Definisi Minang Kabau
Bahasa Minangkabau atau dalam bahasa asal, Baso Minang adalah sebuah bahasa Austronesia yang digunakan oleh kaum Minangkabau di Sumatra Barat, di barat Riau, Negeri Sembilan (Malaysia), dan juga oleh penduduk yang telah merantau ke daerah-daerah lain di Indonesia.
Terdapat beberapa kontroversi mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu. Hal ini disebabkan kemiripan dalam tatabahasa mereka. Ada pendapat yang mengatakan bahasa Minangkabau sebenarnya adalah dialek lain dari bahasa Melayu, sedangkan pendapat lain mengatakan bahasa Minangkabau adalah sebuah bahasa dan bukan sebuah dialek.
Secara garis besar, daerah pemakaian bahasa Minangkabau dibedakan dalam dua daerah besar, yaitu daerah /a/ dan daerah /o/.
Asal-usul Penamaan
Kata dari Minangkabau memiliki pengertian yang beragam. Kata ini tak saja merujuk pada nama sebuah kampung yang berada pada kecematan Sungayang kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Tetapi merujuk juga pada entitas dari suatu suku, budaya dan bahasa. Dilihat dari geografis, Minangkabau terdiri atas daratan Sumatera Barat, bagian barat Jambi, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, barat daya Aceh, pantai barat Sumatera Utara, dan Negeri Sembilan pada Malaysia.
Nama dari Minangkabau merupakan nama yang berasal dari kata manang, berarti menang serta kabau berarti kerbau. Nama tersebut diketahui berasal dari sejarah ditulis dalam Tambo. Kisah tersebut berawal ketika kerajaan Pagaruyung yang saat itu dipimpin oleh raja bernama Adityawarman, yang akan ditaklukan oleh pasukan dari Majapahit.
Guna mencegah terjadinya pertempuran, seorang dari penasehat raja mengusulkan untuk adu kerbau menjadi pengganti dari pertempuran. Apabia kerbau pihak raja kalah, kerajaan langsung diberikan kepada pasukan kerajaan Majapahit. Dan sebaliknya, kalau menang, pasukan kerajaan Majapahit agar kembali lagi ke Jawa. Pada akhirnya, ide penasehat itu disepakati oleh pasukan dari kerajaan Majapahit.
Singkat cerita, adu kerbau itu kemudian dimenangkan oleh kerajaan Pagaruyung. Dan kemenangan itu pun akhirnya menginspirasikan masyarakat untuk menggunakan nama Minangkabau, dari kata “manangkabau” yang mempunyai arti kerbau yang menang. Dalam rangka mengenang kemenangan itu, masyarakat kemudian membuat Rumah Gadang atau rangkiang yang desain atapnya berbentuk tanduk kerbau.
Keterangan Beberapa Ahli
Sebagian ahli sejarah mengemukakan jika nenek moyang orang Minangkabau itu dari bangsa Austronesia yang pada zaman dahulu bertempat tinggal di sekitar Yunan, wilayah Cina Selatan. Mereka masuk wiayah Nusantara dalam dua gelombang:
-
Zaman Batu Baru (Zaman Neolitikum) sekitar2000 SM.
Pada gelombang ini para ahli menyebut bangsa Melayu Tua (Proto Melayu). Dari bangsa ini berkembang menjadi suku Toraja, Nias, Dayak, Mentawai, Barak, Kubu dan lain sebagainya.
-
Gelombang kedua masuk pada 500 – 100 SM.
Pada gelombang ini dikenal dengan Melayu Muda (Deutero Melayu). Dari bangsa ini kemudian berkembang menjadi beberapa suku Minangkabau, Bugis, Makasar, Jawa dan lain sebagainya.
Agama Minang Kabau
Saat ini mayoritas masyarakat Minangkabau memeluk agama Islam. Sebelumnya adalah agama Budha akibat pengaruh kerajaan Sriwijaya. Masuknya Islam ke wilayah itu diperkirakan dari wilayah pesisir timur, yakni dari Inderagiri serta Arcat yang pada masa itu sebagai pelabuhan Minangkabau menuju pedalaman Minangkabau.
