montant n’a pas encore atteint 1.000.
La morale de Folklore Jonggrang | Prambanan est les contes de fées ne forcent pas notre volonté aux autres, respectent ce que les désirs des autres. Nous ne voudrions pas si forcé de faire des travaux qui ne nous plaisent pas. (359)


Legenda Gunung Wurung

Alkisah,Pada zaman dahulu kala di salah satu kabupaten kebumen ,desa karangsambung ada sebuah dukuh yang bernama dukuh parangan. Suatu ketika para sesepuh setempat meminta kepada para dewa khayangan untuk membangunkan sebuah gunung . Pada suatu malam doa tersebut itu pun dikabulkan oleh para dewa khayangan dengan beberapa persyaratan.

√ Cerita Rakyat Jawa Tengah : Legenda Gunung Wurung

Di pagi harinya para sesepuh pun mengumpulkan semua warga dan menyampaikan bahwa ditempat itu akan dibangunkan sebuah gunung oleh para dewa khayangan .Semua warga menyambut kabar itu dengan gembira atas terkabulnya permohonan doa para sesepuhnya. Tidak tak lama sesepuh pun menyampaikan persyaratan yang diberikan para dewa khayangan pada warga. Pembanguan gunung akan dikerjakan nanti malam tapi ada persyaran didalam pembangunan gunung itu yakni tidak boleh ada yang melihat proses pembangunan itu.Dan para sesepuh pun menyuruh para warganya  untuk secepatnya masuk kedalam rumah dan mengunci pintu rapat-rapat saat hari menjelang malam sampai pagi sebelum terbit fajar warga tidak diperbolehkan keluar rumah. Para warga pun menyetujuhi persyaratan itu.

Sesudah hari menjelang malam para warga  langsung masuk kedalam rumah masing-masing. Para dewa pun turun dan langsung mengerjakan apa yang sudah dia janjikan kepada para warga. Para dewa bekerja tanpa ada bicara sedikitpun .Pertama-tama dibuatlah tiang-tiang dan langsung ditimbunnya dengan tanah sampai berbentuk bukit.

Saat malam mau pagi dan pengerjaan telah hendak selesai ,tinggal menimbun tanah untuk dijadikan puncaknya dan para dewa masih bekerja. ada seorang gadis sedang jalan menuju sungai luk ulo dekat tempat pembuatan gunung. Dikarenakan gadis itu tidak ikut kumpull saat ada pengumuman.

Gadis itu pergi ke sungai untuk mencuci beras untuk dimasak. Gadis itu jalan tanpa memperhatikan sekelilingnya karena suasana yang masih gelap dan sepi. Dan saat gadis itu mau turun ke sungai gadis itu kaget melihat sebuah gunung.

Hah ada gunung disini! padahal dari kemarin disini tanahnya rata tak ada gunung.Duh gusti . apa saya mimpi ya? kata gadis itu dalam hati.

Namun,saat gadis itu melihat ada makhluk besar sedang membawa batu, gadis itu langsung lari sekencang kencangnya Karena sangat ketakutan. Tolong tolong tttoooolllloooong! Triak gadis tersebut. Gadis itu lari dengan sekencang-kencangnya. Sampai-sampai tak menghiraukan hari yang masih gelap gulita. Beras yang mau dicuci tadi tumpah di jalan. Dan berdasarkan cerita orang-orang setempat beras yang tumapah itu menjadi batu merah yang mirip beras.

Para dewa yang masih bekerja kaget mendengar triakan gadis itu. Para dewa sudah mengetahui bahwa pekerjaannya dalam membuat gunung sudah diketahui oleh manusia.

Pekerjaan kita sudah diketahui seorang gadis mari kita tinggalkan saja tempat ini. Para warga sudah melanggar perjanjian yang sudah disepakati. Kata dari salah satu dewa dan para dewa juga langsung cepat pergi meninggalkan pekerjaannya yang belum selesai.

Begitulah cerita legenda dari gunung wurung  yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia menjadi gunung yang belum jadi. Tapi jika berdasarkan ilmu geologi gunung wurung terbentuk dari  batuan intrusi,material batuan yang sebelumnya bahan cair yang sangat panas (pijar) yang berasal dari magma yang terdapat dalam perut bumi . Magma itu mendesak mau keluar kepermukaan bumi. Tapi terlanjur membeku sebelum sampai kepermukaan bumi. Sedangkan batuan yang mirip beras disebut dengan batuan diabas.

demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Cerita Rakyat Jawa Tengah : Timun Mas, Keong mas, Rawa Pening, Roro Jonggrang, Legenda Gunung Wurung, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.

Posting pada SD