Cerita Anak Malin Kundang

Diposting pada

Pengertian Malin Kundang

Malin Kundang adalah kaba yang berasal dari provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Legenda Malin Kundang berkisah tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya dan karena itu dikutuk menjadi batu.

Cerita rakyat yang mirip juga dapat ditemukan di negara-negara lain di Asia Tenggara. Di Malaysia cerita serupa berkisah tentang Si Tenggang yang berasas dari kisah lebih awal lagi pada 1900 dalam buku Malay Magic yang ditulis oleh Walter William Skeat sebagai satu cerita rakyat berjudul Charitra Megat Sajobang. Cerita Si Tenggang pernah diterbitkan oleh Balai Pustaka, Jakarta pada 1975 sebagai judul Nakoda Tenggang: sebuah legenda dari Malaysia.


Kisan Malin Kundang

Pada zaman dahulu, di sebuah perkampungan nelayan Pantai Air Manis Padang, SumateraBarat hiduplah seorang janda bernama Mande Rubayah bersama dengan seorang anak laki-laki bernama MalinKundang. Mande Rubayah sangatmenyayangi serta memanjakanMalin Kundang. Malin seorang anak yang rajin dan penurut.

Karena sudah tua Mande Rubayah hanya bisa bekerja sebagai penjual kue untuk mencupi kebutuhannya. Suatu hari, Malin sakit keras, nyawanya hampir melayang tetapi akhirnya ia bisa diselamatkan berkat usaha keras dari ibunya. Setelah sembuh dari sakitnya malin makin disayang. Malin pun mulai tumbuh dewasa dan meminta izin pada ibunya untuk merantau ke kota, karena sedang ada kapal besar bersadar di Pantai Air Manis.

“Jangan Malin, ibu takut terjadi sesuatu padamu di tanah rantau sana. Tinggal saja di sini, temani ibu,” ucap sang ibu sedih mendengar keinginan Malin.

“Ibu tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa padaku,” kata Malin sambil menggenggam tangan ibunya. “Ini kesempatanku Bu, kerena belum tentu setahun sekali ada kapal besar yang bersandar di pantai ini. Aku mau mengubah nasib kita Bu, izinkanlah” pinta Malin dengan memohon.

“Baiklah, ibu izinkan. Tapi cepatlah kembali, ibu selalu menunggumu Nak,” kata ibunya sambil menangis. Dengan berat hati Mande Rubayah mengizinkan anaknya pergi. Kemudian Malin dibekali nasi berbungkus daun pisang sebanyak tujuh bungkus, “ini bekalmu untuk diperjalanan,” katanya sambil memberikannya pada Malin.

Hari-hari terus berlalu, setelah berangkat malin hari terasa lambat bagi Mande Rubayah. Setiap harinya Mande Rubayah memandang ke laut, “Sudah sampai mana kamu berlayar Nak?” tanyanya dalam. la selalu berdoa untuk anaknya supaya selamat dan cepat kembali.

Beberapa waktu kemudian apabila ada kapal yang datang ia selalu menanyakan kabar mengenai anaknya. “Apakah kalian melihat anakku, Malin? Apakah dia baik-baik saja? Kapan dia pulang?” tanyanya. Tetapi setiap pertanyaannnya tidak pernah mendapatkan jawaban. Malin tidak pernah menitipkan barang ataupun pesan pada ibunya.

Setelah bertahun-tahun Mande Rubayah bertambah tua, kini jalannya pun mulai terbungkuk-bungkuk. Pada suatu hari Mande Rubayah mendapatkan kabar dari nakhoda yang dulu membawa Malin.

“Mande, tahukah engkau, bahwa anakmu kini sudah menikah dengan gadis cantik, putri seorang bangsawan yang sangat kaya raya,” ucap nahkoda itu.

“Malin cepatlah pulang Nak, ibu semakin tua , kapan kau pulang…,” rintihnya pilu setiap malam. Ia sangat yakin anaknya akan datang. Tak berapa lama kemudian dari kejauhan terlihat sebuah kapal yang megah nan indah menuju kepantai.

Orang kampung berkumpul, mereka mengira kapal itu punya seorang sultan atau pangeran. Mereka menyambutnya gembira.Mande Rubayah amat gembira mendengar hal tersebut. Tetapi sampai berbulan-bulan sejak ia menerima kabar Malin dari nahkoda itu, Malin tak datang kembali untuk menengoknya.