Dari sejarahnya, orang Minang mengalami perang saudara. Akibat dipicu konflik ulama dengan para pengikutnya yang bersikeras ingin menerapkan hukum Islam bersama dengan kaum adat. pertempuran itu dikenal dengan nama Perang Padri. Perang Padri merupakan perang saudara yang pertama terajdi di Asia Tenggara akibat konflik Agama.
Bahasa Minang Kabau
Menurut salah satu sejarah, orang Minangkabau mempunyai bahasa mereka sendiri, dan bahkan bahasanya itu termasuk dalam rumpun dari bahasa Austronesia. Sejarah lain menyebut jika bahasa Minangkabau termasuk bahasa Melayu, tak lain karena banyak kesamaan dari bentuk ujaran juga dan kosakata yang ada di dalamnya. Tapi perlu diketahui, masyarakat penutur dari bahasa Minang tersbut juga sudah mempunyai macam-macam dialek. Yang bergantung pada wilayahnya masing-masing.
Di samping itu juga, bahasa yang lain yakni Tamil, Sanskerta, Persia dan Arab pula terserap masuk dalam bahasa Minang. Dengan dilihat dari sebagian prasasti di Minangkabau ditulis memakai kosakata Tamil dan Sanskerta. Dan juga aksara Arab saat dulu sering dipakai oleh masyarakat Minang sebelum ganti jadi Alfabet Latin.
Budaya Matrilineal merupakan identitas penting masyarakat Minang. Matrilineal merupakan kebudayaan yang menarik dari garis keturunan pihak ibu, bukan pihak bapak. Kuatnya budaya matrilineal pada wiayah itu tak lepas dari pandangan masyarakatnya mengenai kaum perempuan.
Pada Minangkabau, kaumperempuan itu mempunyai kedudukan istimewa sampaidijuluki Bundo Kanduang. Kaum perempuan mempunyai perananyang penting untuk menentukan keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yangdibikin kaum laki-laki yang pada posisinya berperan sebagai mamak (paman) atau kepalasuku (penghulu). Keistimewaan serta pengaruh besar itulah yang menjadikankaum perempuanMinang dilambangkan sebagai pilar utama rumah (Limpapeh Rumah Nan Gadang).
Geografis Minang Kabau
Letak geografis Minang Kabau (Propinsi Sumatera Barat) terletak pada 00 45 Lintang Utara sampai dengan 30 36 Lintang Selatan dan 980 36 sampai dengan 1010 53 Bujur Timur. Daerah ini merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang dilewati oleh garis khatulistiwa, tepatnya di Kota Bonjol (Kabupaten Pasaman).
Daerah propinsi Sumatera Barat terdiri dari delapan kabupaten dan enam kota madya. Batas-batas propinsi Sumatera Barat (Alam Minang Kabau) sebelah utara berbatasan dengan propinsi Sumatera Utara; sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Jambi dan Propinsi Bengkulu; sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia dan; sebelah timur berbatasan dengan Riau dan Jambi. Semua itu pada umumnya berada dalam wilayah budaya Minang Kabau, kecuali Kepulauan Mentawai.
Adat Wirausaha Masyarakat Minang Kabau
Sebelum masuk pada pembahasan adat wirausaha masyarakat Minang Kabau, ada baiknya terlebih dahulu peneliti uraikan adat menurut masyarakat Minang Kabau. Bagi masyarakat Minang Kabau adat adalah kebudayaan secara utuh yang dapat berubah. Sebaliknya ada adat yang tidak dapat berubah, seperti kata mamang; “kain dipakai usang, adat dipakai baru” (kain dipakai usang, adat dipakai baru). Maksudnya, sebagaimana pakaian bila dipakai terus akan usang, sedangkan adat yang dipakai terus menerus senantiasa awet.
Nenek Moyang Minangkabau
Nenek Moyang orang Minangkabau adalah, imigran dari India Selatan (yang sebagiannya merupakan sisa-sisa laskar Macedonia yang mengembara ke timur), China Selatan, Siam dan Melayu yang kemudian bersepakat bersinergi dan mensintesis kebudayaannya secara demokratis yang akhirnya melahirkan satu kebudayaan baru (dengan sejarah baru yang disepakati).
Kebudayaan Minangkabau sejatinya juga merupakan salah satu kebudayaaan Hellenisme (Kebudayaan Hasil Sintesa Barat dan Timur). Sempat terjadi gangguan terhadap kestabilan kebudayaan mereka oleh invasi Singasari/Majapahit pada era kerajaan Pagaruyung Hindu, namun mereka berhasil menghapus dari sejarah, fakta politik zaman mereka dijajah itu.
Mereka sengaja menurunkan sejarah yang disepakati dengan tradisi Lisan, dan memusnahkan semua bukti-bukti sejarah invasi Singasari/Majapahit lewat kerajaan Pagaruyung Hindu. Mereka pada akhirnya setelah Peperangan Saruaso, mengembalikan sistem politik federalnya dengan melucuti kekuasaan penerus Pagaruyung Hindu sampai tingkat simbolis saja.
Karena itu, sekarang ini sangat mudah kita temui Orang Minang yang dengan gampangnya kawin mawin dengan suku bangsa lain serta hobi merantau. Itu semua karena darah kosmopolitan yang mereka warisi sejak berabad-abad silam, sehingga mereka tidak akan takut dengan globalisasiyang menjadi hantu bagi komunitas lain.
Sistem Teknologi Minang Kabau
Teknologi yang berkembang pada masyarakat Minangkabau contohnya yaitu bentuk desa dan bentuk tempat tinggal. Desa mereka disebut nagari dalam bahasa Minangkabau. Nagari terdiri dari dua bagian utama, yaitu daerah nagari dan taratak. Nagari ialah daerah kediaman utama yang dianggap pusat sebuah desa. Halnya berbeda dengan taratak yang dianggap sebagai daerah hutan dan ladang.
Di dalam nagari biasanya terdapat sebuah masjid, sebuah balai adat, dan pasar. Mesjid merupakan tempat untuk beribadah, balai adat merupakan tempat sidang-sidang adat diadakan. Sedangkan pasar dan kantor kepala nagari terletak pada pusat desa atau pada pertengahan sebuah jalan memanjang dengan rumah-rumah kediaman di sebelah kiri dan kanannya.
Mata Pencaharian Minang Kabau
Sebagian besar masyarakat Minangkabau hidup dari bercocok tanam. Di daerah yang subur dengan cukup air tersedia, kebanyakan orang mengusahakan sawah, sedangkan pada daerah subur yang tinggi banyak orang menanam sayur mayur untuk perdagangan. Pada daerah yang kurang subur, penduduknya hidup dari tanaman-tanaman seperti pisang, ubi kayu, dan sebagainya. Pada daerah pesisir mereka bisa menanam kelapa. Disamping hidup dari pertanian, penduduk yang tinggal di pinggir laut atau danau juga dapat hidup dari hasil tangkapan ikan
Ada berbagai hal yang menyebabkan banyak orang Minangkabau kemudian meninggalkan sektor pertanian. Ada yang disebabkan karena tanah mereka memberikan hasil yang kurang atau karena kesadaran bahwa dengan pertanian mereka tidak dapat menjadi kaya. Orang-orang sejenis ini biasanya beralih ke sektor perdagangan dan merantau dengan harapan mereka akan kembali sebagai orang yang dewasa dan bertanggung jawab. Kehidupan perdagangan di Minangkabau kebanyakan dikuasai oleh penduduk Minangkabau sendiri.
Selain itu ada juga masyarakat yang hidup dari kerajinan tangan. Seperti kerajinan perak bakar dari Koto Gadang, sebuah desa dekat Bukittinggi dan pembuatan kain songket dari Silukang, sebuah desa dekat Sawah Lunto.