Ketika kapal itu merapat, nampak sepasang anak muda berdiri di anjungan. Pakaian mereka berkilauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum bahagia disambut dengan meriah.

Mande Rubayah ikut berdesakan untuk mendekati kapal. Jantungnya berdebar disaat melihat lelaki muda yang berada di kapal itu, ia yakin bahwa lelaki muda itu anaknya, Malin Kundang. Belum sempat para sesepuh kampong itu menyambut, Ibu Malin sudah lebih dulu menghampiri Malin. la langsung memeluknya erat.

“Malin, anakku. Kau benar anakku kan nak?” katanya menahan isak tangis gembira, “Mengapa begitu lama kau tidak memberi kabar pada ibu?”

Malin terkejut dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang-camping itu. Ia tak percaya bahwa itu ibunya. Belum sempat berbicara, istri cantiknya itu meludah sambil berkata, “Wanita jelek ini ibumu? Mengapa dulu kau bohong padaku!” ucapnya sinis, “dulu bukankah kau bilang bahwa ibumu seorang bangsawan yang derajatnya sama denganku?!”

Mendengar perkataan tersebut Malin Kundang langsung mendorong ibunya samapi jatuh kepasir, “Wanita gila! Aku ini bukan anakmu!” ucapnya kasar.

Mande Rubayah tidak percaya perilaku anaknya, ia jatuh terduduk sambil berkata, “Malin, Malin, anakku. Akuibumu, Nak! Mengapa kau jadi seperti ini?!” Malin tidak memperdulikan perkataan ibunya. Ia malu pada istrinya. Melihat wanita tua beringsut ingin memeluk kakinya, Malin menendangnya sambil berkata, “Hai, wanita gila! lbuku tidak seperti engkau! Melarat dan juga kotor!” Wanita tua itu terkapar di pasir, menangis, serta sakit hati.

Orang-orang yang meilhatnya terpana lalu pulang ke rumah masing-masing. Mande Rubayah terbaring pingsan. Ketika ia sadar, Pantai Air Manis telah sepi. Dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Ia tak menyangka Malin yang dulu disayangi tega berbuat begitu.

Baca Juga :  Pasola Perang Berkuda Di Sumba

Hatinya sangat perih dan sakit, lalu tangannya ditengadahka ke langit seraya berdoa, “Ya, Tuhan, jika memang dia bukan anakku, aku memaafkan perbuatannya tadi. Tetapi jika dia benar anakku Malin Kundang, aku mohon keadilanmu, Ya Tuhan!” ucapnya pilu sambil menangis. Tiba-tiba cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, berubah menjadi gelap. Hujan turun dengan lebatnya.

Lalu datanglah badai besar, yang menghantam kapal Malin Kundang. Saat itu juga kapal hancur berkeping-keeping karena tersambar petir dan terbawa ombak hingga ke pantai.

Esoknya matahari pagi muncul di ufuk timur, badai sudah reda. Di kaki bukit nampak kepingan kapal yang sudah menjadi batu. Itu kapal Malin Kundang dan tampak sebongkah batu yang seperti tubuh manusia.

Itu tubuh Malin Kundang yang kena kutuk dari ibunya karena durhaka. Disela-selabatu itu juga tempat berenangikan teri, ikan belanak, dan ikan tengiri. Yang katanya ikan itu berasal dari serpihan tubuh dari sang istri yang terus mencari Malin Kundang.


Wajah Asli Malinkundang

Malin Kundang, pasti hampir di antara kita mengetahui nama tokoh yang satu ini. Seorang pemuda yang dikutuk menjadi batu karena melawan kepada orang tuanya. Cerita legenda ini berasal dari Padang, Sumatera Barat. Dan cerita Malin Kundang si anak durhaka telah manjadi salah satu bahasan wajib di hampir tiap sekolah di negeri ini. Cerita rakyat yang disampaikan secara turun menurun ini ternyata banyak yang mempercayai sebagai sesuatu cerita yang nyata. Padahal, keberadaan batu Malin Kundang dan kapalnya hanyalah sebuah patung yang sengaja dibuat oleh para seniman dan di tempatkan di kawasan Pantai Air Manih, Padang, Sumatera Barat.

wajah asli malinkundang

Gambar Malinkundang

gambar malinkundang

Makam Ibu Malin Kundang

makam ibu malinkundang

Naskah Dialog Malinkundang

Pada suatu waktu, di desa terpencil ada sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatera Barat. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang Ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.