Kesenian Minang Kabau
Berikut ini adalah kesenian tradisonal Minangkabau:
- Randai, teater rakyat yang meliputi pencak silat, musik, tarian dan drama
- Saluang Jo Dendang, serunai bambu dan nyanyian
- Talempong, musik bunyi gong
- Tari Piring, gerakan tarian menyerupai gerakan para petani semasa bercocok tanam
- Tari Payung, menceritakan kehidupan muda-mudi Minang yang selalu riang gembira
- Tari Indang
- Pidato Adat, juga dikenali sebagai Sambah Manyambah (sembah-menyembah), upacara berpidato, dilakukan di setiap upacara-upacara adat, seperti rangkaian acara pernikahan (baralek), upacara pengangkatan pangulu (penghulu), dan lain-lain
- Pencak Silat, tarian yang gerakannya adalah gerakan silat tradisional Minangkabau
Upacara dan perayaan Minangkabau termasuk:
- Turun mandi – upacara pemberkatan bayi
- Sunat rasul – upacara bersunat
- Baralek – upacara pernikahan
- Batagak pangulu – upacara pelantikan penghulu. Upacara ini akan berlangsung selama 7 hari di mana seluruh kaum kerabat dan ketua-ketua dari kampung yang lain akan dijemput
- Turun ka sawah – upacara kerja gotong-royong
- Manyabik – upacara menuai padi
- Hari Rayo – perayaan Hari Raya Idul Fitri
- Hari Rayo – perayaan Hari Raya Idul Adha
- Maanta pabukoan – mengantar makanan kepada ibu mertua sewaktu bulan Ramadan
- Tabuik – perayaan Islam di Pariaman
- Tanah Ta Sirah – perlantikan seorang Datuk (ketua puak) apabila Datuk yang sebelumnya meninggal dunia
- Mambangkik Batang Tarandam – perlantikan seorang Datuk apabila Datuk yang sebelumya telah meninggal 10 atau 50 tahun yang lalu (mengisi jabatan yang telah lama dikosongkan
Budaya Minang Kabau
Masyarakat Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke Pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi yang disebut darek dan menjadi kampung halaman orang Minangkabau.
Berdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal dari Luhak Nan Tigo, yang kemudian menyebar ke wilayah rantau di sisi barat, timur, utara dan selatan dari Luhak Nan Tigo (Luhak Yang Tiga). Luhak adalah wilayah konfederasi dari beberapa nagari (atau desa) di Minangkabau yang terletak di pedalaman Sumatera Barat.
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah Perang Padri yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak pandai (cerdik pandai). Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, selain surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri pencak silat.
Drama Minang Kabau
Tasabuiklah sabuah carito, carito urang dahulu, di ranah kampuang rang Minang. Ado surang laki-laki banamo Malin Kundang. Malin nan tingga basamo mandehnyo, alah lamo ditinggakan bapaknyo nan labiah dulu dijampuik nan Kuaso.
Malin, baitu mandehnyo maimbau. Anak satu-satunyo mandeh, rupo nan gagah sarato parangai nan elok. Umua baru 10 tahun. Rajin manolong mandehnyo tiok karajo.
Dialog 1
Mandeh : malin ooo malin..
Malin : iyo mandeh, apo mukasuik mandeh maibau ?
Mandeh : ado apo malin mancaliak caliak sajo ka kapa tu?
Malin : malin nio naiak kapa tu mandeh, buliah kah malin bakarajo di kapa tu?
Mandeh : untuak apo malin karajo, malin masih ketek, bialah mandeh nan mancari pitih untuak makan kito
Malin : malin nio mancubo sajo mandeh
Mandeh : kalau baitu kato malin, mandeh sarahkan tapi jan sampai malin bakarajo barek
Malin : iyo mandeh, assalamuaikum..
Dialog 2
Pai lah Malin ka palabuahan, nampak kapa nan sadang singgah.
Malin : assalamualaikum..
Awak kapa : walaikum salam
Malin : ambo malin da, panduduak kampuang disiko
Awak kapan : ado apo waang kamari malin ?
Malin : ambo datang untuak mancari karajo disiko, ambo danga kapa ko ka barangkek ka kota.
Awak kapa : oh baitu, tunggu sabanta malin, ambo panggiakan Tuan Rajo Mudo nan punyo kapa ko.
Malin : iyo da, tarimo kasih. (dalam hati) ondeh mandeh baitu bana gadang kapa nan iko, samoga malin bisa karajo disiko
Salang babarapo saat, sadang bamanuang-manuang surangnyo Malin, tibo lah awak kapa tadi mambaok Tuan Rajo Mudo. Konon tadanga Tuan Rajo Mudo adolah rang kayo gadang, nan punyo sagalonyo.
Awak kapa : iko tuan, namonyo Malin nan ambo caritokan tadi
Malin : assalamuaikum tuan
Tuan Rajo : walaikumsalam, duduak lah. Jadi apo mukasuik waang kamari?
Malin : malin nio bakarajo pulo di kapa iko tuan
Tuan Rajo : buliah, asalkan waang nio ikuik marantau jo kito basamo
Malin : marantau kama tuan ?
Tuan Rajo : marantau jauah, jauah dari kampuang ko. Di situ waang bisa karajo, dapek gaji nan banyak
Malin : kalau baitu kato tuan, ambo tarimo. Tapi buliahkah ambo maminta izin dahulu samo mandeh, tuan ?
Tuan Rajo : silahkan, kapa akan barangkek 3 hari lai, kalau waang ndak baliak ka siko, tapaso kito tinggakan
Malin : baiklah tuan, assalamuaikum
Tuan Rajo : walaikum salam
Dialog 3
Balarilah malin ka rumahnyo, basuo jo mandeh sadang duduak duduak surang.
Malin : assalamualaikum mandeeeeeeehh..
Mandeh : walaikumsalam malin, ado kaba apo malin basanang hati ?
Malin : malin ditarimo karajo di kapa mandeh
Mandeh : kalau baitu, sananglah hati mandeh malin.
Malin : tapi mandeh, dalam wakatu 3 hari, kato Tuan Rajo Mudo kapa tu ka barangkek ka kota gadang, Malin nio marantau mandeh, tolong ijinkan malin
Mandeh : marantau ? mandeh alun bisa maagiah malin izin, agiah mandeh wakatu untuak bapikia
Malin : kalau baitu kato mandeh, malin akan tunggu
Dialog 4
Tak lamo kamudian, datanglah Siti tetangga malin.
Mandeh : manolah siti, dari tadi mandeh maimbau
Siti : assalamualaikum mandeh
Mandeh : walaikum malam, eh siti masuaklah, nak.
Siti : ado apo mandeh maibau Siti ?
Mandeh : mandeh nio batanyo kapado Siti, si malin handak pai marantau, manuruik Siti apo mandeh harus maijinan malin ?
Siti : kalau malin marantau untuak mancari karajo, ijinkan sajo mandeh, suatu saat malin ka gadang juo.
Mandeh : ibo hati mandeh malapeh malin nak
Siti : kalau itu nan mandeh pikiakan, siti marasoan itu pulo mandeh, malin anak nan elok disiko, pasti sajo urang kampuang barek malapeh malin
Mandeh : iyo Siti, mandeh ngarati, apo mandeh maijinkan malin sajo ?
Siti : dangakan sajo kato hati mandeh, kalau manuruik mandeh elok, lakukan
Mandeh : tarimo kasih Siti, tolong panggiakan Malin ka siko, nak
Siti : iyo mandeh, assalamualaikum.
Mandeh : walaikumsalam nak.
Barangkek lah Siti maninggakan mandeh, inyo nan handak maimbau Malin
Dialog 5
Malin : assalamualaikum mandeh
Mandeh : walaikumsalam malin.