Ayah : Bu, Ayah ingin merantau ke negeri seberang.
Ibu : (Ibu terkejut) Mengapa ayah ingin merantau?
Ayah : Karena ayah tidak bisa membiarkan kondisi keuangan kita seperti ini terus.
Ibu : Tapi yah… (gelisa)
Ayah : Mau bagaimana lagi, jalan satu – satunya yang ayah bisa lakukan adalah merantau ke negeri seberang untuk mencari uang yang banyak.
Ibu : Baik lah yah, kalau itu memang yang terbaik untuk kita semua.

Ayah pun berpamitan kepada ibu. (Didepan rumah)

Ayah : Bu, ayah pergi merantau ya. Jaga dirimu dan anak kita Malin dengan baik – baik. Jika aku sudah mendapatkan uang yang banayak, aku akan kembali kesini lagi.
Ibu : (dengan muka pasrah) baiklah yah, aku akan menuggumu disini sampai kau pulang. Hati – hati ya, jangan lupakan aku dan anak mu ini.

Ayah pun berangkat dengan menggunakan perahu.

Ayah Malin tidak pernah kembali ke kampung halamannya sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.
Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang. Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke kampung halaman kelak.

Malin : Bu, aku ingin merantau.
Ibu : Mengapa kamu ingin merantau nak. Temani ibu saja disini. Biarkanlah. Ayah saja yang merantau ke negeri seberang.

Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau tetapi Malin tetap bersikeras.

Malin : Aku juga ingin seperti ayah bu. Aku merasa kasihan sama ibu, yang setiap hari harus membanting tulang untuk mencari nafkah. Aku ingin mencari nafkah untuk kita bu.
Akhirnya sang Ibu rela melepas Malin pergi merantau.

Ibu : Malin, baiklah ibu akan mengijinkan kamu untuk merantau jika kamu mengehendaki itu. Jangan lupakan ibu mu ini ya Malin. Ibu akan selalu menunggumu disini sampai kau datang kembali ke sini.
Malin : Baik bu, aku akan kembali kesini lagi.(Sambil membopong barang)

Malin pergi merantau dengan menumpang kapal orang saudagar. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut.

Bajak laut : Hei kalian ?!! Serahkan semua harta kalian yang ada di kapal ini.
Malin : Siapa kalian?! Mengapa kalian meminta harta kami.
Bajak laut : Kami bajak laut. Serahkan harta kalian sekarang !!!

Para awak kapal pun tidak terima dengan perilaku para Bajak Laut. Akhirnya mereka pun berperang melawan Bajak Laut. (Malin Kundang langsung mengumpat di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu).
Tapi pada akhirnya, semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut.
Malin Kundang terkatung-katung di tengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan.

Baca Juga :  Kerajaan Kalingga

Malin : (Sambil celingak celinguk) Sepertinya ada sebuah desa disana. Mungkin aku bisa meminta pertolongan disana.

Malin Kundang pun menuju ke desa yang terdekat dari pantai itu. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur.
Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang.
Ketika ibu sedang menyapu di teras

Tetangga : Bu, bu, (memanggil sambil menemui Ibu Malin)
Ibu : Iya bu, ada apa?
Tetangga : Ibu sudah tahu belum, bahwa si Malin anak ibu sudah menikah.
Ibu : (Tersenyum terkejut) Benarkah?! Syukurlah, akhirnya ia sudah menemukan dambaan hatinya. Aku do’akan agar dia bahagia selalu dengan istrinya.

Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak.
Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya, Malin Kundaang beserta istrinya.

Ibu : Apakah itu Malin anakku? Apakah ia bersama istrinya? (Memegang dada sambil memikirkan apa yang ia lihat)

Malin dan istrinya turun dari perahu denga para pengawal di belakangnnya. Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat

Ibu : Malin… Apakah benar kau Malin, dari mana saja kamu malin. Ibu kangen dengan mu, kamu sekarang sudah menjadi saudagar kaya ya.

Tetapi melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya, Malin Kundang menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga anak buahnya.