Malin : baa mandeh ? buliahkah malin pai marantau ?
Mandeh : malin, cubo waang pikia dahulu, mancari karajo di nagari urang, apo lai di kota gadang, labiah payah dibandiang di kampuang ko nak
Malin : tapi itu sudah malin pikia kan mandeh, kini ko Malin mohon izin mandeh
Mandeh : kalau baitu nan malin nio, kareh juo hati malin, mandeh ijinkan. Tapi jago diri elok-elok, jangan sampai malupoan kampuang, nak.
Malin : iyo mandeh, malin janji akan pulang untuak mancaliak mandeh, tarimo kasih mandeh.
Mandeh : elok-elok malin
Malin : iyo mandeh, assalamualaikum
Mandeh : walaikum salam
Dialog 6
Barangkek lah malin maninggakan kampuang manuju kota gadang, salamo di kapa malin banyak ditanyokan dek awak kappa disitu, dek mancaliak karajo malin nan rancak
Awak kapa : malin, ka mari lah waang dahulu
Malin : iyo uda, ado apo uda maimbau ?
Awak kapa : baa malin ? lai sanang waang bakarajo disiko ?
Malin : sanang uda, malin baruntuang batamu uda di siko
Awak kapa : oh kalau baitu kato waang, rancaklah sanang pulo kami nan disiko
Singkek carito, sampailah kapa Tuan Rajo Mudo di sabuah kota, kota nan sangaik gadang sarato rami panduduaknyo. Karajolah malin disinan, bahari-hari hinggo batahun-tahun, alun tacaliak mandeh di kampuang.
Dialog 7
Hinggo suatu hari batamu jo Cahayo, anak dari Tuan Rajo Mudo. Maliek tingkah Malin nan bak kian, batanyo lah Tuan Rajo
Tuan Rajo : malin, waang suko jo Cahayo ?
Malin : apo mukasuik tuan tanyo baitu ?
Tuan Rajo : kalau waang suko samo anak ambo, silahkan Malin. Pinang lah .
Malin : tuan rajo indak bagurau kan ? kalau baitu kecek tuan, sananglah hati ambo tuan.
Tuan Rajo : iyo malin, tunggu sabanta
Pailah Tuan Rajo manamui anaknyo, Cahayo.
Malin : (berdiri) Cahayo..
Cahayo : iyo uda malin
Malin : nio kah adiak jadi istri uda ?
Cahayo : apo mukasuik uda ngecek baitu ?
Malin : kito samosamo tau sajo adiak, Tuan Rajo maijinkan uda maminang adiak, ado kah adiak basadio ?
Cahayo : kok baitu kato bapak denai tarimo uda
Malin : tarimo kasih adiak
Singkek carito, manikahlah Malin jo Cahayo, anak Tuan Rajo Mudo. Dari nan dulu bangsaik, kini manjadi rang kayo gadang, dari nan dulu baparangai rancak, kini manjadi tinggi hati, parangai buruak bak kuciang aia, sangaik sombong di mato urang.
Dialog 8
Samantaro itu di kampuang, mandeh nan sadang sakik kareh, alah tuo sarato bangsaik, kini karajonyo hanyo bamanuang-manuang surang, sangaik taragak jo Malin.
Mandeh : siti.. siti.. (batuk)
Siti : iyo mandeh, dek apo mandeh sarupo iko ?
Mandeh : mandeh taragak samo Malin , Siti.
Siti : iyo mandeh, Siti tau baa raso hati mandeh kini, kini kito hanyo dapek badoa ka nan Kuaso, samoga Malin baliak ka siko.
Mandeh : antah baa lah nasib anak mandeh kini siti
Siti : basaba mandeh, usah mandeh baketek hati, siti picayo uda Malin pasti baliak
Mandeh : iyo siti rasonyo mandeh indak tahan sarupo iko siti, (batuk)
Siti : tanang mandeh, masih ado siti di siko
Mandeh : tarimo kasih Siti
Dialog 9
Baraliah ka Malin dahulu, ruponyo Malin mandapek bisnis di sabuah kampuang ketek, kampuang itu lah kampuang tampek malin dilahiakan, hinggo kapa batapi di sinan.
Awak Kapa : Malin, bukan kah iko kampuang tampek waang dahulu ?
Malin : kampuang ? indak uda, kampuang ambo indak sarupo iko
Awak kapan : oh kalau baitu, lanjuikkan lah perjalanan kito malin
Malin : tantu sajo uda
Ruponyo nampak dek Siti bahasonyo rombongan Malin tibo ka kampuang
Siti : mandeeeeeeeh, mandeh, malin pulaaaaang
Mandeh : manolah anak mandeh si malin Siti ?
Siti : malin basamo awak kapa sadang di palabuahan mandeh
Mandeh : tolong baok mandeh ka situ Siti
Siti : iyo mandeh
Dialog 10
Diajaklah mandeh dek Siti ka palabuah, ruponyo sadang lamak bajalan jo Cahayo, Malin dipacik dek surang parampuan, iyo lah mandeh.
Mandeh : malin, iko mandeh, anak mandeh nan mandeh cinto, lamo bana malin indak pulang ka mandeh
Cahayo : uda Malin, sia parampuan iko uda ?
Malin : mandeh ? indak pernah ambo punyo mandeh sarupo iko
Cahayo : apo iyo iko mandeh uda malin ?
Malin : indak adiak, mandeh uda alah maningga
Mandeh : ya Allah malin, baa kok baitu kato malin ka mandeh ? jo mandeh surang malin lupo
Malin : indak pernah ambo punyo mandeh bantuak iko, mandeh nan tuo, indak barasiah sarato bangsaik, pai dari siko (manendang mandeh dan menarik tangan Cahayo)
Cahayo : tapi kalau iyo itu mandeh uda, baa kok uda ndak mangakui ?
Malin : indak adiak, alah uda kecekan, inyo bukan mandeh uda
Mandeh : malin, baliak lah nak. Mandeh taragak samo malin (nangis)
Akhianyo Malin barangkek jo istrinyo Cahayo manuju kapa, samantaro itu, mandeh nan tangah manangih badoa kapado Allah
Mandeh : Ya Allah, baitu bana anak denai kini, anak satu-satunyo nan denai punyo, anak nan denai lahia kan, tapi batinggkah sarupo itu, agiahlah teguranmu Ya Allah, sungguah inyo ANAK DURHAKO !!!
Sakatiko itu sadang bajalannyo Malin jo Cahayo, tibo lah patuih sarato kilek, hujan badai nan sangaik gadang, galombak lauik ikuik naiak, kapa-kapa pun taguncang kaniak kamari
Malin : ado apo kini ko ?
Sadang balari-lari dari badai, tibo kilek manyamba Malin, mungkin taraso dek hati Malin alah durhako kapado mandeh, basujuik lah Malin di dakek mandeh tapi apo nan tajadi indak bisa diilakkan, akhianyo sakatiko sujuik, barubahlah Malin manjadi batu, mungkin itu azab nan Kuaso.
Kini batu Malin Kundang manjadi tampek wisata di ranah Minang, dapek kito ambiak hikmah untuak indak malawan kapado kaduo urang tuo.
Kalau ado jarum nan patah
Usah latakkan dalam padi,
Kalau ado kato nan salah
Usah dilatak dalam hati
Kerajaan-kerajaan Minangkabau
Menurut tambo Minangkabau, pada periode abad ke-1 hingga abad ke-16, banyak berdiri kerajaan-kerajaan kecil di selingkaran Sumatera Barat. Kerajaan-kerajaan itu antara lain Kesultanan Kuntu, Kerajaan Kandis, Kerajaan Siguntur, Kerajaan Pasumayan Koto Batu, Bukit Batu Patah, Kerajaan Sungai Pagu, Kerajaan Inderapura, Kerajaan Jambu Lipo, Kerajaan Taraguang, Kerajaan Dusun Tuo, Kerajaan Bungo Setangkai, Kerajaan Talu, Kerajaan Kinali, Kerajaan Parit Batu, Kerajaan Pulau Punjung dan Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan-kerajaan ini tidak pernah berumur panjang, dan biasanya berada dibawah pengaruh kerajaan-kerajaan besar, Malayu dan Pagaruyung.