Malin : Siapa kau ini? Aku bukan anak mu. Aku adalah orang yang kaya raya, aku tidak mungkin memiliki Ibu seperti kamu. Aku jijik melihat kamu! Ibu ku sudah lama meninggal!
Ibu : (Berkaca-kaca) Malin…
Tetangga : Malin ! Kamu jangan sembarang berbicara, ini ibu mu. Ibu yang selalu merawat mu. Mengapa kamu semudah itu tidak memngingat ibu mu sendiri?! (Geram)
Malin : Aku sudah bilang tadi, kalau Ibu ku sudah meninggal sejak lama. Jadi dia jangan mengaku sebagai ibu ku.
Istri Malin : Akang, apakah benar wanita tua itu adalah ibu mu?
Malin : Bukan istri ku, dia bukan ibu ku. Kamu percayalah sama aku. Masa aku berbohong sama kamu.
Istri Malin : Tapi, kenapa ya aku merasa yakin kalau ibu itu memang ibu kamu kang.
Malin : Percayalah kepada ku istriku.

Istri nya mencoba untuk percaya kepada suaminya (Malin)
Tetangga : Ibu, apa yang menjadi ciri-ciri anak ibu yang bisa membuktikan bahwa dia adalah anak ibu?
Ibu : (Dengan percaya diri) Malin mempunyai tanda lahir di lengan sebelah kanan nya.
Tetangga : Sekarang kamu tunjukkan lengan kanan mu? Jika benar kamu mempunyai tanda lahir di lengan kanan mu, berarti kamu benar anak ibu ini. Sekarang perlihatkan lengan kanan mu.
Malin : Baiklah. (Ketika lengannya di lihat, benar bahwa ada tanda lahir di lengan kirinya. Berarti benar ia adalah anak ibu itu)
Tetangga : Jadi kalo begitu sudah jelas semua bahwa kamu adalah anak ibu ini
Malin : Tidak mungkin. Ini Pasti sebuah kemustahilan. Apakah kalian mengggunaka sihir untuk membuat tanda ini di lengan ku.
Tetangga : Kamu sudah tidak bisa mengelak lagi nak. Kamu adalah Malin Anak kandung ibu ini.
Malin : Aku tidak percaya. Ayo pengawal, kita berlayar lagi. Ayo istriku, kita pergi dari sini.
Pengawal : Baik tuan.(sambil menunduk sedikit)
Istri Malin : Tunggu! (Membentak) Aku sekarang yakin bahwa kamu memang benar anak ibu ini. Aku tidak suka mempunyai suami yang durhaka kepada ibunya.
Malin : Apa katamu? Baiklah, kalau kamu tidak ingin pergi dengan ku, aku akan pergi berlayar sendiri. Ayo pengawal!
Pengawal : Baik tuan. (sambil menunduk sedikit)

Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menyumpahkan anaknya

Ibu : Baiklah, kalau kamu tidak mengakui aku ini sebagai ibu mu, aku akan menyumpahi kamu menjadi batu.
Malin : Terserah apa katamu!

Benar, ketika Malin berbalik badan untuk meninggal tempat itu, do’a sang Ibu di kabulkan dan akhirnya Malin menjadi batu. Semua orang langsung terkejut melihat kejadian itu

 

demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai √ Cerita Anak Malin Kundang, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.

Isi Pokok Cerita Malinkundang

Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah,

Baca Juga :  Fungsi Ginjal

ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah berganti tahun, ayah Malin Kundang tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin Kundang untuk mencari nafkah.

Malin Kundang termasuk anak yang cerdas

tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin Kundang sedang mengejar ayam,ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.

Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin Kundang tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin Kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang . Tetapi karena Malin Kundang terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin Kundang segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. “Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut . Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin Kundang segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu. Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai . Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin Kundang terdampar adalah desa yang sangat subur.

Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin Kundang lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya. Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin Kundang dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundangbeserta istrinya. Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang.

Tetapi apa yang terjadi kemudian………? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. “Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. “Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang. “Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin Kundang kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin Kundang menengadahkan tangannya sambil berkata

“Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu”. Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang . Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.
Setelah menyimak cerita rakyat (dongeng) Malin Kundang tersebut,ungkapkan kembali dengan bahasamu sendiri !

1. Apakah amanat yang terkandung di dalamnya ?

2. Adakah hal-hal yang menarik pada tokoh ?

3. Bandingkan nilai-nilai dalam cerita rakyat tersebutdengan nilai-nilai masa kini !


Makam Ibu Malinkundang

makam ibu malinkundang

demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Cerita Anak Malin Kundang : Pengertian, Kisah, wajah Asli, Gambar, Naskah Dialog, Makam Ibu, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.

Posting pada SD