Kerajaan Melayu
Kerajaan Malayu diperkirakan pernah muncul pada tahun 645 yang diperkirakan terletak di hulu sungai Batang Hari. Berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit, kerajaan ini ditaklukan oleh Sriwijaya pada tahun 682. Dan kemudian tahun 1183 muncul lagi berdasarkan Prasasti Grahi di Kamboja, dan kemudian Negarakertagama dan Pararaton mencatat adanya Kerajaan Malayu yang beribukota di Dharmasraya. Sehingga muncullah Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275-1293 di bawah pimpinan Kebo Anabrang dari Kerajaan Singasari.
Dan setelah penyerahan Arca Amonghapasa yang dipahatkan di Prasasti Padang Roco, tim Ekpedisi Pamalayu kembali ke Jawa dengan membawa serta dua putri Raja Dharmasraya yaitu Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak dinikahkan oleh Raden Wijaya raja Majapahit pewaris kerajaan Singasari, sedangkan Dara Jingga dengan Adwaya Brahman. Dari kedua putri ini lahirlah Jayanagara, yang menjadi raja kedua Majapahit dan Adityawarman kemudian hari menjadi raja Pagaruyung.
Kerajaan Pagaruyung
Sejarah propinsi Sumatera Barat menjadi lebih terbuka sejak masa pemerintahan Adityawarman. Raja ini cukup banyak meninggalkan prasasti mengenai dirinya, walaupun dia tidak pernah mengatakan dirinya sebagai Raja Minangkabau. Adityawarman memang pernah memerintah di Pagaruyung, suatu negeri yang dipercayai warga Minangkabau sebagai pusat kerajaannya.
Adityawarman adalah tokoh penting dalam sejarah Minangkabau. Di samping memperkenalkan sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan, dia juga membawa suatu sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau. Kontribusinya yang cukup penting itu adalah penyebaran agama Buddha. Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di Minangkabau. Terbukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau Budaya atau Jawa seperti Saruaso, Pariangan, Padang Barhalo, Candi, Biaro, Sumpur, dan Selo.
Sejarah Sumatera Barat sepeninggal Adityawarman hingga pertengahan abad ke-17 terlihat semakin kompleks. Pada masa ini hubungan Sumatera Barat dengan dunia luar, terutama Aceh semakin intensif. Sumatera Barat waktu itu berada dalam dominasi politik Aceh yang juga memonopoli kegiatan perekonomian di daerah ini. Seiring dengan semakin intensifnya hubungan tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat. Nilai baru itu akhimya menjadi suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan sosial-budaya masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah agama Islam.
Kerajaan Inderapura
Jauh sebelum Kerajaan Pagaruyung berdiri, di bagian selatan Sumatera Barat sudah berdiri kerajaan Inderapura yang berpusat di Inderapura (kecamatan Pancung Soal, Pesisir Selatan sekarang ini) sekitar awal abad 12. Setelah munculnya Kerajaan Pagaruyung, Inderapura pun bersama Kerajaan Sungai Pagu akhirnya menjadi vazal kerajan Pagaruyung.
Setelah Indonesia merdeka sebagian besar wilayah Inderapura dimasukkan kedalam bagian wilayah provinsi Sumatera Barat dan sebagian ke wilayah Provinsi Bengkulu yaitu kabupaten Pesisir Selatan sekarang ini.
demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai Asal Usul Nama Minangkabau : Definisi, Agama, Bahasa, Keterangan, Geografis, Adat, Nenek Moyang, Sistem Teknologi, Mata Pencarian, Kesenian, Budaya, Drama, Kerajaan, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semuanya.